15

4.9K 481 56
                                        


  Raden berdiri di anak tangga terakhir setelah mendengar keributan di ruang depan. Pagi pagi sekali, bi Yus yang biasanya tenang mengoles roti selai coklat di dapur, sekarang sudah berlari mengejar seorang anak laki laki. Tiba tiba, entah angin dari mana Prabu berlari turun dari tangga, tangannya menyambar roti yang disiapkan bi yus, tanpa tahu untuk siapa roti itu. Bi yus tertegun, reaksinya lama, melihat Prabu yang sudah menenteng tas hitam barulah dia berteriak memanggil Prabu.

  "Den! Sarapan dulu! Udah bibi siapin!"

  Tuli. Prabu tetap berjalan pergi. Dia acuh bahkan saat sosok tinggi baru turun dari tangga lewat tepat disebelahnya. Raden ikut menoleh, terlihat heran, ibu dan anak itu kejar kejaran di pagi hari.

  "Den, obatnya lupa dibawa!"

  Bi yus kalah cepat, Prabu sudah masuk kedalam mobil bersama pak Rudi.

  "Prabu pergi dulu, bi!"

  Lemas di tempat, bi yus memegang dadanya sendiri, tidak cocok di umurnya mengejar anak muda yang sedang ada dalam masa aktifnya. Melihat mobil hitam itu keluar dari gerbang rumah, Bi yus masuk kedalam, melirik botol obat yang digenggamnya.

  "Kenapa, bi?"

  Bi yus langsung mendekat, dia menggeleng pelan, menampilkan senyum lembut nya, "gak papa tuan, cuma den Prabu gak bawa obatnya, ketinggalan"

  "Tuan gak sekolah? Mesih ada urusan?" Tuan muda itu mesih memakai kaos dan celana pendek. Rambutnya saja yang terlihat basah.

  Raden melirik botol obat yang ada di tangan Bi yus, "niatnya begitu," Raden menyodorkan tangannya, "sini obatnya, Raden yang kasih"

  "O-oh, ini tuan" botol obat itu berpindah tangan. Raden mengangguk lalu berjalan ke arah dapur, buru buru bi yus menyusul nya.

  Raden duduk di kursi, alisnya terangkat saat melihat bi Yus. Roti selai yang biasanya sudah siap setiap pagi tidak ada di atas piringnya. Menyadari hal itu, bi yus bergerak cepat, "Bentar ya, tuan. Bibi buat lagi rotinya"

  Raden mengangguk, bertumpang dagu lalu menghidupkan ponselnya, jempolnya bergerak di layar, dengan alis semakin berkerut saat matanya semakin lama membaca. Tenggelam dari fikirannya yang kalut.

___

  "Gimana?"

  "Nah, ini dia orang nya, duduk duduk" Gempar menarik tangan Prabu, tanpa menolak, Prabu duduk disebelah nya, berhadapan dengan Ola yang menyeruput minuman soda dengan santai.

  "Siapa dia?" Tanya Prabu.

  Ola menepuk pahanya, semangat level max, "Ternyata emang bener, Prab! Yang kemarin kumpul kumpul di depan sekolah kita, kata temen gue, mereka itu anak SMA 3. Dan yang ngehajar Raden adalah ketua geng motor Calva, namanya Yoga"

  "Wuihhh ... Pantes aja si Raden kalah, yang ngehajar ketua geng motor" Gempar geleng geleng. Di sebelahnya, diam diam Prabu berdecak mendengar celetuk temannya itu. "Tapi gak pantes juga si, Raden kan brutal"

  Ola mendengus, "berarti si Yoga lebih brutal lah"

  "Astaghfirullah, Ola. Gue gak kebayang kalau ada orang yang lebih brutal dari Raden. Raden yang begitu aja udah amit amit, gak kebayang gue ada orang yang lebih ngeri dari dia. Temen sekelasnya Yoga gimana ya, gak kebayang gue, serius" Gempar berandai andai

  Ola menaikkan bahu, "entah deh, par. Gue juga gak tau, ini kabar dari temen gue yang disana"

  "Tanya sama temen Lo, Yoga ada ditempat gak?"

  Gempar melirik, dia menyentuh pundak Prabu, "mau ngapain Lo nanya nanya begitu?" Prabu tidak menjawab, tapi si paling peka Gempar menyadari itu lebih cepat dari Ola,  Dia menutup mulutnya sendiri, lalu geleng geleng dramatis, "jangan bilang kalau Lo mau bestian sama dia. Jangan bilang, Prab. Gue tau Lo gak suka sama Raden, dan mungkin Lo langsung ngadain party barbeque setelah mendengar kabar ini. Tapi—gak gini juga caranya. Raden memang kalah dari Yoga, tapi dia gak kalah dari Lo. Kalau Raden tau Lo besti kental sama Yoga—BEUHH, tubuh Lo lebih hancur dari bubur ayam"

LILBROTHER [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang