Naruto dan sesama teman montirnya memenuhi satu meja prasmanan. Percakapan dan kelakar tak bisa menahan nafsu mereka untuk sekaligus menikmati ragam hidangan yang disajikan. Kegembiraan terbaca jelas di raut si pemuda Uzumaki, tidak pula mengira teman-temannya akan bersedia datang di hari ini.
"Sorry ya, Nar. Kita semua malah kabur ke sini. Habisnya penasaran sama acaranya."
"Aku malah senang kalian di sini. Sai, Gaara, jangan sungkan! Nikmati makanannya. Bilang kalau ada yang kurang, nanti aku ambilkan." Hanya dua pemuda ini yang agaknya masih dipengaruhi rasa segan, sehingga tidak seantusias Kiba maupun Shikamaru. Kendati pemuda berambut top knot itu lebih terlihat meresapi segalanya dalam ketenangan.
"Makanannya enak, aku sih enggak bakal ragu buat menghabiskan beberapa piring. Boleh 'kan, Nar? Sekalian perbaikan gizi." Suara Kiba tertahan di antara pipi gembung yang menyimpan kunyahan, sungguh bersemangat.
"Tanpa hari spesial seperti ini pun, nafsu makanmu tetap menggebu-gebu, Kiba." Sai menyela jangka dia menyeruput kuah kare yang kental.
"Kemarin dia makan pizza dua kotak berukuran large hanya dalam waktu sepuluh menit. Porsi makannya enggak main-main." Gantian Gaara yang menyambung sebelum menyumpit irisan daging panggang ke mangkuk nasinya.
Menit-menit berputar pada suasana yang berbaur. Naruto terlibat bincang-bincang cukup serius dengan Shikamaru, masih mengenai kinerja bengkel di beberapa hari tanpa eksistensi si pemuda Uzumaki.
"Oh iya, Nar. Bu Fuuka mampir ke bengkel kemarin sore."
"Dia?!"
"Dia mencarimu."
"Belum kapok juga?"
"Kayaknya sih enggak begitu. Bu Fuuka bareng laki-laki, Nar. Aku belum pernah ketemu, sih. Tapi, dari cara dia menatap Bu Fuuka, aku yakin bukan sesuatu yang biasa. Kurasa laki-laki itu menyukai dia."
"Mungkin juga mereka punya hubungan khusus, bagus kalau benar begitu. Jadi, dia enggak akan ganggu aku lagi."
"Dia langsung pergi setelah tahu kamu ke luar kota."
Pernyataan Shikamaru membuat Naruto mengerang malas. Gelas berisi alkohol ringan dia letakkan dengan hentakan kecil. "Padahal sudah aku kasih ultimatum. Aku suruh dia membuntuti waktu aku jalan sama Sasuke, supaya dia berhenti menginjak-injak harga dirinya sendiri. Dia satu-satunya dosen yang aku enggak mau menaruh rasa hormat. Kelakuannya di luar nalar."
"Namanya orang jatuh cinta bisa melakukan apa saja, Nar. Sekalipun itu menyalahi kode etik profesionalitas. Secara manusiawi perasaan Bu Fuuka enggak salah. Yang bikin risih tingkahnya. Aku salut juga ke dia. Bisa sabar walau kamu sudah memaki/merendahkan dia terang-terangan."
"Aku enggak niat begitu. Risiko dia karena bikin kesabaranku menipis."
"Tapi, balasanmu juga pernah kelewat batas, Nar. Itu bisa disebut pelecehan verbal."
"Pelecehan apanya? Dia sendiri yang mancing. Aku cuma makan umpan sebelum dilepeh lagi."
"Dia gemetaran, Nar. Segitu berpengaruhnya kata-kata vulgar dari mulutmu, enggak kebayang bagaimana dia menuntaskan hasratnya."
"Sialan kamu, Shik. Enggak usah dibayangkan!" Kontan gelak Shikamaru mencuri atensi yang lainnya, teralihkan sejenak dari kelezatan sajian di situ.
"Aku keduluan orang. Dangonya enggak bersisa." Serta merta Sasuke muncul, duduk di sebelah Naruto bertepatan Tayuya mengambil kursi kosong di samping Shimakaru. Gadis itu membawa sepiring panekuk kacang merah.
"Ini, kamu makan punyaku!" tanggap si pemuda Uzumaki. Dia mendekatkan piring ceper berisi satu tusuk kue dango panggang yang disiram saus karamel.
"Terus, kamu?"
"Aku sudah makan satu, yang ini boleh kamu makan." Senyum Sasuke mengembang tipis sembari dia mengangkat dango, mengunyahnya perlahan-lahan. Dia mendadak menjadikan kue tradisional ini sebagai satu dari sekian banyak favoritnya setelah tadi sempat meminta sebiji milik Tayuya.
"Adik kamu di mana, Nar? Suruh duduk di sini sama kita." Perkataan Gaara yang tiba-tiba tersebut tak ayal menyebabkan mereka tertegun. Semua pasang mata kompak mengamatinya dalam arti berbeda-beda. "Kenapa? Apa aku salah bicara?" Alhasil, seakan dihakimi massal oleh teman-temannya dia pun melongo sendirian.
-----
Perhelatan di hari itu selesai tepat di jam tiga. Tak ada acara tambahan, baik di kalangan keluarga. Seluruhnya terlampau lelah bahkan untuk hanya bertukar jenaka. Shikamaru dan yang lain izin berpamitan agar tidak terjebak malam di perjalanan. Mereka tentu juga memberi selamat kepada mempelai, mengucapkan salam perpisahan pula untuk Kushina selaku empunya acara.
"Semalam lagi ya, Sas. Besok pagi-pagi kita balik."
"Aku barusan telepon ke rumah. Mama papa menanyakan kamu dan Mama Kushina. Mereka juga mengucapkan selamat untuk Nagato dan Konan."
Berikutnya Naruto mengembuskan rendah napasnya, teringat sesuatu yang berhasil menyita sebagian ruang di kepala. "Aku kepikiran omongan Mama. Dia minta ketemu sama keluarga kamu, menurut kamu bagaimana? Ini terlalu buru-buru enggak?"
"Enggak ada aba-aba, Nar. Kamu tiba-tiba tanya aku, aku harus jawab apa?"
"Sas... ini soal kita berdua. Siap enggak siap, andil kamu dibutuhkan buat menentukan kelanjutannya. Toh maksudku membicarakan ini bukan untuk keputusan final. Segalanya perlu dipertimbangkan, disusun matang-matang. Kamu 'kan bisa kasih clue dulu ke mereka mengenai niat mama. Diskusi bersama keluarga akan mengatasi kebimbangan kita."
"Besok, ya? Aku bakal bicarakan ini ke mereka. Eh, atau kamu maunya sekarang, biar aku telepon mama lagi."
"Mendingan besok, face to face. Kalau bisa ada bang Itachi juga. Ya sekiranya semua pada kumpul di satu meja saat makan malam, atau selagi menonton bareng." Sasuke mengangguk-angguk, beringsut ke ranjang dan mendaratkan pantatnya di kasur.
"Kamu enggak mandi dulu?"
"Boleh sebentar lagi 'kan? Aku kepingin rebahan."
"Kecapean pasti kamu."
"Enggak kok. Memang mau tidur-tiduran doang," sahut Sasuke. Tubuhnya berbaring di kasur si pemuda Uzumaki, disusul hela napasnya mengudara perlahan-lahan namun cukup panjang. "Aku enggak lihat Konan sama Nagato. Mobil mereka di belakang kita 'kan tadi?"
"Mereka sengaja pergi. Kemungkinan kembali besok. Namanya pengantin baru perlu space untuk berduaan."
"Oh, mereka menginap di hotel?"
"Hn." Naruto melepas kemeja yang berjam-jam semula membungkus apik tubuh atletisnya. "Gerah sekali rasanya. Aku harus mandi—mau barengan enggak, Sas?" Dan bantal berisi dakron itu seketika melayang ke muka Naruto. "Mana tahu kamu kepayahan menggosok punggung, aku bisa bantu."
"Terus, aku bakal percaya bualan kamu?" Praktis Naruto terbahak-bahak, senang betul sebab berhasil menjahili gadisnya ini. Lalu, "Ya ampun, Nar! Kamu kebiasaan telanjang-telanjang begitu di depan aku. Enggak ada sopan-sopannya."
"Aku masih pakai celana, loh. Kamu enggak lihat?"
"Iya, tapi dada kamu itu?" Sejak tadi Sasuke sudah mengalihkan pandangannya, malu jika pipinya yang merona itu dipandang oleh si pemuda Uzumaki.
"Belajar adaptasi ya, Sas. Sampai kita menikah nanti, aku bakal begini terus. Masa iya ke kamar mandi harus dengan baju lengkap? Belum lagi kamu pasti sering menghadapi aku yang terkadang tidurnya cuma pakai bokser."
"Naruto!"
*Sorry, ya..updatenya ngaret dari rencana. ;))*
KAMU SEDANG MEMBACA
HOT GARAGE
RomanceSeumur-umur, Sasuke Uchiha tidak pernah menoleransi yang namanya bau menyengat dan kotor. Apalagi jika berhubungan dengan mesin dan segala perkakasnya. Tetapi, begitu menyaksikan pesona 'Naruto Uzumaki' si montir keren itu, diam-diam Sasuke membia...