๑ 12 ๑

523 57 12
                                    

Kiba berhenti bicara jangka mendapati wajah kaku Shikamaru di hadapannya. Botol minuman yang sudah melayang di bawah dagu temannya itu pun tak jua masuk ke mulut.

"Lihat apa, Shik?" Yang ditanya malah mendengkus malas sebelum meneguk paksa botol di tangannya dan menaruh lagi ke atas meja.

"Aku harus bilang apa kalau dia tanya?!" Monolognya sedikit pelan, namun Kiba tentu masih bisa mendengarnya. "Bang Ita menuju ke sini."

"Oh, kukira entah kenapa sampai mukamu bengong begitu."

"Pasti jadi masalah apapun yang kukatakan nanti."

"Ya biarkan saja, supaya dia tahu juga kelakuan buruk adiknya."

"Betul, buat apa aku yang waswas?!" Itu penuturan rendah terakhir dini senyum tipisnya menyapa pemuda berambut gondrong yang saat ini berdiri di samping meja mereka.

"Enggak ada Naruto?!"

"Dia di bengkel, Bang."

"Loh, kenapa?"

"Sakit perut. Habis pulang dari rumah Abang kemarin, si Naru bolak-balik kamar mandi terus. Aku dibikin repot juga sama dia pas kami masih di tengah jalan. Tiga kali putar balik ke SPBU. Di rumah bukannya berkurang, malah tetap juga rajin ke toilet. Sudah minum obat padahal, Bang. Agak sensitif memang lambung dia, mangkanya enggak tahan makanan pedas."

Shikamaru serta Kiba mencuri-curi pandang ketika mereka menyadari perubahan raut Itachi tak sesegar awal kehadirannya. "Aku minta maaf sama dia dan kalian." Pasti gara-gara Sasuke. Itu alasannya dia menghindar pagi tadi kan?! "Naruto enggak jujur sewaktu masih di rumah. Dia bilang kalian makan ramen pedas siangnya."

"Mungkin dia enggak enak sama, Bang Ita. Kemarin kami makan nasi kare biasa dari warung paman Mura." Sekali lagi dua pemuda yang tengah duduk itu menemukan air muka menyesal pada senior mereka. "Bang Ita ada perlu apa ke dia? Pulang dari kampus biar aku yang beritahu."

"Nanti sajalah, Shik. Harusnya disampaikan langsung sama Naruto, sedikit rumit soalnya." Dan Shikamaru sekadar mengangguk-angguk. "Aku balik ya, sebentar lagi ada kelas."

"Maaf ya, Bang Ita. Kali ini enggak bisa bantu."

"Santai, Shika. Aku duluan, ya." Lambaian tangan menggiring kepergian Itachi dari kantin fakultas teknik mesin. Beruntung fakultas mereka bersebelahan, hingga dia tak perlu merasa terlalu kecewa untuk hilir mudik tanpa hasil.

-----

"Kamu kasih apa ke dalam ramen yang kamu buat untuk Naruto?!"

"Apaan sih maksudnya?"

"Jangan pura-pura, Sasuke! Kamu sangat tahu ucapan Abang."

"Siang-siang begini kalian sudah ribut, enggak malu sama Mama yang cape-cape memasak agar kalian bisa makan tepat waktu. Pulang kuliah bukannya ganti baju dulu, malah bertengkar. Kenapa ini Itachi? Enggak biasanya kamu marah-marah sama adik kamu."

"Bang Ita berubah Ma semenjak bergaul dengan si Uzumaki."

"Sasuke!"

"Terserah, aku enggak peduli juga."

"Astaga, kamu ini benar-benar kebangetan ya, Sas. Kamu yang salah, tapi enggak ada menyesalnya sama sekali."

"Uzumaki?!" Mikoto menyela, dia duduk di salah satu kursi di meja makan dengan muka kentara bingung.

"Naruto, Ma. Kemarin dia ke sini, aku undang karena mau membicarakan kegiatan tenis yang segera dilaksanakan. Keteledoranku juga bikin dia menunggu lama sampai kelaparan. Jadi, aku minta tolong Sasuke menyiapkan ramen untuk dia, habis itu si Naruto mulas-mulas. Dan dengan baik hatinya dia menutupi, mengaku kalau siangnya dia makan ramen pedas."

"Terus, apa kesalahan Sasuke yang membuat kamu segitu marahnya."

"Ya ampun, Ma! Sudah jelas pasti Sasuke yang menambahkan sesuatu ke ramen itu. Aku ketemu teman Naruto di kampus. Niatnya cari dia, malah enggak datang anaknya. Mereka bilang si Naruto masih mulas hingga pagi tadi. Obat yang diminum belum memberi efek apa-apa, lambungnya sensitif. Itu yang kudengar dari mereka. Dan satu lagi, Naruto mulai mulas-mulas sejak pulang dari sini, Ma. Siangnya pun mereka cuma makan nasi kare, bukan ramen pedas kayak pengakuan Naruto."

"Apa benar kamu menaruh sesuatu ke dalam ramen yang kamu buat, Sasuke?!"

"Apa sih, Ma. Itu 'kan hanya obat cuci perut. Dia saja yang payah."

"Bukan begitu, Sasuke--" Mikoto tampak menyapu-nyapu lengan putranya saat menyaksikan pemuda gondrong itu lagi-lagi hendak memarahi adiknya. "Tindakan kamu itu keterlaluan dan tidak sepatutnya dilakukan. Kalau dia kenapa-kenapa bagaimana?"

"Ya berarti dia lemah. Baru gara-gara wasabi dan obat pencuci perut sudah K.O."

"Sasuke! Apa-apaan sih kamu ini?! Mama enggak suka ya dengan kamu yang keras kepala kayak begini."

"Gila, benaran gila kamu, Sas! Ramen yang dia makan kamu tambah wasabi dan obat pencuci perut?!" Detik berikutnya Sasuke dan Mikoto tersentak oleh bunyi debam yang tiba-tiba terdengar. Itachi memukul permukaan meja dengan kepalan tangannya. "Abang kecewa sama kamu! Jangan harap Abang mau bicara sebelum kamu meminta maaf dan mengakui perbuatan kamu ke dia--Itachi masuk dulu, Ma. Malas satu ruangan dengan orang yang enggak punya otak." Sasuke kontan membuang muka, enggan sang ibu menyaksikan kelopaknya yang kini berkaca-kaca.

"Sebaiknya penuhi ucapan Itachi, Sasuke. Sejujurnya Mama juga sedikit kecewa. Tidak akan ada yang memaksa kamu untuk menyukai pemuda itu. Tetapi, caramu memperlakukan tamu sangat-sangat disesalkan. Bahkan Papamu membenci hal seperti ini. Dia sama marahnya dengan abangmu jika tahu." Di situ kesedihan Sasuke terurai, diam-diam dia menangis sebelum pergi tergesa-gesa ke kamarnya.

-----







HOT GARAGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang