Bab 47 : Night Fest

17 3 0
                                    

*Bab ini masih ditulis menggunakan TalkBack, mohon maaf jika kurang rapi.*

Night Fest, sebuah acara di malam  hari yang melibatkan berbagai macam hiburan seperti pertunjukan, permainan, dan kegiatan interaktif lainnya. Acara ini diselenggarakan beberapa bulan sekali di salah satu kota besar, dan tepat hari ini, acara tersebut hadir di kota Issberg sampai dua hari ke depan.

Aku berhasil mengajak Alexia, lalu apa yang harus kulakukan selanjutnya?

Karena aku baru pertama kali mengalami perasaan ini, aku tidak tahu harus berbuat apa. Dia sudah secara terbuka mengungkapkan perasaannya, jadi kini giliranku untuk menanggapi. Tapi tetap saja, aku tidak tahu bagaimana agar kita bisa lebih dekat.

Tidak … tunggu dulu. Kalau dipikir-pikir, bukankah aku dan Alexia sudah terlihat sangat dekat? Kami makan bersama, belanja bersama, meneliti bersama— tidak, apa meneliti termasuk hal romantis?

"Aku tidak tahu lagi!" Aku hendak mengacak-acak rambut, tapi berhenti karena sudah susah payah merapikannya.

Kurasa aku akan mengikuti alur nanti…

Bersandar di sofa, aku menghela nafas pelan. Aku mengulurkan tangan kiriku ke depan, lalu menatap seksama telapak tanganku yang terbuka dan tertutup.

Semoga baik-baik saja…

Terkadang lapang pandang mata kiriku bisa menyempit secara tiba-tiba jika mataku terlalu lelah, itu sebabnya aku tidur siang yang cukup dan libur mengambil misi. Apalagi sekarang sudah malam hari, aku semakin susah melihat karena penyakit ini.

Beberapa menit menunggu, suara seseorang menuruni tangga menggema sampai ruang tamu. Aku bergegas berdiri tegak tanpa menoleh ke belakang, jantungku mulai berdebar lebih cepat seiring suara langkah kaki mendekat.

"Al, aku sudah siap," panggil Alexia.

Berbalik ke asal suara, aku melihat Alexia telah berganti pakaian. Berbeda dari seragam akademi yang panjang, sekarang dia menggunakan gaun berlengan pendek tepat di siku. Kakinya yang biasa tersembunyi oleh rok panjang kini dapat terlihat, meski hanya sampai lutut. Liontin yang kuberikan tampak indah di leher putihnya, dan rambutnya yang terurai melengkapi wajah cantiknya.

"Umm … bagaimana menurutmu?" tanya Alexia malu-malu, menyadarkanku yang terpesona.

"Kamu sangat can— cocok dengan pakaian itu," jawabku tergagap, hampir mengatakan hal memalukan.

Alexia, seperti biasa, mengunjungi rumahku seusai mengajar. Meski aku sudah bilang tidak bisa menemaninya di siang hari karena harus tidur, dia bersikeras ke sini dan menghabiskan waktu sampai malam tiba. Ngomong-ngomong, dia menggunakan kamar Marin di lantai dua untuk berganti.

Mata Alexia berkedip beberapa kali, seolah menyadari kalimat yang gagal kuucapkan, lalu dia perlahan merona. "Terima kasih … kamu, juga terlihat tampan…."

Jantungku tiba-tiba berhenti, seperti melompat dari tubuhku. Aku memalingkan wajah, menutupi rasa maluku. "A-apakah begitu? Terima kasih…"

Karena aku jarang keluar mengikuti acara selama dua tahun terakhir, aku kurang percaya diri soal penampilan. Aku memilih kaus polos yang tampak bagus, lalu bercelana panjang. Rambutku yang sedikit panjang diikat rapi, dan hanya itu saja. Mendapat pujian darinya memang membuatku bahagia, tapi aku perlu membeli beberapa pakaian nanti. Aku tidak ingin membuat dia malu karena berada di sisinya.

"K-kalau begitu, apa kita akan berangkat sekarang?" ucap Alexia, memecahkan suasana canggung di antara kita.

"Y-ya, ayo pergi sebelum menjadi ramai."

Alexia mengambil tas kecil di atas sofa, kemudian berjalan ke arah pintu. Aku memastikan barangku seperti uang agar tidak tertinggal sebelum mengikutinya, tapi dia tiba-tiba berhenti di depan pintu, dan berbalik ke arahku.

10% VisionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang