"Jip kamu hancur, Nar. Tapi, tidak perlu khawatir sih. Pelan-pelan kita bisa kok memperbaikinya. Cuma, ya tunggu di bengkel sepi. Prioritas kita 'kan tetap pengunjung."
Ini hari ke empat Naruto Uzumaki menginap di rumah sakit. Retak pada tulangnya membutuhkan waktu aman atau pemulihan relatif lebih lama. Dokter tidak akan bersedia mengambil risiko sekecil apapun, kendati si Uzumaki begitu ngotot ingin segera keluar dari rumah sakit. Setidaknya butuh dua sampai tiga hari lagi untuk dia diizinkan pulang.
"Kalian tidak perlu terlalu memikirkannya, Shika—maaf, ya. Semuanya jadi kacau sekarang."
"Harusnya kamu lega karena masih bisa selamat, Nar. Benturan mobilmu sangat kuat. Warga di sekitar lokasi kejadian enggak ada habis-habis membicarakan soal kecelakaan itu."
"Aku juga heran. Aku pikir kepalaku yang terluka parah. Rasanya benar-benar sakit dan berat. Terus, aku enggak tahu lagi selanjutnya apa. Aku sempat melihat Sasuke. Dia shock sekali di situ, itu membuatku merasa bersalah ke dia. Padahal dia sudah mengingatkan aku untuk memakai sabuk pengaman."
Sedikit pengakuan tersebut menarik pernapasan Shikamaru mengudara perlahan-lahan. "Aware buat diri sendiri, Nar. Lain kali tidak ada alasan untuk menunda panduan keselamatan."
"Yang lain bagaimana, Shika? Enggak pernah ke sini ya mereka?"
"Di bengkel lagi banyak pekerjaan, Nar. Sebenarnya di hari kejadian pada ikut ke rumah sakit semua. Karena di bengkel sedang repot, Sai dan Gaara fokus ke situ dulu. Kalau Kiba mungkin enggak bakal mau datang. Dia merasa aneh sama kondisimu yang seperti tidak berdaya begini. Dia tunggu kamu balik, katanya."
"Hah! Aku malah jadi makin kepingin keluar dari sini."
"Patuhi saran dokter sajalah, Nar. Demi kebaikanmu, kok."
"Terpaksa, Shika. Aslinya aku betulan tidak betah."
"Lagian apa yang membuatmu berpikiran seperti itu? Tanganmu juga masih digantung, Nar. Kamu pulang atau tidak tetap sama keadaannya. Mendingan di sini, ada perawat yang melayanimu dua puluh empat jam. Di bengkel siapa? Kita mau-mau saja semisal situasi di bengkel tenang."
"Cuma tangan 'kan? Aku masih bisa bebas ke sana kemari, untungnya kakiku enggak separah lengan."
"Ehm, sebenarnya jika Sasuke mau membantumu—" Shikamaru menunda kata-kata yang hendak diucapkan bertepatan dia menemukan perubahan di raut si Uzumaki. "Nar, aku tahu ini sifatnya pribadi. Tapi, sebagai sahabatmu aku harap kamu tidak tersinggung sama kalimatku. Kamu suka Sasuke 'kan?"
"Menurutmu begitu?!"
"Jelas, Nar. Kelihatan banget masalahnya."
Lalu, si Uzumaki mendengkus seraya menundukkan pandangnya, "Enggak bisa dipastikan sejak kapan, aku nyaman di samping dia. Awalnya aku pikir dia cuma perempuan menyebalkan yang mustahil masuk ke dalam hidup aku, nyatanya aku salah. Tapi, aku takut ini bukan cinta, Shika. Aku enggak mau menyakiti Sasuke."
"Konan?! Sudah tahu 'kan dia segera menikah sama sepupumu?" Si Uzumaki mengangguk lambat, "Tidak ada niat untuk usaha terakhir, Nar?"
"Enggak, deh. Kayaknya Aku dan Konan memang tidak berjodoh. Aku sudah berencana menghadiri acaranya dan mengucapkan selamat kepada mereka."
"Yakin tidak menyesal, Nar? Konan 'kan pasangan idamanmu."
"Tidak, Shika. Kali ini benar-benar tidak."
Sekali lagi Shikamaru mengembuskan rendah napasnya. "Seharusnya kamu bisa menilai pengakuanmu barusan, Nar. Walau aku enggak berani jamin, sepertinya Sasuke merupakan alasanmu untuk berpaling dari Konan."
"Kita butuh tindakan agar bisa membuktikan semuanya, Shika. Aku juga tidak akan membiarkan perasaanku mengawang-awang lagi. Cukup Konan kegagalanku satu-satunya."
-----
"Maaf ya, Nar. Terkadang papa agak keterlaluan omongannya."
Pukul tiga sore sekarang di mana Uchiha Fugaku dan Uchiha Mikoto baru saja meninggalkan kamar rawat si Uzumaki. Mereka datang usai menunda beberapa hari kunjungan sesuai anjuran Sasuke. Namun, bukan cukup bait-bait penyemangat yang diperdengarkan Tuan Fugaku, pria baya itu juga melepaskan petuah keras.
"Aku enggak apa-apa, Sasuke. Manusiawi papa kamu marah. Kita kecelakaan begini 'kan memang karena keteledoran aku."
"Salah kamu tidak memasang sabuk pengamannya. Tapi, kamu juga jangan lupa ada orang yang sengaja menabrak kita."
"Soal itu kita usut nanti, ya. Aku masih pusing. Cape banget memikirkan hal-hal yang jelas bakal menguras energi banyak."
"Makan dulu makanya, mama sengaja masak sup ikan ini buat pemulihan kamu."
"Aku disuapi 'kan?"
"Iya. Aku tidak mungkin membiarkan kamu makan sendirian dengan tangan melayang seperti itu." Sasuke praktis cekikikan atas guyonannya sendiri serentak si Uzumaki menatap dia dengan binar berbeda dilengkapi senyuman tipis.
"Tiba-tiba aku merasa memiliki dua orang tua. Mama kamu dan aku sama-sama suka mengirim bermacam makanan buat aku."
"Mamaku cemas pas tahu kamu masuk ruang operasi. Entah dia dikasih apa oleh kamu sampai bisa segitu gelisahnya. Padahal kamu bukan siapa-siapa."
"Sebentar lagi jadi keluarga. Jangan bilang begitu lagi, dong." Kontan Sasuke mengerem aksinya dari suap-menyuapi si Uzumaki. Kelopak matanya berkedip-kedip cepat seiring benaknya mencerna penuturan tadi.
"Nar, aku enggak paham—"
"Sas, aku enggak siap untuk segala tetek bengek yang sering dilakukan muda-mudi sepantaran kita. Kamu tentu tahu simpang siur kisah percintaan aku dari anak-anak. Dari sana aku belajar bahwa ketegasan sangat berperan dalam meraih keinginan kita. Mungkin Konan bosan dengan sikapku yang luar biasa santai. Dia lebih dewasa, harusnya aku dapat memahami posisi dia—Sas, kamu mau enggak andai kita langsung menikah?!"
-----
Bagai tersambar petir, Uchiha Sasuke menyadari jantungnya berdetak di atas rata-rata. Dia kehilangan daya untuk menanggapi penuturan si Uzumaki. Alih-alih menyahut, dia justru buru-buru pergi jangka menaruh mangkuk sup di genggamannya ke atas nakas. Tindakan dia bahkan tak ayal mengakibatkan si Uzumaki keheranan, sekadar mampu memperhatikan kepergiannya dalam senyap.
"Ya ampun, Sasuke. Kamu ini bodoh atau apa sih, Nak? Masa tega meninggalkan Naruto sendirian."
"Kok mama bela dia?"
"Bukan masalah pembelaan, Sasuke. Coba kamu pikir ulang, apa prasangka Naruto setelah kamu mendadak pergi seperti ini? Dia pasti bingung, Nak."
"Mama! Terserahlah, Naruto yang mulai duluan!" Berujung Sasuke menghempaskan dirinya ke permukaan kasur, sembari menarik selimut menutupi seluruh tubuhnya. Di sebelahnya Uchiha Mikoto hanya bisa menggeleng-geleng mafhum akan kelakuan putrinya ini.
-----
KAMU SEDANG MEMBACA
HOT GARAGE
RomanceSeumur-umur, Sasuke Uchiha tidak pernah menoleransi yang namanya bau menyengat dan kotor. Apalagi jika berhubungan dengan mesin dan segala perkakasnya. Tetapi, begitu menyaksikan pesona 'Naruto Uzumaki' si montir keren itu, diam-diam Sasuke membia...