๑ 21.² ๑

479 58 6
                                    

Sasuke betah menahan tatapannya terhadap sekeliling meja. Keluarganya di sini, ayah ibu serta abangnya. Lalu, Naruto Uzumaki yang sebetulnya merupakan sosok baru di mata orang tuanya justru tampak begitu leluasa akrab bercengkrama. Pria itu mampu menciptakan obrolan sederhana sekaligus menggelikan di sisi serupa. Alhasil, ayahnya yang kaku itu berubah seratus delapan puluh derajat menjadi gampang terbahak-bahak. Dia sudah sempat tersedak tadi, sungguh. Saking heboh dan tak sabarannya dia hendak tertawa di saat roti goreng berisi kare daging khas Jepang mendarat di mulutnya. Sasuke tidak bisa menahan senyumnya, diam-diam dengan kepala menunduk sudut bibirnya melengkung cantik. Gadis ini menyukai momen demikian, sehingga berpikir akan berterimakasih kepada si Uzumaki.

"Nak, bagaimana kau bisa berpikir untuk membelikan kami semua roti dan kue lezat ini. Kau sangat berlebihan jika hanya datang karena terpaksa."

"Ah, tidak seperti itu, Bi. Kedatangan saya kemari memang disebabkan permintaan Bang Itachi. Tapi, sebelum dia menelepon pun saya sudah berencana singgah untuk melihat keadaan Sasuke."

"Maaf ya, Naruto. Aku terpaksa sedikit memaksa. Mama terus-terusan berbicara di telingaku. Sebenarnya, mama lah yang ingin agar kamu datang--" Mikoto menyipit tak senang. Lalu, ketika dia menyaksikan anak sulungnya tersebut menyeringai aneh, embusan napasnya terbuang berat.

"Tidak apa-apa Bang Ita. Terlepas dari siapa yang mengundangku ke sini, aku memang akan datang menengok Sasuke."

"Dia baik-baik saja, kamu bisa menyaksikan langsung bagaimana bugarnya dia. Jangan-jangan, yang kemarin kesakitan cuma akal-akalannya saja supaya dapat perhatian darimu."

"Itachi, hentikan! Kau senang sekali menggoda adikmu." Sementara, Sasuke puas menjulurkan lidahnya dengan angkuh. Pembelaan sang ayah kontan membuat dirinya merasa menang.

"Jangan kekanak-kanakan Sasuke, malu di depan Naruto." Baru kegembiraan itu singgah, Sasuke sudah harus menuai panas di wajahnya akibat malu. Bahkan, kekehan Itachi di sebelahnya pun tak digubris. "Tiga hari lagi ada perayaan tahun China. Jika punya waktu, mampirlah ke rumah, ya. Saat itu Bibi akan memasak banyak hidangan tradisional China. Kau pasti menyukainya, ada beragam olahan daging serta kue-kue manis. Ah, kau suka kukis buatan Bibi 'kan? Ada stoples khusus untuk kau bawa pulang nanti. Bagaimana, apa kau bersedia menghadiri jamuan ini?!" Mikoto berbinar-binar penuh harap di gemerlap kedip matanya tanpa tahu pandangan berbingkai kernyit dahi dilayangkan suaminya kepada dia. Fugaku sekadar mampu menggeleng-geleng mahfum.

"Mana mungkin saya tolak, Bi. Saya tersanjung karena mendapatkan undangan istimewa langsung dari Bibi."

"Kau ini bisa saja." Fugaku mengerang keras, itu disebabkan istrinya mulai menampakkan tingkah centilnya ke permukaan.

"Nar, semoga terbiasa ya sama kelakuan Mama. Enggak usah kaget. Orangnya sedikit narsis memang, juga genit."

"Hei, dasar anak nakal! Berani sekali mengatai mamanya sendiri." Kemudian, kepala Itachi ditimpuk main-main dengan sendok yang dipergunakan untuk mengaduk-aduk gula di dalam cerek teh.

"Hati-hati, jangan sampai Mama lepas kontrol dan malah bikin Naruto ketakutan." Selanjutnya mereka semua tertawa serempak, mengabaikan hardikan rendah Mikoto sambil dia memukul lagi lengan putranya menggunakan sendok semula.

"Kenapa enggak dimakan lagi kuenya, Sas? Kurang cocok ya, rasanya?"

"Nanti malam baru dilahap habis sama Sasuke. Dia menunggu waktu yang pas buat makan, di saat kita sudah pada tidur semua. Biar tidak malu maksudnya itu."

"Oh, hahaha." Tawa ringan si Uzumaki pun mengudara, menimbulkan sengatan asing di tengkuk hingga Sasuke refleks meremang. Tawanya bukan tawa biasa yang sering diperlihatkan orang-orang, entah kenapa sejenak Sasuke dapat merasakan hawa di antara mereka menghangat. "Tapi, ibu dan adik perempuanku juga begitu, Bi. Mereka pasti sembunyi dulu kalau mau makan banyak. Kamu enggak perlu malu lah, Sasuke. Wajar kok perempuan gemar makan. Asal itu bisa bikin bahagia, kenapa enggak 'kan?" Katakanlah Sasuke kemaruk, meski dia senang-senang saja akan dampak perubahan ekspresi si Uzumaki bisa merampas perhatiannya.

"Aku enggak pernah takut buat makan banyak, kok. Malah ini kue yang kamu kasih belum seberapa."

"Sasuke, astaga anak ini! Tidak ada santun-santunnya." Bisa ditebak kalau ini Mikoto bukan?

"Saya senang kok, Bi kalau Sasuke suka pemberian saya. Habiskan deh, Sas. Aku bakal bawakan varian lain kalau ada hal untuk berkunjung lagi ke sini." Kemudian, senyumnya saat ini terasa sungguh murni di pengamatan Sasuke.

"Wajib kamu bawa kalau sudah janji begini."

"Aku juga enggak akan mangkir, tenang saja." Semuanya bergeming, hanya menatap si Uzumaki dalam makna berbeda-beda.

-----

HOT GARAGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang