๑ 20.⁴ ๑

465 57 11
                                    

Di dalam mobil keduanya hanya ditemani hawa sunyi. Tiada dari mereka menampakkan tanda-tanda untuk memulai percakapan. Selain mencuri-curi pandang, lalu mengalihkannya lagi saat salah satunya tak sengaja terciduk sedang memperhatikan. Si Uzumaki berpikir bahwa mereka tidak diharuskan agar selalu terlibat dalam obrolan acak, terlebih dia yang notabenenya menyukai ketenangan.

"Maaf buat yang tadi." Sedang, Sasuke sebetulnya benci dengan suasana kaku semacam. "Aku tidak bermaksud lancang dengan mengatakan kebohongan di depan dosenmu. Shikamaru menyarankan hal seperti itu kalau aku memang ingin membantu. Bukan apa-apa, ya. Kamu jangan besar kepala dulu." Buru-buru kalimat tersebut ditambahkan bertepatan Uzumaki menengok ke arahnya melalui pandang yang menuntut, seakan dia sedang menagih sepenggal penjelasan. "Kata Shikamaru tidak ada satupun di antara teman-temanmu bisa menolong, wanita nekat yang kau hadapi. Padahal dia dosen 'kan? Tetapi, aku cukup kaget dia segitu santainya bersikap semberono. Andai dia bukan dosen pun, tetap saja tidak pantas merayu laki-laki di depan banyak orang."

"Jadi?!"

"Apa? Aku panjang lebar berbicara dan kau cuma bilang satu kata tidak jelas begitu?! Wah, kanu memang hebat sekali, Naruto." Sasuke tertawa main-main, tawa yang terlihat aneh di mata si Uzumaki. "Terserahlah, sia-sia cerita sedetail itu padamu."

"Terima kasih."

"Ya?!" Praktis Sasuke melirik ke samping di mana si Uzumaki tidak melepas fokusnya dari roda setir dan jalan raya yang dilalui.

"Kamu sangat berjasa karena berhasil mengusir Bu Fuuka dari bengkel."

"Aku tidak mengusirnya."

"Aku tahu. Tapi, berkat pengakuanmu dia jadi langsung pergi 'kan? Itu berarti omonganmu besar pengaruhnya untuk dia, dia mempercayainya. Kurasa." Diam-diam Sasuke mendesah lega, menyembunyikan senyum tipis yang malam ini tidak bakalan pernah disaksikan si Uzumaki kecantikannya.

-----

"Nar, kok dia ikutan terus ke sini? Kalian pacaran, ya?!"

"Dia adiknya Bang Ita, Sakura. Biarkan dia di situ, enggak ada yang salah sama hal ini. Mending kamu fokus ke latihan kita. Pertandingannya tinggal sepuluh hari lagi."

"Dari kemarin, ya aku perhatikan kamu peduli banget ke dia." Sakura belum puas atas tanggapan itu. Ada satu hal yang ingin dia buktikan dan untuk mendapatkanya perlu usaha sedikit lebih keras.  Maka, dia menunjukkan sisi pemaksa di dalam dirinya malam ini.  "Aku tidak pernah melihat kamu segitu perhatiannya ke cewek. Kita sudah lama saling kenal, tetapi ini pertama kalinya aku tahu kamu ternyata bisa bersikap aneh. Mau repot-repot karena dia, sampai digendong segala ke Unit Kesehatan. Jaraknya jauh, loh. Ya kamu perkirakan sendiri coba, apa mungkin setelah menyaksikan drama kasmaran di antara kamu dan dia aku masih bisa berpikir positif, Nar? Ada apa sih sama kamu, Nar?"

"Kamu yang kenapa?!" Pembicaraan berubah tegang. Beruntungnya mereka masih berada di kamar ganti, hingga tak seorangpun menonton percekcokan tiba-tiba yang terjadi di tengah-tengah mereka.

"Nar, dua tahun ini kita bareng di klub tenis dan kamu enggak sekalipun mau melihat aku?! Aku cinta sama kamu, Nar. Kamu pikir buat apa aku mengorbankan waktu masuk ke klub yang sesungguhnya tidak aku suka. Aku rela bolak-balik ke kampus, sering menunda praktik hanya demi aku bisa dekat sama kamu! Lalu, adiknya Bang Ita yang baru sebentar kamu kenal dalam sekejap dapat perhatian dari kamu. Apa aku memang sekadar rekan setim buatmu, Nar?!" Entah apa yang mendasari, namun Sakura jelas tidak berbohong dibalik semua kata-katanya. Kentara sorot matanya menerangkan kejujuran, dia berkaca-kaca sebab hampir putus asa.

"Kita hanya tim, Sakura. Kita tim di tenis ini. Selain itu kita tidak terlibat ikatan khusus. Kamu bicara terlalu banyak seakan-akan berhak untuk mengatur apa yang boleh kulakukan dan tidak. Sebelum topik sialan ini muncul ke permukaan, aku masih menyimpan kesan positif terhadapmu sebagai teman baik--tolong lupakan semua dugaan bodoh itu dan aku akan menganggap hubungan pertemanan kita baik-baik saja."

"Oke! Aku sangat-sangat memahami dirimu, Naruto!" Air mata diseka tergesa-gesa dini Sakura meninggalkan si Uzumaki dalam kebungkaman di posisinya.

-----

HOT GARAGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang