Kertas dan Putih

911 32 7
                                    

Assalamu'alaikum warahmatullah.
Jangan lupa follow terlebih dulu ya sebelum baca.
Komen dan vote, untuk meninggalkan jejak kalian.
luv u❤️.
.
.
.
***

"Banyak sakit tentang melepaskan yang sudah kutempuh jauh sebelum mengenalmu, tapi mengapa melepaskan kali ini jauh lebih sakit setelah mengenalmu?"

-Ahmad Agam Baihaqi-

***

Ia adalah Ahmad Agam Baihaqi, ia merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Usianya kini menginjak 22 tahun, 3 tahun di atasnya adalah usia kakak perempuan satu-satunya yang begitu di sayangnya setelah Umi, Zahra.

Ia dulunya adalah santri dari pesantren yang ada di Demak, ia memutuskan untuk pulang dari pesantren tempatnya menimba ilmu di usia 19 tahun, karena ia ingin membantu Abinya yang sibuk mengurus para santri di pondok pesantren milik Abinya sendiri. Dulu masih ada Zahra yang masih bisa membantu Abi. Karena Zahra harus melanjutkan kuliahnya S2 di Kairo, Mesir, mau tidak mau ia yang harus menggantikan Zahra.

"Kang Wafa, Kang Adi dimana ya?" tanya Ahmad melihat Wafa sedang membersihkan kaca mobil milik Abinya.

"Loh, Gus Ahmad. Sejak kapan pulangnya? liburan, Gus?" Kang Wafa terkejut. Wafa adalah supir pribadi Abi. Dulunya Kang Wafa adalah salah satu santri yang selalu bermain dengan Ahmad sejak kecil selain Kang Adi

"Tidak liburan, Kang. Aku udah boyong dari pesantren," jawab Ahmad seadanya.

"Oh begitu, Abuya pernah cerita ke saya. Saya kira tidak jadi, eh ternyata Gus Ahmad udah pulang. Kang Adi ada di depan, Gus, mau saya panggilkan?" tawar Wafa.

"Iya, minta tolong ya, Kang. Suruh anterin pakaian yang saya minta kemarin, soalnya mau saya pakai hari ini ada jadwal badal Abi."

"Oh iya, Gus. Mungkin ada lagi yang mau saya sampaikan ke Kang Adi?" tanya Wafa lagi, Ahmad hanya menggeleng dan melenggang pergi ke kamarnya.

Lima belas kemudian, pintu kamarnya terketuk pelan. "Assalamu'alaikum, Gus ... Saya Adi,"

"Masuk saja, Kang!"

Adi datang dengan membawa pakaian yang di pintanya. Sarung hijau lumut, koko putih bersih, songkok hitam dan sorban putih bercorak kuning keemasan dan hitam yang apik.

"Ini, Gus. Gus, tadi saya di minta Abuya untuk memberitahu Gus Ahmad segera berangkat. Soalnya, saat Abuya berangkat, para santri sudah banyak di aula utama menunggu Gus Ahmad," tutur Adi.

"Taruh kasur saja, Kang. Iya, setelah ini saya berangkat. Kamu tolong ikut dengan saya, soalnya tidak mungkin saya sendirian." Pinta Ahmad kepada Adi

"Iya, Gus. Kalau begitu saya keluar, Gus." Ahmad hanya mengangguk dan segera mengganti pakaiannya setelah melihat Adi yang sudah keluar dari kamarnya.

Adi memaklumi sikap Gusnya itu, karena siapa yang tidak kenal Gus Ahmad ini. Ia paling anti dengan perempuan, bahkan dengan sesama lelaki saja ia bersikap acuh, kecuali dengan keluarga dan orang yang memang dekat dengannya seperti Kang Wafa dan Kang Adi.

***

Aula sudah di penuhi dengan para santri putra maupun putri, meskipun begitu masih ada satir pemisah antara santri putra putri dan di pojok depan belakang satir ada pengurus ndalem yang menjaganya.

Ahmad mencoba menetralkan detak jantungnya. Hari ini ia pertama kalinya mengajar para santriwan santriwati di aula utama pesantren untuk menggantikan Abi. Awalnya ia menolak halus, karena ia biasanya hanya mengajar para santri putra tapi kali ini harus terdapat gabungan dengan santriwati.

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh

"Baik, saya di sini hanya menjadi pengganti dari Abi untuk mengajar kalian semua. Tolong dengarkan baik-baik, saya tidak suka dengan kegaduhan." Ujar Ahmad.

Ahmad mulai membacakan makna kitab di depannya, dan para santri mulai menuliskan semua yang di katakan oleh Ahmad. Sesekali menjelaskan apa yang di maksud kitab tersebut dengan hati-hati.

Para santri mendengarkan dengan seksama apa yang di terangkan oleh Ahmad. Ahmad melihat seorang santri putra masih kecil menahan kantuknya karena mendengarkan penjelasannya. Melihatnya, Ahmad tersenyum tipis, sangat tipis bahkan mungkin mereka tidak menyadarinya.

"Jadi kesimpulan dalam kitab ini di jelaskan,
Jangan menyukai sesuatu yang dengan berlebihan, itu membuat kecil kemungkin untuk terkabulkan. Tetapi jika kita tidak begitu menginginkannya, sesuatu itu justru akan besar kemungkinan untuk terkabulkan. Dunia ini sesungguhnya adalah permainan. Jadi prioritaskan sesuatu yang mana harus di prioritaskan, jika di situ ada keyakinan maka di situ jugalah ada kenyataan akan keberhasilan." Terang Ahmad.

"Ada yang di tanyakan?"

"Tidak, Gus." Jawab para santri serempak.

"Kalau begitu saya akhiri untuk hari ini, semoga bermanfaat. Wassalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh," Ahmad bangkit dari duduknya dan mengangguk kepada Adi memberikan isyarat untuk Adi ikut di belakangnya.

"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh."

Di perjalanan ke ndalem, Ahmad melihat seorang santriwati berkerudung putih memunguti kertas-kertas yang berserakan. Entah Ilham dari mana, Ahmad berhenti dan mengambil kertas yang ada di bawah kakinya dan memberikannya kepada santriwati tersebut.

"Maaf, Gus." Katanya sembari tersenyum tipis.

"Senyum itu, kenapa membuat jantungku berdegup kencang? astaghfirullah."

Ahmad mengernyit bingung setelah melihat santriwati tersebut melenggang pergi dari hadapannya, ia tidak pernah melihat santriwati itu sebelumnya.

"Dia siapa, Kang? sepertinya santri baru" tanya Ahmad pada Adi di belakangnya.

Adi mengangguk, "Itu Azani, Gus. Adiba Marcellia Azani,"

"Azani? siapa?"

"Santri baru, masih 8 bulan di sini. Tapi Umi memintanya untuk menjadi pengajar, Gus. Dia baik, sholehah, murah senyum, dan banyak juga yang mengatakan kalau dia adalah satu-satunya santri putri yang sudah rampung dari hafalan Al-Qur'an 30 juz di pesantren ini." Jawab Adi.

Ahmad termangu mendengar jawaban dari Adi. "Bisa tolong carikan datanya? setelah isya berikan pada saya"

Adi tersenyum menggoda Ahmad, baru kali ini ia melihat respon Ahmad terhadap santri putri. "Hm, iya nanti saya carikan, Gus."

Ahmad mengerti di balik senyuman Adi, ia mendengus kesal. "Jangan berpikiran yang bukan-bukan, Kang. Siapa tahu bisa menggantikan Mba Zahra untuk membantu menjaga hafalan santri putri, Kang." Jelasnya.

Adi terkekeh pelan, tidak ada pilihan lain Adi hanya mengangguk dengan apa yang di minta Gus muda tersebut.

"Rasa apa ini, Tuhan. Mengapa hatiku tidak nyaman melihat santri putri tadi? aku bahkan belum pernah merasakan ini sebelumnya"

***

Kediri, 31 Juli 2023

Uhuy, ada apa dengan Gus Ahmad gais?
Jangan-jangan?
Tenang-tenang, semuanya di atur kok.
Sampai jumpa di chapter selanjutnya ...
luv u!

Amor [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang