12

4.7K 473 17
                                    


  "Tuan Raden belum bisa di telfon?"

  Marcel menghela nafas gusar mendengar pertanyaan itu. Sudah satu jam lebih dia menelefon Raden dengan brutal, tapi satupun panggilan dan pesannya tidak di balas. Raden ngalahin artis ibu kota. Sibuk, ngilang ngilang gak jelas, dan banyak alesan. Sudah dua jam juga Marcel duduk di ruangan VVIP, salah satu ruangan di rumah sakit Cut Meuthia—rumah sakit terbesar di kota.

  Bukan tanpa alasan dia duduk di sofa dengan tubuh mesih di balut seragam SMA Rajawali. Tapi karena satu pesan dari Raden yang membuatnya tancap gas pulang sekolah. Raden mengirimkan chat berisi kalimat singkat, "rumah sakit Cut Meuthia, kamar VVIP Agung Family, Prabu disana"

  Setelah itu, Raden tidak bisa di kabari.

  "Belum bisa, Bu. Udah capek Arcel telfon. Ck, ah, dia gak bisa di harap emang" Marcel menggerutu, handponenya di lempar ke sisi sofa. Satu kaki di angkat, dia tiduran karena lelah duduk dengan posisi yang sama. Sekalian tangannya meraih plastik berisikan apel di meja pendek tidak jauh darinya.

  Merasa bosan, Marcel memutar mutar apel itu, sekalian menatap langit langit kamar yang tinggi dan dihiasi lampu indah nan terang. Puas melihat lihat sekitarnya, Marcel menoleh ke arah seseorang yang terpejam dengan tubuh di penuhi lebam dan ada beberapa bagian tubuhnya di perban. Meringis. Ngeri melihat banyak alat rumah sakit yang ada di sebelahnya, satu alat berbunyi memenuhi ruangan, suara itu membuat perasaan tidak tenang. Seumur umur, Marcel belum pernah dirawat dengan alat sebanyak itu.

  "Ibu, Prabu gak pa-pa kan?" Ibu, panggilan itu dari Marcel untuk Bi Yus. Wanita itu menipiskan bibir, matanya bengkak kemerahan karena terus menangis di doanya, berharap tuan muda kedua yang dia rawat membuka mata.

  "Sekarang udah gak papa, nak. Insyaallah udah sehat sehat aja, doain besok den Prabu sadar ya" Bi Yus mengelus ngelus rambut tebal Prabu penuh sayang dan hati hati, takut Prabu merasa sakit lagi. Hatinya teriris saat melihat luka luka di tubuh Prabu yang berakhir dengan warna biru keunguan. Lebam itu seperti corak di kulitnya yang putih dan seharusnya tanpa luka.

  "Pasti, Bu. Ibu tenang aja, Prabu itu kuat, segini doang gak ada apa apanya" padahal tadi, Marcel yang khawatir sampai gigit jari gak berani masuk kamar rawat, sekarang dia yang sok menenangkan.

  Sudah genap tiga hari Prabu di rawat, dan juga dua hari Raden tidak kelihatan batang hidungnya. Setelah menghajar Yoga seperti orang kesurupan, Raden hilang entah kemana. Marcel tidak mengantarnya sampai rumah, karena Raden bilang dia harus pergi untuk menemui seseorang. Melihat kondisinya yang pucat, lemas, dan muntah kemarin, Marcel kira, Raden tidak kelayapan dan langsung pulang kerumah setelah menyelesaikan urusannya. Tapi setelah mendengar cerita dari bi Yus kalau Raden tidak pulang, Marcel khawatir dan mulai mencari. Tapi tidak ada hasil.

  Marcel melirik jam dinding, sudah malam, dia bangkit berdiri, "ibu mau makan apa? Biar Arcel beliin" niatnya, setelah mengantar makanan, dia mau langsung pulang sekalian nyari Raden

  "Ibu gak makan ya, udah makan buah tadi" bi Yus menjawab dengan lembut. Dia sedang duduk di sebelah tempat tidur, tangannya tidak berhenti mengelus puncak kepala Prabu penuh sayang.

  "Arcel beliin bubur ayam. Jangan kemana mana, gak lama" Marcel sepenuhnya tidak peduli ucapan bi Yus. Dia tau, bi Yus hanya makan apel yang dia bawa tadi.

  Jaket hitam tebal sudah terpakai, helm sudah di tangan dan kunci motor masuk kedalam kantong, persiapan siap. Marcel melangkah santai ke pintu, sebelumnya dia berbalik, "kalau butuh apa apa, telfon aja"

  Perginya Marcel membuat suasana di ruangan putih dan besar itu di telan sunyi, hanya suara alat yang berbunyi teratur menemani bi Yus dan Prabu. Saat melihat wajah Prabu yang tertidur dengan tenang, hidung dan mata bi Yus kembali memanas.

LILBROTHER [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang