*Bab ini masih menggunakan pembaca layar, mohon maaf jika kurang rapi.*
"Aah..."
"Sebaiknya kita sudahi hari ini," saran Al, keringat menetes di pipinya.
Sebuah asap kecil hitam muncul dari benda berbentuk persegi panjang. Beberapa peralatan penelitian berserakan di atas meja, ruangan penilitian itu sedikit panas karena banyaknya percobaan yang gagal untuk membuat alat sihir komunikasi.
"Ah, ya," kata Alexia tersadar kembali dari kotak di depannya. Mengusap keringat di dahi dengan lengannya, dia lalu menatap Al. "Apa kamu baik-baik saja?"
"Jangan khawatir, kondisi mataku baik-baik saja," jawab Al ramah. Dia duduk di sofa, lalu mengistirahatkan punggungnya. "Biar aku ubah suhu di ruangan ini."
Memanfaatkan sihir Wind Barrier, Al mengkombinasikan itu dengan sihir es yang dia kuasai. Tak lama kemudian, ruangan penelitian diselimuti udara sejuk.
Mengikuti Al, Alexia duduk di sebelahnya. "Kamu benar-benar bisa sihir apapun, ya. Aku penasaran, apa aku bisa membuat alat sihir pendingin ruangan," kata Alexia dengan senyum kecut.
"Kamu pasti bisa. Aku yakin itu pasti akan dicari banyak orang."
"Tapi aku perlu bantuanmu lagi jika ingin membuatnya. Apa kamu mau terus menemaniku?" tanya Alexia, dia menatap wajah Al dengan serius.
Mendengar itu, Al hanya bisa membalas dengan tawa canggung, lalu dia memalingkan wajah. Ini adalah kebiasaan buruk Alexia dalam mengatakan sesuatu, kalimatnya selalu membuat Al goyah.
"Tentu aku akan membantumu. Jadi bagaimana, apa kamu mengetahui sesuatu?" tanya Al, mencoba mengganti topik.
"Itu buruk, aku masih belum bisa membuat formula untuk menangkap mana dengan benar," jawab Alexia sedikit kecewa.
Memanfaatkan aliran mana yang bertebaran di dunia, Alexia menggunakan itu sebagai sebuah "sinyal." Dia mencoba membuat alat yang bisa "menembak" dan "menerima" mana tersebut.
Sementara itu, Al bertugas sebagai contoh mengirim "sinyal" dengan sihir anginnya, lalu dia memakai Magis Augen untuk memeriksa mana yang masuk ke alat yang Alexia buat. Sebagai catatan, Magis Augen tidak bisa melihat mana yang dihasilkan oleh alam.
"Begitu, ya.... Apa kamu tidak ada jadwal mengajar lagi setelah ini?"
"Tidak, aku sudah bebas setelah ini. Tapi aku ingin meneliti sedikit lagi." Alexia kembali ke mejanya, lalu menulis sesuatu. "Kamu bisa pulang dulu beristirahat," lanjutnya dengan senyum ramah.
"Sayang sekali, sebenernya aku ingin mengajakmu pulang bersama," kata Al, bahunya tampak turun. Dia lalu berdiri hendak pulang.
"Eh!?" Alexia terkejut, suaranya tertahan. Tangannya tergelincir mendengar ucapan Al.
Tidak memperhatikan Alexia yang membeku, Al sudah mempersiapkan barang bawaannya.
"Hey, tunggu!" teriak Alexia.
"Ada apa tiba-tiba?" tanya Al terkejut.
"Aku akan ikut pulang bersamamu sekarang."
"Eh? Apa kamu yakin? Bukannya kamu ingin meneliti sedikit lagi?" tanya Al sambil melirik dokumen di tangan Alexia.
"Aku berubah pikiran." Alexia berdiri, mengambil tasnya, lalu menghampiri Al dengan cepat. "Mari kita pulang bersama."
"T-tunggu sebentar." Terlihat bingung, Al tidak memahami perubahan yang terjadi.
"Ada apa?" tanya Alexia, tangannya sudah dalam posisi membuka setengah pintu.
Menghadap ke ruangan, Al bertanya dengan ragu. "...Apa kamu tidak membereskan ini? Mari kita rapikan dulu."
KAMU SEDANG MEMBACA
10% Vision
RomanceAl menderita penyakit misterius yang menyebabkan penurunan fungsi penglihatannya secara drastis, hingga mata kanannya tidak bisa melihat lagi. Penyakit itu juga membuat dia dikucilkan oleh lingkungan sekitar, bahkan ejekan dari mereka tidak luput di...