Bab 42 : Full Attack!?

13 3 0
                                    

*Bab ini masih ditulis menggunakan TalkBack, mohon maaf jika kurang rapi.*

Seminggu telah berlalu sejak hari penyerbuan, tubuhku sudah pulih sepenuhnya, dan mataku tidak mengalami penurunan. Ini karena aku menghabiskan waktu itu di rumah saja, tidak melakukan misi apapun, atau lebih tepatnya aku dilarang meninggalkan rumah.

Saat aku memberitahu Alexia bahwa aku sempat pingsan, dia menjadi sangat khawatir, dan akhirnya aku disuruh tetap di rumah untuk beristirahat lebih lama. Bahkan ketika waktu pindahan Marin ke Asrama tiba, aku tidak diperbolehkan membantunya, jadi aku hanya mengantarnya sampai depan rumah.

Ngomong-ngomong, Leon juga menjengukku beberapa kali. Karena aku tidak bisa mengikuti pertemuan pasca penyerbuan, dia sekalian membagikan informasi  itu padaku, dan yang mengejutkan, aku mendapat upah sangat banyak. Ketika aku mengkonfirmasi apa ini tidak salah, dia menjawab "itu sesuai dengan kontribusi yang kau berikan."

Aku bersyukur, dengan ini, aku bisa memberikan sebagian untuk orang tuaku, lalu menabung sisanya. Informasi yang lain adalah tentang korban, untungnya tidak ada yang meninggal, dan hutan sudah aman dari gerombolan monster. Itu sebabnya aku hari ini mengambil misi di guild.

"Al, apa ini tanamannya?"

Alexia, yang ada di dekatku, mencari jamur di area sekitar bawah pohon tanpa rasa jijik di wajahnya, tangan putihnya sekarang kotor karena tanah. Dia bersikeras ikut denganku membantu, meski aku sudah bilang baik-baik saja jika sendirian.

"Ya, itu dia," jawabku sambil mengambil tanamannya.

"Aku mengerti." Dia tersenyum lega, kemudian kembali mencari jamur.

Kini Alexia menggunakan pakaian layaknya seorang arkeolog, berwarna cokelat, berlengan panjang seperti biasa, serta topi bundar untuk melindungi wajahnya dari sinar matahari. Lalu, rok panjangnya sekarang diganti celana panjang yang longgar. Aku juga sempat melihat kalung yang kuberikan di lehernya, tapi tentu saja aku tidak mencari liontin tersebut karena tersembunyi.

Jika orang lain melihat penampilan dia, mereka tidak akan menyangka bahwa Alexia sebenarnya seorang wanita berusia 23 tahun.

Setelah memastikan tidak ada monster yang memasuki Wind Barrier, aku melanjutkan mencari tanaman obat sambil memperhatikannya tetap aman.

***

Satu jam mungkin telah berlalu, misi pengumpulan tanaman obat berakhir lebih cepat dengan bantuan Alexia, dan sekarang kami beristirahat di salah satu pohon yang rimbun. Menikmati hembusan angin, kami memandang padang rumput yang tenang.

"Terima kasih, ya, telah menemaniku hari ini," ucapku pada Alexia yang duduk di sampingku.

"Itu bukan masalah, aku juga bersenang-senang hari ini," balasnya dengan tawa manis.

"Apa senangnya mencari jamur?" tanyaku heran.

"Itu rahasia," jawabnya tersenyum menggoda.

Mengabaikan aku yang bingung, Alexia merogoh tasnya, dia mengambil roti yang telah dibeli saat perjalanan, lalu memberikannya padaku. Tentu kami telah membersihkan tangan menggunakan sihir airku.

Bagianku adalah roti selai cokelat, sementara milik dia berisi sayuran favoritnya. Aku membuka bungkusnya dan menyimpan sampah itu di saku jubahku, kemudian menikmati roti tersebut perlahan.

"...Ada apa?" Aku menatap roti yang disodorkan padaku.

"A-aku ingin mencoba milikmu, ayo kita berbagi!" mintanya, kedua pipi itu perlahan merona.

"Eh, kamu bisa mencicipi punyaku tanpa perlu memberiku milikmu," kataku mengikutinya, mengulurkan rotiku. Namun, dia malah lebih mendekatkan roti sayur tersebutpada mulutku.

10% VisionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang