Assalamu'alaikum
Follow dulu sebelum baca
Jangan lupa vote dan komen
luv u!
.
.
.***
"Sekuat-kuatnya aku menggenggam tidak akan merubah takdir untuk merenggut dirimu dariku. Dan sebaik-baiknya aku menjaga hatiku untukmu tidak akan pernah bisa melarang yang datang jika itu sudah Allah tuliskan dengan terang."
-Adiba Marcellia Azani-
***
"Assalamu'alaikum,"
"Wa'alaikumsalam! Zani! akhirnya yang di tunggu-tunggu datang juga." Ujar Anisa.
Aku melihat ketiga sahabatku tengah duduk santai di depan lemari mereka. Anisa, Zida dan Nur. Mereka buru-buru berlari ke arahku dan memelukku erat.
Setelah sesi pelukan di depan pintu kamar, mereka mengajakku duduk di dekat kasur Anisa.
"Gimana liburan kali ini?" tanya Anisa padaku.
"Alhamdulilah ... Kalian bagaimana? seneng pastinya,"
"Alhamdulilah juga." Jawab Nur
"Kamu lama banget sih ke kamarnya?" tanya Zida sembari membuka camilan di tangannya.
"Iya ... Soalnya tadi ke ndalem dulu," jawabku.
"Emangnya Abuya sama Umi ada?. Soalnya tadi aku lihat Kang Wafa lagi nyuci mobilnya Abuya, biasanya kalau seperti itu Abuya mau keluar." Jelas Zida.
"Mungkin memang mau keluar."
"Eh kalian tahu gak? aku tadi ketemu Gus Ahmad loh, makin ganteng ya setelah kita lama di rumah" kata Nur dengan mulut yang terpenuhi makanan.
"Telen dulu baru ngomong!" peringat Anisa dengan menatap Nur nyalang.
"Iya loh, memang aura calon pengantin keluar banget." Tutur Zida.
"Loh siapa yang mau nikah?" tanyaku.
"Kuharap itu bukan kamu, Gus."
"Gus Ahmad." Jawab Zida.
Deg!
"Sesakit ini? secepat ini? bukankah janji itu kamu berikan padaku, Gus? lantas mengapa kamu wujudkan bukan kepadaku?. Bahkan semuanya terjadi dalam satu waktu, kamu berusaha menyakinkan tapi kau juga yang kini akan meninggalkan." Batinku.
"Sama siapa? kok kamu tahu, Zid?" tanya Anisa.
"Jadi, kemarin aku sama Nur balik duluan. Aku sama Nur ke dapur ndalem bantuin Umi, di situ Umi cerita. Aku sih tidak tahu namanya, Umi cuma bilang putri pemilik pesantren sekaligus anak teman masa kecilnya Abuya. Dan parahnya lagi mereka ternyata masih satu marga dengan Baihaqi, seluruh keluarga besar Abuya." Jawab Zida.
"Wah, itu sudah pasti cantik!" seru Anisa.
"Kemarin Umi juga menunjukkan fotonya, cantik sih menurutku, tapi kalau di lihat-lihat lebih cantik Azani deh. Jadi, menurutku Gus Ahmad lebih baik sama Azani, ya gak?" ucapan Nur membuatku semakin bungkam.
"Sekuat-kuatnya aku menggenggam tidak akan pernah bisa merubah takdir untuk tidak merenggut dirimu dariku, Gus."
"Bukankah sudah sepantasnya seorang Gus mendapatkan seorang Ning? begitu pula sebaliknya. Tidak ada salahnya mereka satu marga justru itu lebih baik, meskipun mereka di jodohkan." Ujar Zida.
"Sebesar apapun rasa cintaku padamu tidak akan bisa merubah keputusan kedua orang tuamu, Gus. Semuanya sudah berakhir, biarkan aku dengan jalanku, dan kamu dengan pilihan orang tuamu."
"Kita hanya bisa mendoakannya yang terbaik semoga di lancarkan sampai harinya, sakinah mawadah warahmah." Sambung Nur.
"Menurutku, kenapa tidak dengan pilihannya sendiri secara beliau seorang laki-laki pastinya mempunyai pilihan sendiri." Tutur Anisa.
"Terpilihnya pilihan pastinya sudah mengeliminasi pilihan-pilihan lain. Tidak hanya perempuan, mau laki-laki sekalipun tidak akan ada kuasa jika itu pinta orang tua. Karena sejatinya sampai kapanpun anak laki-laki tetap milik ibunya," sahutku dan kembali terdiam.
Tak ada percakapan selanjutnya selama beberapa menit kemudian, mereka sudah sibuk dengan pikirannya masing-masing.
Drtt Drtt
Aku buru-buru mengambil ponsel dari dalam tasku. Tertera nama mama dan aku segera mengangkatnya.
"Halo assalamu'alaikum, iya Ma?"
Aku mendengar suara Mama dari sebrang. "Iya Zani kesana. Assalamu'alaikum, Ma"
Setelah menutup telepon aku berpamitan pada ketiga sahabatku dan pergi ke ndalem menemui Mama yang mau pulang bersama Bang Faiz.
***
Aku mencium tangan kanan Mama dan memeluknya erat. Ingin aku memberitahu apa yang sebenarnya terjadi padaku, aku ingin mengatakan semuanya. Tapi apalah daya, semua hanya mampu kupendam sampai waktu memang memintaku untuk bicara.
"Kamu betah-betah di sini, udah tinggal 2 bulan." Pesan Mama dan hanya kuangguki pelan sembari merenggangkan pelukan dengan Mama.
Aku berganti menghampiri Bang Faiz yang berdiri jauh dari Mama dan menatapnya lama, Bang Faiz tiba-tiba merentangkan kedua tangannya sebagai tanda untuk aku segera memeluknya.
Aku berlari pelan dan memeluknya erat. "Kenapa? ada yang mau diceritakan?" tanyanya berhasil membuatku meneteskan air mata. Hatiku sesak, sakit begitu luar biasa.
"Tidak, Bang. Tidak sekarang," jawabku lirih.
"Yasudah Abang besok kesini lagi, ya? sekarang Mama sama Abang balik dulu, dek." Kata Bang Faiz sembari melepaskan pelukannya dan menghapus air mataku.
"Janji ya, Bang?"
Bang Faiz tersenyum dan mengusap pucuk kepalaku lembut, "Iya ... Besok cerita."
"Loh ... Kok nangis? Kamu apakan adikmu, Faiz?" tanya Mama khawatir karena melihatku menangis.
"Bang Faiz nakal, Ma" aduku bohong. Maafin Azani ya, Ma.
"Abang ... Ingat umur, Bang" kata Mama membuat Bang Faiz menatapku tajam.
"Iya, Ma."
"Yasudah Mama pulang dulu, ya?"
"Iya, Ma. Hati-hati. Bang, bawa mobilnya hati-hati ingat bawa Mama!" peringat ku pada Bang Faiz.
"Iya bawel." Bang Faiz dengan tangannya mencubit pelan pipi kiriku.
"Aww ... Sakit, Bang!"
"Aduh sakit ya? Maaf ya, dek"
"Ma ... Bang Faiz nakal," aduku.
"Dih, tukang ngadu!"
"Biarin, wle"
"Sudah-sudah kalian ini tidak di rumah tidak di sini bertengkar terus. Faiz, ayo pulang." Kata Mama.
Aku melepas tas selempang yang berisi ponsel dan memberikannya kepada Mama. "Ma, ini ada ponselnya Zani. Jangan dikasih Bang Faiz nanti di pake lagi,"
"Oh oke bakalan Abang pake hp kamu dek, sekalian lihat apa dalamnya tuh ponsel."
Kutatap tajam Bang Faiz yang masih dengan gelak tawanya itu.
"Canda, dek."
Bang Faiz mulai menjalankan mobilnya pelan setelah Mama masuk mobil. Mobil Bang Faiz keluar dari pesantren dan aku berjalan kembali ke asrama putri.
"Maaf ... Bisa bicara sebentar-"
***
Kediri, 14 Agustus 2023
Assalamu'alaikum semuanya.
Bagaimana part kali ini?
Maaf banget ya update lama banget
Kalau rame nanti aku up ceritanya satu minggu dua kali deh.
Jangan lupa follow komen dan vote yuk
luv u!
KAMU SEDANG MEMBACA
Amor [Terbit]
Teen FictionBagaimana rasa dicintai seorang Gus sedangkan hanya santriwati biasa? Semuanya akan menjadi tentang waktu dan rasa. "Bukankah jauh hari saya katakan untuk menungguku? Beri saya waktu untuk menjadikanmu satu-satunya wanita yang berjalan bersama saya...