Bab 40 : Kecemasan

16 4 0
                                    

*Bab ini masih menggunakan pembaca layar, mohon maaf jika kurang rapi.*

Sementara itu, di rumah Al, Alexia sudah berada di sana. Tidak ada kewajiban baginya untuk datang setiap hari, tapi dia selalu menyisihkan waktunya untuk datang dan makan bersama seperti hal biasa.

Gadis itu bagaikan seorang istri yang menunggu sang suami pulang bekerja.

Duduk di sofa lain adalah Mariene, dia sedang santai membaca buku di tangannya. Namun, perhatiannya tidak ada di sana.

'Apa yang harus kulakukan?'

Dia mendapat tugas dari kakaknya, Al, untuk menahan Alexia tetap di rumah selama mungkin. Sehingga saat dia pulang nanti, tampak seolah menyelesaikan misi seperti biasa.

Saat ini dia berhasil mengalihkan perhatian Alexia dengan cara menanyakan pelajaran yang dia kurang mengerti, tapi itu tidak akan bertahan lama. 

"Kenapa Al belum pulang? Ini sudah jam 3 sore.."

"Mungkin guild sedang ramai?" kata Mariene menebak, dia mempertahankan wajah poker.

Namun, karena perkataannya, Alexia mulai mengingat sesuatu.

"Itu benar. Aku dengar hari ini ada penyerbuan di hutan, dan jumlahnya sangat banyak..." Alexia menatap pintu, berharap Al segera kembali.

"Ka-kakak pasti baik-baik saja."

Jawaban Mariene memang normal, tapi Alexia yang mendengar itu malah curiga. Mariene yang dia tahu selalu usil pada kakaknya. Namun, sekarang ada rasa cemas dari suaranya.

Alexia menatap lurus pada Mariene. "Itu tidak benar, kan?"

"Ka-kakak tidak ikut kok."

"Hm? Aku belum menjelaskan pertanyaanku, loh."

Mariene menutup mulutnya dengan buku yang dia pegang, tapi itu sudah terlambat. Alexia menuju ke arah gadis tersebut, lalu memegang kedua bahunya.

"Apa Al ikut dalam penyerbuan?" Wajah Alexia serius, tapi suaranya bergetar.

"Kakak tidak ikut," ucap Mariene mengalihkan wajah, memperlihatkan rambut panjangnya.

"Marin, lihat mataku."

Mariene menatap wajah Alexia, tapi matanya tidak mengikuti. Melihat reaksi ini, gadis berambut putih itu sedikit menunduk.

"...Kenapa kamu tidak mencegahnya?" tanya Alexia, tanpa sadar kedua cengkramannya menguat.

Tidak sanggup terus berbohong, Mariene pun mengatakan yang sebenarnya.  "Aku sudah mencegahnya, tapi kakak bersikeras ikut membantu," jawabnya lemah. "Kak Alexia, ini sakit..."

"Ah, maafkan aku! Aku tidak bermaksud menyalahkanmu." Alexia segera menjauh, dan duduk terhuyung di sofa. Dia menutupi wajahnya dengan kedua tangan, merasa frustrasi.

"Kakak bilang hanya membantu di barisan belakang, jadi Kak Alexia tidak perlu khawatir. Kakak pasti baik-baik saja!" Mariene mencoba menenangkan. Namun, dia juga terlihat khawatir.

"Meski kamu bilang begitu..."

Peristiwa saat penyakit Al kambuh muncul di ingatan Alexia. Ekspresi Al menahan sakit kepalanya, kondisi di mana dia tidak bisa melihat untuk sementara, mengingat ini semua membuat Alexia semakin cemas. 

Apa yang terjadi jika itu kambuh di tengah pertempuran?

"Kak Alexia mau pergi ke mana?" Mariene memegang tangan gadis tersebut yang tiba-tiba berdiri, samar-samar dia tahu pikirannya.

"Aku mau menyusul Al."

Mata Mariene menghadap ke bawah. "Tapi kakak bilang kamu harus menunggu di sini."

10% VisionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang