After

5.3K 332 70
                                        


"Apa yang paling Lo takutin dalam hidup?"

Manik hitamnya mengkilap terkena cahaya matahari, "Raden." Sahutnya cepat, seolah tanpa berfikir.

Seketika, mata bertemu dengan mata.

Suaranya memelan sayu, "dan kabar kematiannya."

Sang lawan bicara memutus kontak mata, kini teralihkan dengan ramainya orang orang dengan wajah bahagia, menekan suasana aneh di sekitar mereka berdua.

Telah selesai acara pelepasan siswa siswi SMA Rajawali di sore hari itu. Masing masing dari mereka memeluk buket dan hadiah dari sanak keluarga dan teman teman yang datang mengucapkan selamat. Papan bunga dan hiasan di aula laku keras sebagai latar foto. Musik instrumental piano menambah suasana haru, tapi juga bahagia.

Tapi, dua laki laki yang menojok ini berbeda.

"Well... Gue gak expect Lo bakal ngejawab itu."

Alisnya terangkat, "trus, apa?"

Remaja campuran Eropa-asia itu menggaruk tekuknya, "eum... Mungkin, gak lulus PTN?"

Ada ada aja.

"Yah..." Dia bersuara lagi, "waktu itu gila banget. Rasanya baru kemarin gue nyari nyari kakak OSIS buat minta tanda tangan. Hahaha, besok udah gak datang lagi ke sekolah."

"Rasanya terlalu sebentar-" dadanya sesak. Itu hal biasa untuknya. "Udah tamat, aja."

Ada jeda waktu yang cukup lama sampai terdengar balasan yang lain. "Waktu kita udah habis, cuy-" terdengar suara kekehan yang samar, "shit, kenapa jadi sedih gini?"

Buket mawar di tangannya sudah kusut, tidak peduli itu hadiah dari adik kelas yang diam diam suka padanya. Hatinya yang gundah, mempengaruhi senyum tipis manis itu. Sejak pagi ini tidak terlihat. Atau jika di perhatikan, sudah sejak berbulan bulan yang lalu.

"Prabu, mau kemana?"

Pemilik nama tidak jadi melangkah, kini bertatapan mata lagi dengan seseorang yang tak kalah banyak mendapatkan hadiah. Marcello Ximon.

"Pulang."

Marcel langsung menggeleng, ikut berdiri, tujuannya jelas, menahan tangan Prabu, "disini aja. Tunggu yang lain."

Tunggu siapa? Teman teman sekelasnya sudah bubar setelah berfoto tadi. Mendatangi keluarganya atau berbicara seru dengan teman teman di beda kelas, termasuk Gempar, Ola, dan Atla. Jadi hanya Prabu sendiri yang terus duduk di kursi depan aula ini.

"Siapa? Temen Lo?" Marcel mengangguk. "Gue balik aja, capek," sahutnya cepat.

Marcel mesih keukeh menahan tangan Prabu, "Lo gak tau aja, gue nunggu momen berfoto ini udah dari lama. Sabar bentar."

Decakan lolos. Seingatnya, Prabu tidak dekat dengan teman teman Marcel. Gama terlalu berisik, dia tidak suka dengan Pandu, sedangkan Fajar biasa biasa saja, dekat tidak, asing juga tidak.

"Lo telfon mereka, suruh cepet. Gue tunggu sepuluh menit."

"Iya, iya.." Marcel mengeluarkan handpone, sambil menunggu panggilan di angkat, Marcel berbicara, "ngapain buru buru pulang? Kalau bisa sampe malem disini biar gak rindu sama ni sekolah."

Lawan bicaranya itu mana mengerti. Suasana ini aneh. Dia sendirian, di saat yang lain di temani dan di rayakan.

"Dimana?"

Prabu memperhatikan Marcel yang berbicara lewat telfon.

"Hm, Prabu gak sabar. Minta pulang mulu."

Prabu memutar bola mata.

LILBROTHER [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang