*Bab ini masih ditulis menggunakan TalkBack, mohon maaf jika kurang rapi.*
Di dekat akademi, ada beberapa tenda hitam besar yang saling terhubung, seperti sebuah rumah panjang berliku. Tempat itu hanya memiliki cahaya redup. mengeluarkan suasana mengerikan.
Tiba-tiba, ada sosok mencurigakan mendorong sebuah meja berjalan mendekati kami.
"Mau beli racun-racun ini?" tanya sosok itu sambil menawarkan botol ramping berisi cairan.
"Bukankah seharusnya ini disebut ramuan!?" seruku tercengang. "Meski aku tahu ini hanya minuman biasa."
Sosok itu, Marin, tertawa dengan mencurigakan. "Jadi, apa kalian sedang kencan sekarang?"
"Ah, y-ya, bisa dibilang begitu…" balas Alexia tanpa ragu, tapi dia segera memalingkan muka ketika melihat wajah Marin. Lengannya yang kupegang sedikit bergetar.
Ada apa ini? Ada yang berbeda dari ekspresi Alexia. Aku pun melihat Marin, adikku yang suka membuat masalah.
Dia menggunakan kostum serta jubah hitam lusuh. Wajahnya pucat seputih lilin dengan lingkaran hitam di bawah mata. Masing-masing sudut mulut terdapat bekas jahitan, dan noda merah seperti darah kering menghiasi mulutnya.
Tunggu dulu … jangan-jangan, Alexia—
"Apa kalian ingin memasuki rumah hantu?" tanya Marin dengan senyum lebar, membuat luka-luka semakin nyata, meski itu hanya riasan.
Alexia sedikit mundur ke belakang, kemudian dia melirikku. "Al…"
Dari suaranya yang pelan, aku semakin yakin kalau dia takut dengan hal-hal berbau hantu. Bahkan jeritan pengunjung dari dalam terdengar sampai sini, dan tawa perempuan yang nyaring membuat Alexia meringkuk ketakutan.
Yah, aku tidak terlalu takut dengan hantu, karena aku kesulitan melihat mereka dengan jelas. Aku akan menolak usulan Marin dan mengajak Alexia ke tempat lain, tapi aku terlambat.
"Ohya~ apa Kak Alexia takut dengan hantu?"
"Apa yang kamu katakan? Aku tidak takut sama sekali!" Dalam sekejap Alexia berdiri di depanku, meski punggungnya tampak tegang.
Marin menyeringai licik. "Kalau begitu, silakan mengantre di sini~"
Merasa firasat buruk menimpa kita nanti, aku buru-buru menghentikannya.
"Tunggu, Alexia. Aku semakin susah melihat di dalam sana, sebaiknya kita pergi ke tempat lain," kataku membujuknya.
"I-itu benar! Sebaiknya kita mencoba kios lainnya!" Alexia menghela nafas lega, tapi Marin mengerti ini, bahwa guru di depannya mencoba kabur.
"Bukankah Kak Alexia biasanya membantu kakak berjalan? Kurasa kalian akan baik-baik saja, tapi…" Marin berhenti sebentar, kemudian memasang wajah polos seorang adik yang khawatir pada kakaknya.
"Mungkin rumah hantu tidak cocok dengan kakak," ucap Marin pelan, sebelum melanjutkan dengan provokatif. "Kupikir kak Alexia takut dengan hantu."
Ini buruk, Marin pasti merencanakan sesuatu. Aku harus menghentikan Alexia agar tidak terpancing.
"Hey, jangan dengarkan Marin, dia hanya menggodamu," kataku mengingatkan.
"Al, ayo kita masuk. Kamu akan baik-baik saja jika tetap menggandengku, dan aku yang memimpin," kata Alexia tegas, menghiraukan peringatanku.
"Tidak, tidak, aku rasa ini ide yang buruk…"
Merasa diejek, Alexia bersikeras menantang rumah hantu dengan percaya diri. Sambil menunggu antrean, aku membeli ramuan yang dibawa Marin, dan sesuai dugaan, itu rasa buah.
KAMU SEDANG MEMBACA
10% Vision
RomanceAl menderita penyakit misterius yang menyebabkan penurunan fungsi penglihatannya secara drastis, hingga mata kanannya tidak bisa melihat lagi. Penyakit itu juga membuat dia dikucilkan oleh lingkungan sekitar, bahkan ejekan dari mereka tidak luput di...