Bab 50

4.9K 799 118
                                    

Gaess.. dua hari lagi PO Jejak Lara ditutup ya.. yang lebih suka baca buku fisik, jangan sampai ketinggalan.. :*


.

.

"Mau ngapain ke sini??" tanya Rolan langsung dengan nada meninggi yang tak terkontrol. Tak ada ramah-tamah, apalagi mempersilakan Bapaknya masuk.

"Kenapa nggak kau angkat teleponku?" balas Rudi sama sengitnya.

Rolan membuang pandangan.

"Malas."

Amarah menggelegak dalam diri Rudi. Dia sudah diujung tanduk sementara Rolan masih bermain-main.

"Apa yang kau bilang sama Pak Beni?? Ngapain kau sampe dia marah besar?!"

"Nggak urusan Bapak itu."

"Kau bilang nggak urusanku. Tapi aku yang ditekan! Kau bisa nggak sebentar aja nggak bikin ulah! Apa susahnya tinggal di rumah yang udah disediakannya! Cuma itu ajanya maunya Pak Beni...! Dan kau tau sekarang rumahnya udah mau jadi..."

Mata Rolan langsung mengerling penuh emosi, wajahnya jelas merah padam. "Nggak peduli aku. Kami tetap tinggal di sini."

"Terus kau kira Pak Beni diam aja?? Apa yang kau bela di sini, hah? Gampang sama Pak Beni buat bawa balik anaknya."

"Bapak kira bisa atur-atur aku?! Taunya aku Bapak cuma mau selamatkan diri sendiri. Kalau istriku bukan Mita, sengaja datang liat mukaku aja mungkin Bapak nggak akan pernah!"

"Aku datang biar selesai masalah!"

"Tai anjeng...!"

"Apa kau ngomong?!" raung Bapaknya semakin tersulut emosi. "Kau liat ajalah, pembatalan pernikahan kalian pun bisa diurus Pak Beni tanpa bilang-bilang kau. Gampang sama dia nyatakan anaknya nggak waras—"

Rolan langsung melayangkan tinjunya. "Kau yang nggak waras. Kauu...!"

Mita nggak bodoh!

"Rolaaan... Rolaan... jangan gitulah Wa...!" teriak Nondongnya. "Kita bicara bagus-bagus ya Wa..."

Tamparan keras mendarat di pipi Rolan. "Pak Beni cuma kasih waktu aja sama kau. Kalau dia udah bertindak, liat istrimu lagi pun kau nggak akan bisa!"

Rolan bisa menghajar siapa pun yang ada di depannya saat ini, kalau saja lehernya tak bergerak mendengar panggilan serta tangisan dari arah lain.

"Jangan ganggu aku! Jangan ganggu istriku! Nggak peduli apa pun yang kau mau bikin. Sampai berani kau ganggu istriku, kubikin hancur juga keluargamu!" ancam Rolan sudah tak mempedulikan lagi kesopanan.

Rolan melangkah lebar menuju rumahnya. Cepat-cepat dia membuka kunci pintu, menutup, dan menguncinya kembali. Mita telah berlari ke arahnya dengan bercucuran air mata. Batin Rolan semakin tersayat, dia menarik Mita masuk ke kamar, dan mengunci pintu kamar. Amarah sekaligus rasa bersalah menumpuk di dadanya, seumur-umur pasti baru kali ini Mita melihat hal mengerikan seperti itu.

"A-abang kenapa pukul Bapak Abaang??"

Suara gemetar Mita menusuk pendengaran Rolan.

"A-abang ada masalah apa? Atau—aku ada salah...?"

Dada Rolan semakin berdenyut dengan dugaan istrinya. Dia tak sanggup mengatakan apa pun tanpa membentak. Buku-buku tangan Rolan memutih akibat tergenggam erat, dan akhirnya dia hanya mampu duduk di lantai bersandar ke dinding. Berusaha keras meredam amarahnya di hadapan Mita.

Rolan tersentak saat lengannya terasa di genggam erat. Mita berjongkok di sebelahnya, menatap takut.

"Abang..." cicit Mita.

Jejak LaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang