Bab 44 : Ini bukan Wawancara Pernikahan

13 3 0
                                    

*Bab ini masih ditulis menggunakan TalkBack, mohon maaf jika kurang rapi.*

"Bagaimana jika kita mampir dulu di kedai minuman?" ucap ibu Al memberi usulan, dan kedua perempuan berambut putih itu mengangguk sebagai tanggapan.

"Ah, aku harus ke guild untuk melapor!" seru Al setelah sadar dari keterkejutannya. Dengan senyum dipaksakan, dia berbalik 180°, lalu kabur dari tempat itu.

Namun, sang Ibu dengan cepat meraih lengan putranya, mencegah dia lari dan mulai berbisik pelan. "Apa yang kamu katakan? Kamu harus menceritakan tentang kekasihmu."

"I-Ibu!?" Al memucat, dan segera menoleh ke orang yang dimaksud. Untungnya Alexia sekarang berbicara dengan mamanya, sehingga tidak dapat mendengar percakapan mereka.

Sementara itu, Alexia mendekati mamanya dengan langkah cepat, lalu mereka sedikit menjauh dari Al dan ibunya.

"Apa saja yang Mama bicarakan dengan Al?" tanya Alexia, wajahnya tampak cemas, dia takut perasaannya pada Al akan terbongkar.

Wanita itu tertawa manis sebelum menjelaskan. "Jangan khawatir, aku tidak memberitahunya tentang dirimu."

"Syukurlah..." Alexia menghela nafas lega, kemudian dia melirik Al bersama ibunya seperti berdebat tentang sesuatu. Lalu, tiba-tiba pandangan mereka saling bertemu, tapi Al lah yang pertama mengalihkan wajah.

"Ada apa dengan Al?" gumam Alexia bingung.

Untuk sesaat, ekspresi Al tampak malu dan kaku, itu sama saat mereka berempat bertemu. Alexia tidak tahu kenapa, tapi dia yakin telah terjadi sesuatu. Dia kembali menatap wanita di sebelahnya dengan curiga.

Ibu Alexia kembali tertawa kecil. "Mama memang tidak pernah membahas tentang dirimu padanya, tapi..."

"Ta-tapi apa?"

"Dia bercerita tentangmu," ucapnya dengan senyum menggoda.

"E-eh? A-aku!?" Tanpa sadar suara Alexia meninggi, dia segera menutup mulutnya dengan tangan, dan mendesak mamanya agar meneruskan. "A-apa yang Al bicarakan tentangku?"

"Kamu bisa menanyakan sendiri pada orangnya langsung."

"Uh, Mama! Tolong beritahu aku!"

Setelah beberapa menit berbicara, mereka berempat kembali berkumpul dan menuju kedai minuman terdekat. Kondisi Al sangat lelah karena pertanyaan dari sang ibu, seperti "kenapa kamu tidak pernah memberi tahu ibu kalau dekat dengan gadis semanis itu?" dll. Di sisi lain, Alexia yang tidak mendapat jawaban dari mamanya, sekarang terus mencuri pandangan pada Al, dan membuat pemuda tersebut semakin resah.

Mereka akhirnya tiba di kedai kecil yang cukup populer di sana. Keempat orang itu mengambil tempat duduk di sudut ruangan, yang kebetulan tidak banyak pengunjung. Kedua ibu itu mulai berbicara dengan hangat setelah memesan minuman, membiarkan anak mereka yang masih diam karena canggung.

"Kita tadi satu kereta, bukan? Saya ingat Anda yang sedang membaca buku," ucap ibu Al, menutup daftar menu di tangannya.

"Maaf, saya tidak terlalu memperhatikan sekitar saat membaca buku," jawab ibu Alexia tertawa malu. "Tapi saat turun tadi, saya sempat melihat Anda yang pertama kali keluar."

"Saya harus buru-buru pergi ke pasar sebelum kehabisan bahan," kata ibu Al sambil mengangkat tas belanjaannya di bawah meja. "Untungnya semua masih segar."

"Dan di sana lah Anda bertemu putri saya?" tanyanya menebak, alisnya terangkat penasaran.

"Yap, benar." Ibu Al tersenyum lebar, kemudian mengalihkan pandangannya ke Alexia.

Mendapat tatapan dari ibu Al, Alexia hanya mengangguk malu. Kedua pipi itu perlahan merona ketika dia mengingat percakapannya dengan beliau, Alexia sangat bersemangat membahas Al, perasaanya mengalir begitu saja tanpa mengetahui identitas dari wanita berambut hitam tersebut. Ditambah lagi, senyuman yang ibu Al keluarkan menunjukkan bahwa dia mengetahui perasaan Alexia.

10% VisionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang