Isi kepala Rolan penuh, lebih geram lagi karena dia tak tahu harus membawa Mita ke mana. Seharusnya dia meninggalkan Mita sejak tadi, tak peduli dengan apa pun, toh semua orang melakukan kelicikan padanya tanpa memikirkan perasaannya sedikit pun.
Begitu menangkap ada bangunan dengan plang besar bertuliskan hotel, Rolan langsung membelokkan kendaraannya. Rolan tak peduli hotel kelas berapa itu. Dia hanya butuh kamar untuk sendiri dan berpikir, tanpa diekori oleh Mita.
"Kok berenti di sini kita Bang?"
Bibir Rolan berkedut.
"Buang andukmu itu."
Mita langsung memegang kepalanya baru sadar jika handuk masih melekat di kepalanya. Sontak Mita langsung menarik dari kepalanya, tetapi kemudian dia bingung harus buang ke mana? Masa handuk dibuang?
"Buang? Buang ke mana Bang? Masa handuk dibuang??"
Spontan Rolan mendesah kasar. Bagaimana dia bisa menangapi kepolosan Mita dengan batin kian panas. Kemarahannya bercampur aduk ke lain arah.
"Maksudku—" Rolan tak perlu menjelaskan! "Terserahmu mau kau apakan!" bentaknya dan segera membuka pintu mobil.
"Kalau aku rentangkan di sini, kering nggak ya Bang?"
Menggeram, mata Rolan memejam dan melirik sangat tajam. Dia tak harus mengurusi itu! Sementara Mita tetap merentangkan perlahan handuk kecilnya di atas jok mobil.
Rolan segera mengambil tas dan menutup pintu mobil. Ketika Mita akhirnya menutup pintu Rolan segera mengunci mobil dan sadar jika Mita berlari mengekorinya.
Rolan melangkah kaku, berusaha tak mempedulikan tatapan satu dua orang yang barangkali melihat Mita dengan rambut basahnya. Mata Rolan menatap awas dan segera menuju meja resepsionis.
"Pesan dua kamar," katanya tanpa basa-basi.
Wanita di hadapan Rolan melirik ke arah Mita, yang menatap sekelilingnya dengan penasaran. "Kayaknya aku nggak pernah ke sini," bisiknya lagi kepada Rolan.
Leher Rolan bergerak kaku, namun dia tetap harus mempertahankan kepercayaan dirinya.
"Mau yang tipe apa Bang?"
"Pokoknya dua kamar."
Resepsionis tersebut menggerakkan bola matanya dengan ekspresi curiga, tetapi Rolan tak peduli. Setelah selesai membayar ada satu pria cungkring yang menemaninya menuju kamar mereka.
Setelah akhirnya Rolan memastikan Mita masuk ke kamarnya. Rolan segera masuk ke kamarnya sendiri dan menguncinya. Dia membating tas ke kasur, sebelum duduk di tepiannya. Seluruh tubuhnya masih terasa kaku, hatinya masih perih, dan jantungnya masih berdegup sangat kencang.
Isi kepalanya tak henti meneriakkan makian. Begitu menyesali ketololannya. Kenapa dia harus mendengarkan bujuk rayu Nondong! Dan kenapa juga Rolan mengabaikan kata hatinya melihat segala kejanggalan. Lebih parah lagi, saat Rolan mulai berpikir Bapaknya sedikit berubah. Menertawakan diri sendiri rasanya tak cukup, Rolan harus menampar pipinya sendiri.
Otot tangan Rolan semakin terlihat ketika kata-kata dua manusia busuk itu kembali terngiang di kepalanya. Dia benar-benar terlihat seperti anjing bodoh. Semua usahanya, semua kesopansantunannya demi terlihat bagus di keluarga Mita, pasti jadi bahan olokan bagi mereka yang menyengajakan ini semua terjadi.
Harga diri Rolan benar-benar terkoyak dan itu membuat batinnya semakin dipenuhi kemarahan.
***
Mita senang sih akhirnya dia bertemu kasur. Sejak tadi jantungnya dibikin deg degan dan punggungnya kaku. Kini Mita bisa tiduran di kasur, lumayan nyaman. Meskipun... Mita mengendus-endus. Agak sedikit apek kayaknya. Ini hotel apa ya namanya? Mita kayaknya nggak pernah nginap di sini. Kenapa Bang Rolan nggak bawa ke Adimulia aja ya? Oh ya, barangkali Bang Rolan nggak tahu hotel itu, Mita juga nggak tahu sih, arah jalan ke sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jejak Lara
RomanceBlurb : Menikah adalah prioritas nomor ke sekian bagi Rolan, sebelum dia bertemu sosok Mita. Gadis polos penderita disleksia. Sayangnya, Mita adalah wanita yang hendak dijodohkan kepadanya, oleh Ayahnya-pria yang telah menelantarkannya sejak kecil...