Rumah selain Bangunan

773 27 0
                                    

Assalamu'alaikum warahmatullah
Selamat membaca
Jangan lupa follow komen dan vote
Bantu tandai typo yuk
luv u
.
.
.

***

"Mencium tangan wanitamu bukanlah membuat rendahnya derajatmu, melainkan semakin diangkatnya tinggi derajatmu."

-Adiba Marcellia Azani-

***

Selepas sholat isya, Farhan dan Azani memilih untuk di kamar karena Papa Mama, Faiq dan Faiz harus pergi keluar kota dua hari untuk menghadiri acara teman Papa dan Mama.

Awalnya keluarganya mengajak untuk ikut, tapi Azani memilih untuk tidak ikut karena harus ke rumah orang tua suaminya, mereka pun memakluminya.

Farhan sedari tadi tiduran di paha sang istri. Azani tengah bermain ponselnya sesekali tersenyum tipis membuat Farhan kesal karena dicuekin istri cantiknya itu.

"Sayang, kok dicuekin sih ih," ucap Farhan cemberut.

Azani tidak menjawabnya hanya mengusap rambut Farhan lembut tanpa menatap suaminya yang kesal kepadanya.

Farhan bangun dan pindah berbaring di ranjang. Azani meletakkan ponselnya di sofa sembari langsung menghampiri suaminya yang tengah merajuk itu.

"Mas," panggil Azani mengusap bahu Farhan yang membelakanginya itu.

"Kenapa? kamu marah?" tanya Azani tanpa ada jawaban dari sang suami.

Ia pun memilih beranjak untuk keluar kamar melihat respon yang diberikan oleh suaminya itu. Tidak lebih dari selangkah, lagi-lagi Farhan merengek seperti anak kecil yang tidak mau ditinggal ibunya.

"Ih sayang," rengek Farhan.

"Apa lagi sih, mas? tadi aku tanya kenapa kamu malah diem aja," Azani memutar bola matanya malas.

"Mas ditinggalin, hiks," ucap Farhan mulai terisak.

Mode manja on.
Azani terkekeh kecil melihat tingkah manja seorang Gus terkenal cuek itu, siapa lagi kalau bukan suaminya. Ia pun kembali duduk di ranjang dan mengusap kepala Farhan lembut.

"Sini-sini peluk sayangku ya Allah, tadi aku mau ke depan mas buat kunci pintunya."

Dengan sigap Farhan bangun langsung melingkarkan tangannya di pinggang ramping istrinya dan menenggelamkan kepalanya di ceruk lehernya.

"Manja ternyata," kata Azani tersenyum.

"Sama kamu doang sayang."

"Di luar aja cueknya minta ampun, apa lagi di kelas, udah galak, pembawaannya tegang mulu,"

Farhan hanya membalasnya dengan gumaman sambil menikmati bau parfum istrinya.

"Sayang, jangan ganti parfum ya soalnya aku suka banget." Ujar Farhan di angguki Azani.

"Mas?"

Farhan merenggangkan pelukannya dan menatap sang istri lekat, "Kenapa sayang, hm?" tanyanya.

"Kita ke rumah Abi sama Umi kapan mas?"

"Rencananya besok pagi, bagaimana?"

Azani mengangguk, "Boleh, sekalian bawa sesuatu mas buat Abi sama Umi."

"Iya sayang."

"Mas aku boleh tanya sesuatu?"

Farhan mengerutkan keningnya, "Tanya apa sayangku, hm?"

"Mas kenapa milihnya aku jadi istrinya mas? kan banyak tuh ning-ning anak dari temennya Abi atau Umi, di pesantren juga banyak ustadzah muda, sementara aku hanya santriwati biasa di pesantren bukan ning, mas,"

"Terus kenapa? mas milihnya kamu, mas cintanya cuma sama kamu. Istri mas cuma satu yaitu kamu," tutur Farhan mencium kedua tangan Azani.

"Semoga tidak ada dua surga di rumah tangga kita," balas Azani.

"Saya tidak mungkin tega menyakiti ataupun mengkhianati kamu."

"Mas mau tahu dong ceritanya ijab qobul waktu di masjid itu,"

"Yakin mau tahu?" tanya Farhan dibalas anggukan Azani cepat.

"Mulai dari awal ya, sejujurnya saya sudah mencintai kamu sejak awal kita bertemu, di saat kamu marah-marah karena saya tabrak," Azani mencoba mengingat-ingat dan selanjutnya mencubit lengan Farhan.

"Aduh sakit sayang," Farhan mengusap tangannya karena cubitan yang ia dapat dari istrinya itu.

"Lagian mas yang nabrak mas yang marah-marah gak jelas banget jadi orang, mana aku udah telat lagi gara-gara ketiduran, ih kesel banget." Ucap Azani menghayati bagaimana kesal dirinya dulu.

"Kamu juga tidak hati-hati,"

"Udah kesel banget, eh tau-tau ternyata yang nabrak aku sama dengan orang yang ngajar kelas pertama aku, sekalinya masuk dapat pertanyaan banyak banget lagi," terang Azani meluapkan kekesalannya dulu.

Farhan tertawa melihat ekspresi sang istri. "Salah kamu sendiri, udah tahu ada gurunya malah muka di tutup dengan buku,"

"Terus kenapa mas melamarku tanpa memberitahu aku di pondok?" tanya Azani penasaran.

"Saya sebenarnya sudah menyiapkan semuanya jauh-jauh hari, saya melamar kamu empat hari sebelum hitungan hari ulang tahun kamu, jadi pas ulang tahun kamu itu saya melangsungkan akad di masjid itu.

Itu terjadi begitu cepat, saya datang ke rumah kamu dan Papa meminta saya untuk ikut jamaah sholat Jum'at di masjid. Sepulangnya saya hanya berpikir mungkin Papa sudah mendapatkan jawaban dari istikharahnya dan Abi Umi meminta saya untuk banyak-banyak berdoa.

Tiga hari berlalu, saya berangkat ke masjid sebagaimana Papa kamu minta. Selesai jamaah, saya berniat untuk pulang tapi tiba-tiba Papa memberikan jawaban dan meminta saya bukan untuk melamar kamu, tapi menikah dengan kamu hari itu juga." Jelas Farhan.

"Terus mas kenapa gak nolak? itu terlalu terburu-buru loh," tanya Azani heran.

"Terburu-buru? saya sudah merayu penciptamu untuk mendapatkanmu sudah tiga tahun itu masih kurang? masih terburu-buru?" Azani bungkam.

"Maaf kalau saya tidak meminta persetujuan kamu terlebih dulu,"

"Tidak mas, aku sudah ikhlas dengan pernikahan ini. Tolong jangan tinggalin aku, bimbing aku untuk menjadi istri sholihah untuk mas. Terimakasih sudah bersedia menjadi imam surga aku, mas," ucap Azani tak terasa sudah meneteskan air mata.

"Mas yang harusnya berterima kasih kepada kamu, sudah bersedia menjadi istri mas yang seperti ini. Tetap sama mas, temani mas, sayang. Terima kasih banyak, sayang. Ana uhibbuka fillah, zaujati." Farhan menarik lembut Azani ke dalam pelukannya dan mencium keningnya lama.

"Kamu, adalah anugerah terindah dari Allah setelah banyaknya air mata yang berlinang. Pelukanmu adalah pelukan ternyaman setelah banyaknya luka yang tak berkesudahan."

***

Kediri, 2 September 2023

Oke segini dulu
terimakasih sudah mampir

Amor [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang