Bab 17

5.4K 915 122
                                    

"Mita..." ucap Nondong yang akhirnya menemukan kesempatan tidak ada Rolan di dalam rumah.

"Ya, Ndong?"

"Nanti kalau Mamamu datang, jangan kau bilang kau yang nyuci, nyapu, ya?"

Dahi Mita berkerut. "Kenapa?"

"Eh... kan kemarin Mamamu mau suruh pembantumu ke sini, Rolan nggak kasih."

Mita semakin bingung. "Iya. Kenapa Bang Rolan nggak kasih Ndong?"

"Rolan itu nggak suka ada orang-orang lain di rumahnya."

Bibir Mita terbuka dan mengangguk.

"Nanti kan kalau tahu kau nyuci sendiri, Mamamu bisa marah. Jadi jangan kau bilang, ya?"

Iya juga. Mita langsung mengangguk.

"Tapi Ndong. Kenapa sih? Abang sampai sekarang masih marah sama aku? Aku udah mau ganti cincin ini, dia nggak mau."

"Nggaknya Rolan itu marah samamu. Memang gitu gaya bicaranya."

"Nggak kok... pas belum nikah Bang Rolan nggak gitu," kekeuh Mita. "Terus Bang Rolan juga sampe mau pembatalan nikah..."

Nondong memutar bola matanya. "Eng... sebenarnya... karena pesta nikahan kalian Bapakmu semua yang bayar. Ada—masalah sedikitlah... Rolan paling nggak suka dikasih-kasih uang. Dia nggak suka disangka ngemis-ngemis."

Bola mata Mita melebar.

"Dia itu maunya. Kau tinggal di sini, semua dia yang tanggung jawab. Nggak suka diatur-atur kayak bawahan. Ngerti nggak?"

Mita masih bergeming.

"Kau kan istrinya. Intinya, Rolan itu nggak suka orang tuamu, campurin pernikahan kalian. Itulah yang namanya pernikahan."

Sedikit banyak Mita mulai berpikir, dan mencerna ucapan Nondong.

"Jadi... karena Nondong sayangnya sama kalian, Nondong bilangin samamu, biar nggak berantem Rolan sama orang tuamu. Jangan kau bilangin apa pun tentang Rolan ke Papamu sama Mamamu ya??"

Mita mengangguk-angguk dengan cepat.

***

"Mita serius tinggal di tempat begini??"

Beni tak menggapi seruan heboh istrinya.

"Pa!

"Aku tahu Mita nggak se-sempurna Denny. Tapi mana boleh Papa biarin Mita kayak gini?!"

"Ck!" decak Beni keras. "Bicaramu itu ke mana-mana... apa selama kau telepon Mita setiap hari ada dia nangis? Ada dia minta pulang?"

Vina mendengus, wajahnya membuang tak senang. "Mungkin aja karena dia takut. Karena Papa kan ancam-ancam dia harus menikah dengan pilihan Papa ini... atau nggak ada nikah sama yang lain!"

Beni menoleh dengan wajah keras. "Jadi kau nggak mau turun? Mau kita berantem terus? Memangnya apa yang kujanjikan? Tunggu rumah selesai!"

Bahkan baru menginjak tanahnya saja sudah pertanda buruk bagi Vina. Dia sangat-sangat menyesal kenapa tidak ngotot mengantar Mita sejak awal.

Beberapa keluarga Rolan tampak tak asing bagi Vina, namun yang dituju hanya putrinya, dan matanya langsung membelalak melihat rambut Mita yang tak serapi biasanya, juga... pakaian Mita yang tampak agak kusut.

Vina tak lagi mendengarkan basa-basi keluarga Rolan terutama si Rudi dan istrinya, lebih-lebih dia tak melihat keberadaan Rolan.

"Rolan lagi di kandang ada lembunya yang mau melahirkan."

Jejak LaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang