๑ 21.⁸ ๑

421 44 12
                                    

Itachi Uchiha melongo begitu tiba di rumahnya dan mendapati ayah ibunya memandang awas kepada dia dari ruang di tengah-tengah.

"Mana Sasuke?" Mikoto spontan menanyakan anak gadisnya setelah memastikan bahwa putra sulungnya benar-benar pulang sendirian.

"Sama Naruto, Ma. Aku ajak pulang dia menolak, katanya mau bareng Naruto." Sedikit permainan kata untuk mengubah adegan yang dirasa kurang valid. Pembahasannya bakalan panjang kalau dia mengatakan bahwa si Uzumaki lah yang meminta izin untuk mengantar adiknya.

"Sudah luluh? Cepat juga, ya. Mama kira Sasuke perlu banyak waktu untuk menormalkan akalnya." Yang seperti ini dugaan Itachi. Tanggapannya cukup singkat tanpa Itachi perlu meladeni semangat ibunya yang pasti ingin mengorek terus-menerus. "Padahal, Mama berharapnya Naruto yang tertarik duluan."

"Ya sudahlah, biarkan saja para anak muda memilih keputusan mereka sendiri." Berikut Tuan Uchiha mengambil alih percakapan.

"Lebih baik kalau Naruto yang suka lebih dulu."

"Memangnya kenapa sih, Ma?!" Itachi mendesah seraya mengayun langkah menuju ruang itu dan duduk di sebelah kanan ibunya.

"Takutnya Sasuke bertepuk sebelah tangan. Kasihan anak gadisku patah hati tanpa persaingan."

"Persaingan apa lagi? Ya, ampun! Mama teorinya kelewat luas. Jangan mengada-ada. Patah hati tanpa persaingan apa?! Tidak jelas."

"Kalau Naruto ternyata biasa-biasa saja perasaannya ke Sasuke, bagaimana? Tidak ada saingan, tapi secara langsung sudah tidak punya harapan. Maksud Mama seperti itu, mengerti 'kan?!" Sementara, Itachi sekadar mendengkus sambil dia menyingkir ke dapur untuk menenggak air putih dingin dari kulkas. Lain hal dengan ayahnya yang praktis geleng-geleng tersenyum mafhum di samping ibunya.

"Aku bingung mau menanggapi apa, Ma. Aku ke kamar duluan, ya. Selamat malam."

"Eh, tunggu, dong! Mama belum siap bicara. Besok temani Mama belanja buat persiapan hari raya."

"Kenapa bukan Sasuke?" tanya Itachi setelah sigap menengok dari balik pundaknya.

"Mama maunya sama kamu! Tahu sendiri Sasuke cerewetnya kayak apa. Nanti dia malah merengek di tengah jalan, minta pulang cepat. Enggak deh!"

"Iya, iya. Besok aku yang antar Mama." Begitu ibunya tersenyum lapang, dia kembali mengayun langkah menuju kamarnya.

-----

"Masih panas banget, Sas. Sambil diaduk-aduk dulu, biar bisa dimakan." Uap dari kuah ramen instan tersebut mengepul, mengenai wajah Sasuke hingga aroma gurihnya pun tak ayal menusuk ke hidung.

"Enak banget wanginya, Nar. Kari, ya?"

"Suka?"

"Varian favorit aku malah. Kok kamu tahu?"

"Enggak ada yang pernah menolak varian itu, setahu aku, ya. Seringnya pada rebutan untuk mengambil varian itu duluan."

Sumpit disiapkan untuk kemudian dia mengaduk hati-hati ramen miliknya. Sesekali pandangnya mengamati intens di mana si Uzumaki tampak lihai melahap ramen itu meski dalam kondisi masih beruap panas. "Enggak sakit ke lidah, Nar?"

"Pelan-pelan makanya. Jangan langsung diseruput, ditahan dulu sebelum masuk ke mulut. Kalau sudah biasa enggak bakal kaget lagi sama panasnya." Mata tetap memperhatikan selaras tangannya terangkat guna mencoba suapan pertama, dan detik sekian Sasuke kontan gelagapan panik. Sumpit beserta mienya pun jatuh ke permukaan meja.

"Kamu enggak apa-apa?!" Si Uzumaki seakan sedang melompat ke kursi di seberang sakit gesitnya gerakan dia, duduk di sebelah Sasuke seraya menampakkan kecemasan di mukanya. "Jadi merah begini, bibir kamu terbakar." Jarinya sampai-sampai turut naik, memegangi permukaan basah dan panas itu. Tak tahu menahu segugup apa Sasuke sekarang akibat sentuhannya. "Sorry, ya. Harusnya enggak perlu aku sarankan ke kamu. Buruan minum! Dingin dari airnya lumayan bikin bibir dan lidah kamu sedikit membaik."

"Aku enggak apa-apa," kata Sasuke seiring hendak menjauhkan botol minuman tersebut.

"Jangan bandel, Sas!" Dengan sisa ketenangan pada pernapasannya, Sasuke meneguk minuman itu cukup banyak.

"Enggak lagi lah aku ajak kamu makan ramen di tempat-tempat kayak begini, enggak cocok banget ke kamunya."

"Apaan, deh. Aku juga enggak kenapa-kenapa, kok. Kamu sendiri yang lebay." Air muka Sasuke berubah merengut ketika dia menarik cup ramen miliknya. "Lanjutkan makan kamu, sana! Aku juga mau makan." Tapi, si Uzumaki tidak bergegas pindah ke posisinya, melainkan tingkah Sasuke menyebabkan dia senyum-senyum gemas di situ.

Continue...

Halo, maaf banget untuk terlambatnya update, ya..
Aku lagi merayap ke pf sebelah..
Sudah pada bosankah? Atau mau sat set saja ini ceritanya? Aku pribadi sih lebih suka yang berproses begini, ditambah aku memang doyan interaksi narufemsasunya 😂. Kalau kalian bagaimana?
Bab 21 ditutup di sini, ya. Besok-besok masuk bab 22.

HOT GARAGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang