*Bab ini masih menggunakan pembaca layar, mohon maaf jika kurang rapi.*
Beberapa hari telah berlalu sejak mereka telah memulai kerja sama. Semenjak Al ikut membantu, penelitian Alexia berjalan sedikit melambat tapi itu juga mulai perlahan mendapat kemajuan, itu semua dilakukan oleh Alexia agar Al bisa mengatur jadwal antara menjalankan misi dan ke akademi, lalu yang terpenting lagi adalah menjaga kondisi mata Al tetap baik.
Hari ini Al tidak mengambil misi, sehingga dia memutuskan pergi membantu Alexia, dia berangkat di jam siang seperti biasa. Ketika suara ketukan pintu terdengar di ruangannya "Siapa itu?" tanya dia dengan penasaran.
"Ini aku." jawab seseorang di balik pintu, Alexia yang mengenal suara itu langsung membalas dengan ceria, seolah dia telah menunggunya "Oh itu kamu, masuklah Al!"
"Permisi." Al memasuki ruangan, lalu menatap Alexia yang telah mempersiapkan peralatannya "Selamat siang, seperti biasa kamu sangat rajin ya." katanya dengan senyum ramah.
Alexia memberhentikan tangannya dan menyambut Al "Selamat siang Al." balas dia dengan senyum senang "Cepat kemarilah lihat ini."
Al menutup pintu dan menuju meja tengah, dia tidak perlu berdiam diri untuk memproses matanya karena dia sudah rutin mengunjungi Alexia, tapi dia tetap berjalan berhati-hati. "Ini.?" tepat di atas meja adalah gulungan sihir yang akan dikerjakan Alexia, tetapi ada yang berbeda "Kenapa warnanya cokelat?" tanya Al dengan penasaran.
"Yup benar." Alexia mengangguk puas "Aku meminta ke akademi agar merubah warna kertas gulungan sihir." jelas dia.
"Apa itu tidak apa?" tanya Al menatap gadis di depannya, dia khawatir itu membutuhkan banyak biaya.
"Itu tidak apa, apa kamu ingat dua hari lalu kita kehabisan bahan untuk gulungan?" Al menganggukkan kepala sebagai jawaban "Jadi aku segera menghubungi kepala sekolah untuk meminta ijin merubah warna kertas gulungan." jelas Alexia dengan lancar. Sehingga mulai saat ini kertas akan berwarna cokelat yang cukup terang, lalu di atasnya formula sihir ditulis dan digambar dengan warna hitam.
"Jadi kenapa kamu tiba-tiba mengganti warnanya?" tanya Al sekali lagi.
"I--itu." kini Alexia tidak dapat menjawab secara langsung "Itu biar lebih menarik perhatian." gumam Alexia, dia memalingkan wajahnya. Jawaban Alexia adalah bohong, yang sebenarnya dia sengaja tidak meminta stok gulungan sampai akhir dan mengganti warna, itu semua dilakukan Alexia demi Al, karena dia mengetahui bahwa Al memiliki masalah dengan warna putih.
Di sisi lain, Al sudah sedikit mengenal gadis dihadapannya, sehingga dia mengetahui bahwa Alexia tidak pandai berbohong "Terima kasih banyak." ucap Al dengan senyum lembut.
"Apa maksudmu?" balas Alexia cemberut karena malu.
Beberapa saat kemudian mereka mulai bekerja, Alexia sebagai peneliti utama, dia mengurus semua pembuatan, mulai dari mencari formula yang tepat, menggambar dan menulisnya di gulungan. Sementara itu, Al adalah seorang penguji coba, dia bertugas untuk mencoba gulungan yang telah diselesaikan Alexia, tapi sekarang bukan gilirannya, sehingga dia hanya membantu mencari peralatan yang dibutuhkan atau menulis laporan penelitian.
Waktu berjalan cukup cepat tanpa disadari Al memanggil Alexia "Sebaiknya kamu berhenti." tegur Al. Alexia yang baru menyelesaikan gulungan dan akan mengambil kertas yang baru, terhenti oleh ucapan Al "Eh, kenapa?" jawab dia dengan terkejut.
"Sebaiknya kamu istirahat." ucap Al sambil melirik sebelah kirinya, di sana sudah ada 10 gulungan yang telah selesai. Alexia mengikuti tatapan Al dan terkejut "M--maaf, aku tidak menyadarinya." jawabnya dengan malu-malu, itu adalah kebiasaan buruk Alexia yang terlalu larut dalam penelitian.
Alexia mereganggkan kedua tangannya ke atas untuk melepas rasa lelah yang menumpuk "Waktunya kita beristirahat kalau begitu." dia sedikit menguap di akhir. "Kamu bilang kita, tapi kamu lah yang banyak bekerja." ucap Al dengan senyum pahit. "Jangan bilang begitu." Alexia menggelengkan kepala "Dengan adanya kamu, penelitianku akhirnya ada kemajuan, lagi pula ... itu menyenangkan saat meneliti bersama." Alexia menatap Al dan memberikan senyum lembut. "Jika kamu bilang begitu.." Al memalingkan wajah, tak dapat meneruskan kata-katanya.
"Apa kamu mau minum teh?" tawar Alexia, dia berjalan menuju dapur. "Teh? boleh juga, seperti biasa ya." jawab Al menatap Alexia kembali.
Sesuai janjinya, Al telah memberi tahu Alexia tentang kondisi matanya, termasuk adaptasi yang Al lakukan hingga hari ini. Contohnya saat meminum sesuatu, dia tidak pernah mengisi cangkir terlalu penuh, kenapa begitu? kondisi mata Al yang telah kehilangan setengah penglihatannya dan mempengaruhi dalam bergerak, Al terkadang tidak sadar saat minum, cangkirnya sedikit miring dan akhirnya tumpah. Itu sebabnya Al sedikit menyisakan sedikit ruang di cangkir, sehingga saat cangkirnya miring itu tidak tumpah "Sedikit gula dan tidak terlalu penuh, kan?" ucap Alexia perhatian.
Al menganggukkan kepala dan berdiri "Kalau begitu aku akan pergi mencari sesuatu untuk di makan."
15 menit kemudian, Al kembali ke ruang penelitian dengan membawa beberapa roti.
"Maaf aku sedikit lama, tadi kantin ramai.." saat Al memasuki ruangan, dia melebarkan matanya. Bukan bola cahaya yang menyerang kali ini, tapi sosok gadis cantik yang tertidur di atas kedua tangannya yang terlipat. Al menuju meja tengah dan menaruh roti di sana, dia lalu berjalan ke arah gadis itu secara perlahan.
"Kenapa dia bisa tidur dengan posisi duduk seperti ini.." Al terheran menatap gadis di depannya, tapi dia juga terpesona oleh wajah tidurnya. Al pun mengulurkan telunjuknya hendak menyentuh pipi itu, tapi dia mengurungkannya dan menarik kembali tangannya. Dia lalu mengambil teh yang telah disiapkan dan duduk di sofa.
"Ini sudah dingin, tapi--" Al menatap wajah tidur Alexia "Ini tidak buruk." kata Al setelah meminum tehnya, senyum bahagia terlihat di wajahnya.
Pemandangan itu hanya berjalan 10 menit, tapi itu sudah cukup bagi ingatan Al untuk direkam. "Hhmm." Alexia sudah sedikit kembali sadar dan melihat sekitar "Al? kamu sudah kembali?" ucapnya setelah menguap sekali.
"Selamat pagi Alexia." ucap Al dengan bercanda.
Mata Alexia berkedip berkali-kali mendengar jawaban Al, dia kemudian memproses pikirannya dan segera berdiri dari kursinya "Apa kamu melihatku tidur?" tanyanya dengan nada tinggi dan wajahnya merah padam.
"Berarti kita sudah seri." jawab Al dengan tertawa kecil.
"I--itu tidak adil!" Alexia memalingkan wajah dan mengembungkan pipinya.
(Aahhh kenapa aku selalu lengah jika bersamanya!) teriak Alexia dalam pikirannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
10% Vision
RomanceAl menderita penyakit misterius yang menyebabkan penurunan fungsi penglihatannya secara drastis, hingga mata kanannya tidak bisa melihat lagi. Penyakit itu juga membuat dia dikucilkan oleh lingkungan sekitar, bahkan ejekan dari mereka tidak luput di...