Cerita hanya fiktif, berdasarkan imajinasi, jika ada kesamaan tempat, nama, dan kejadian, hanya kebetulan semata.•-•
"Gue sempat ngikutin dia, rumah temennya di Gampong Nuri-" Marcel menoleh ke arah Fajar, "Gampong itu berdiri di tanah merah kan?"
Ketiga temannya kompak menggangkat alis.
"Buset, beneran merah kayak warna bata?" Gama bersuara deluan.
Fajar menggeleng, "cuma nama, dulunya ada tragedi berdarah disana," Fajar mengangguk ke arah Marcel, "iya, itu Gampong paling ujung di tanah merah."
Marcel menangkap ekspresi suram Raden, "tenang den, gue susul dia-"
Belum sempat Marcel melanjutkan, suara pintu di ketuk mengalihkan perhatian mereka, wanita muda dengan pakaian serba hitam muncul dengan senyum tipis, "tuan muda Ximon, tuan Agung menunggu anda di ruangan."
Marcel mengangguk, segera melangkah pergi. Setelah Marcel lewat di depannya, wanita itu berbicara lagi, "tuan muda Gama, dokter Zayn menunggu di luar."
"Hah?" Gama langsung duduk, "bapak gue ngapain kemari?" Tentu tidak ada jawaban dari wanita itu.
Gama buru buru menyambar tasnya, sebelum pergi dia memberikan sun jauh kepada Fajar dan Raden, "Daddy!! Wait for meeee."
Wanita itu tersenyum ramah ke arah Fajar dan Raden yang tersisa di ruangan sebelum menutup pintu.
Raden yang sedang melamun tiba tiba tersadar, "itu tanah merah yang sama?"
Fajar menjawab setelah membuang semua plastik bekas roti ke tong sampah, "tanah merah cuma satu."
Gigi Raden gemertak mendengarnya, "sejauh apa jarak rumah lo dengan gampong Nuri?"
Fajar sudah duduk lagi di tempat tidur, memperhatikan wajah Raden yang menggelap, "gak jauh dari rumah gue kan ada mesjid, terus lagi ada gaba gaba selamat datang Gampong Kebun lama, selanjutnya baru Gampong Nuri."
"Singkatnya, jauh."
Raden berdecak, memandang layar handphone nya. Fajar ikut diam, dia memperhatikan cairan infus yang menetes satu demi satu.
"Sedengar gue dari Abi, Gampong Nuri di paling ujung tanah merah, jadi penduduknya sedikit, dan gue juga gak pernah kesana. Sesekali ada anak remaja Gampong Nuri bagian depan yang main ke lapangan tanah merah, bagian belakang jarang ikut."
Melihat alis Raden semakin berkerut, Fajar segera melanjutkan, "dulu Gampong itu belum ada, jadi Lo gak tau."
Fajar melepas pecinya, bersamaan dengan senyuman lembutnya terbit, "jadi teringat waktu itu gimana serunya kita main di lapangan tanah merah. Gue rindu masa itu."
Raden membalas dengan senyuman sinis, "waktu paling indah di hidup Lo sebelum di kejar kejar polisi?"
Fajar terkekeh, "dan sebelum Lo sesakit ini."
____
Kelopak matanya terbuka perlahan, satu hal yang dapat dia lihat adalah dinding kayu yang tinggi. Matanya mesih berat terbuka, erangan pelan lolos dari mulutnya yang tertutup kain. Pupil mata hitamnya mengedar, meneliti sekeliling ruangan. Sayup sayup Prabu mendengar suara air yang deras, tapi dia tidak tau dari mana asal suara itu.
"Bangun?"
Darahnya berdesir, kehadiran seseorang yang duduk santai di kursi kayu tidak terlihat di matanya. Kaki panjang, tubuh yang atletis dan suara yang familiar.
"Radit?"
Kursi goyang itu bergerak ketika seseorang yang Prabu kenal bernama Radit bangkit berdiri, berjalan ke arahnya yang bersandar di dinding dingin.
KAMU SEDANG MEMBACA
LILBROTHER [SELESAI]
Fiksi Remaja"Tentangnya yang berusaha menjaga apa yang belum di rebut darinya" ____ • Terdapat adegan kekerasan dan kata kata kasar Raden cowok galak, kasar, pemarah, dan menakutkan, leader dari kelompok kecil cowok nakal SMA RAJAWALI. Dia tidak pandang bu...