39

3.1K 311 130
                                    

Cerita hanya fiktif, berdasarkan imajinasi, jika ada kesamaan tempat, nama, dan kejadian, hanya kebetulan semata.

•-•


Hujan, payung, lantunan ayat suci, dan suara tapak kaki menginjak tanah basah. Sama, seperti waktu itu.

  Kaisar Ali putro Agung telah berpulang, meninggalkan dua anak dan satu istri. Prabu menangis di pelukan Amelia, dan Raden di gendong ibu Fajar— Maryam, putri dari Asni, yang telah meninggal tidak lama setelah andong Hapsah.

  Setelah di antar sampai rumah, bang Cahyo yang sudah masuk SMA memeluk Raden dengan erat, "satu satunya penerus dari keluarga Putro tanah, huh?" Cahyo mencium kening Raden sedikit lama, "apapun dan kapanpun Mas Raden butuh sesuatu, bilang sama bang Iyo, keluarga Teungku Manap akan selalu membantu."

  Fajar yang berdiri di sebelah Raden memberikan sebuah kertas kecil yang di lipat lipat. "Di simpen."

  Cahyo tersenyum manis setelah menyadari kertas itu adalah doa doa yang di berikan almarhum T. Manap untuk anak cucunya. Dia menepuk puncak kepala Fajar, anak kecil itu tiba tiba memeluk tubuh Raden.

  "Loh? Adek kok nangis," Cahyo menarik tubuh Fajar lalu menepuk nepuk pundaknya. Mulut nya yang kecil berkerut tipis, dia menunjuk Raden, "kasihan.."

  "Kan ada kita, Mas Raden gak akan kesepian," dia menggendong Fajar, tidak lupa mengusap rambut Raden.

  Tidak lama, Maryam yang di panggil ibu dengan Raden dan Prabu datang, memberikan masing masing amplop berisi uang, setelah pelukan haru dan berpamitan, mereka pergi.

____

  Ternyata, tidak cukup hatinya yang merasa sakit, tubuhnya juga harus dapat bagian.

  Raden meringkuk, tubuhnya bergetar hebat di hantam tali pinggang berkali kali. Di sebelahnya, Amelia menggila, menumpahkan semua kekesalannya. Berteriak dan meraung tidak henti henti.

  Setelah mengantar Prabu yang terserang sesak ke rumah Bi Yus, Amelia kembali ke rumah, tiba tiba menyeret Raden yang menangis di dalam kamar, dan hal ini terjadi.

  "Kenapa kamu giniin mama? Kenapa gak sayang sama mama?! Kenapa gak mau buat mama seneng? Kenapa Raden... Kenapaaa... Kalau kamu pergi, mas Ali pasti mesih disini, Kalau kamu nolak pulang kemari, mas Ali pasti setuju… huhuhu Ali sayang kuu.."

  "AAAAAA!!!" Amelia menggerakkan tali pinggang itu dengan brutal, sampai memukul kepalanya sendiri dan dahinya pecah berdarah.

  Raden takut jika mulutnya mengeluarkan suara, Amelia semakin marah. Jadi, dia mengigit bibir untuk menahan suara, menggerang saat tali pinggang kembali memukul tubuhnya.

  "Huh... Huh... Huh..." Amelia mulai menangis lagi, menjatuhkan tali pinggang dan menutup wajahnya dengan tangan.

  Raden bergerak perlahan, seluruh tubuhnya bergetar, lantai keramik itu basah karena air matanya. Tidak merasa pukulan lagi, Raden menoleh ke arah Amelia yang menutup wajahnya dengan kedua tangan. Tiba tiba, di balik jari jarinya dia mengintip, bertemu mata dengan Raden, tangan nya perlahan turun, tersenyum begitu manis tapi tampak palsu.

  Hati Raden mendingin melihat itu, tubuhnya tidak bisa bergerak karena terlalu takut.

   Amelia berjalan ke sudut ruangan, di sebelah lemari kayu, ada perkakas rumah, dia kembali lagi, mengangkat kunci linggis, dan berjalan ke arah Raden, mesih tersenyum seperti tadi.

  "Kemari, sayang... Mama gak marah, kita main main yuk."

  "Maa..."

  "Ayo, ayo main sama mama, kita gak pernah main bareng kan, Raden? Hihihi."

LILBROTHER [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang