40

3.6K 329 95
                                    

 
Cerita hanya fiktif, berdasarkan imajinasi, jika ada kesamaan tempat, nama, dan kejadian, hanya kebetulan semata.

•-•


"Raden,"

  Pemuda tinggi itu menoleh, bertemu mata dengan raut wajah sahabatnya yang terkesan sedih. Fajar menggeleng, setelah melirik sejenak Raden yang membalut tangan kirinya dengan perban, dia melanjutkan, "tolong fikirin baik baik."

  Raden memutuskan kontak mata, dia bangkit berdiri meraih jaket hitam yang tergantung di dinding.

  "Lo belum sembuh, serahin aja semuanya sama tuan Agung, dia bakal bawa Prabu pulang, dan Lo bisa istirahat sampai sehat lagi. Utamain diri Lo dulu, den," Fajar mengerutkan alisnya. Raden memang keras kepala, tapi tidak pernah seperti ini, terlebih jika itu berhubungan dengan Prabu.

  Raden meliriknya sekilas, "Lo ngeremehin gue?"

  Fajar menghela nafas, "gak pernah, gue cuma khawatir sama Lo, dengan kondisi kayak gini, gimana cara Lo nyari dia? Ini udah jam 12 malam, di luar hujan, dan inget, den—" Fajar menarik lengan Raden.

  "Ayah Lo gak akan kasih bantuan apapun, dia gak peduli lagi sama Lo dan Prabu kalau Lo memilih cari Prabu sendiri."

  Raden menarik tangannya, "gue cari dia atau duduk diam disini, tuan Agung itu memang gak peduli sama Prabu."

  Fajar menghela nafas entah yang ke berapa kali, dia terus mengekori Raden yang membuka laci mencari kunci motor dengan matanya, "keselamatan kalian berdua terjamin."

  Raden berhenti bergerak, perlahan menoleh ke arah Fajar.

  "Tuan Agung mungkin tau Prabu ada dimana, hal mudah buat dia bawa pulang adek Lo. Dan coba Lo pikir, pergi ke China juga buat kebaikan Lo kan? Jauh dari segala hal buruk yang ada di sini, di sana Lo bisa jadi orang baru, tinggalin ketakutan Lo disini, keputusan tuan Agung itu buat kebaikan Lo, den."

  Fajar menarik nafas sejenak, "walau Lo gak akan kembali lagi ke sini, tapi setidaknya di sana Lo bisa bahagia."  Fajar tersenyum tipis, menepuk pundak Raden pelan.

  Raden mendekat, pupil hitamnya bergerak cepat, entah kenapa terlihat semburat merah tipis di pipinya yang pucat, "sekarang gue tanya, apa yang Lo rasain saat bang Iyo meninggal?"

  Pertanyaan spontan itu sukses membuat Fajar tersentak. Kontak mata mereka putus karena Fajar lebih memilih memandangi jendela yang tertutup kain gorden, "kosong, hampa, dan…, kesepian."

  Sudut bibir Raden naik, "ada rasa bahagia disana?"

  Fajar langsung menoleh ke arahnya, mulutnya kaku tidak mampu menjawab. Ekspresi puas Raden mesih bertahan, "gak boleh pulang ke sini, putuskan semua hubungan, jadi orang yang baru, walau tuan Agung itu mati, peraturan ini mesih berlaku. Menurut Lo, gue bisa hidup? Lebih baik gue pergi cari dia dengan usaha gue sendiri, walaupun mati, setidaknya gue udah mencoba pertahanin apa yang mesih menjadi milik gue," Raden menepuk pundak Fajar dan berlalu pergi keluar dari kamar.

  Fajar telat mengejarnya, dia terus memanggil tapi pemuda itu berjalan lebih cepat dengan kokoh dan tanpa rasa takut. Fajar tau dia tidak akan bisa menghentikan tekad nya. Di atas motor merah sudah duduk Raden dengan tampang serius.

  Tiba tiba dadanya berdenyut sakit melihat Raden mengendarai motor keluar dari rumah. Sambil terus memandangi, tanpa sadar Fajar berucap, "perasaan gue gak enak, den."

___

  Disini Marcel berada, rumah kayu bercat putih dengan halaman luas. Si pengirim bangsat itu mengirimkan alamat rumah ini dan karena buru buru pergi, dia lupa menghapus pesan itu di handpone Raden, semoga temannya itu sudah tidur.

LILBROTHER [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang