Tidak biasa-biasanya Rolan membuka isi lemarinya dan menimbang pakaian mana yang harus dibawanya, bahkan sehari sebelum keberangkatan. Biasanya dia hanya pergi begitu saja tanpa mempertimbangkan apapun, yang penting bawa baju secukupnya. Tetapi Rolan tahu kali ini berbeda, dia tak mungkin ke sebuah acara dengan menggunakan kaosnya seperti biasa.
Dan Rolan baru menyadari dia hanya punya sedikit sekali kemeja, tidak lebih dari lima itungan jarinya. Apa dia harus membawa batiknya? Batik bekas acara pernikahan sepupunya? Rolan terus menimbang, toh saudara Mita tak pernah melihatnya memakai kemeja-kemeja ini. Rolan akan mencucinya besok.
"Abang ngapain?"
Rolan tersentak dan kembali mencampakkan bajunya ke dalam lemari.
"Kau—apa yang mau kau bawa lusa? Udah kau siapkan?"
Mita justru mengerjap bingung. "Bawa apa?"
Bodoh. Benar juga. Sudah tentu istrinya itu tak bawa apa-apa.
Rolan melenggang, mengelak. "Kita nggak naik bus kelas eksekutif. Nggak papa kau?"
Mita duduk di pinggir ranjang sembari mengikuti arah jalan suaminya. "Emang bedanya apa?"
"Ya banyak... nggak ada sandaran kaki, nggak ada bantal selimut."
Sorot mata Mita lebih cemerlang. "Oh... kayak naik pesawat kelas ekonomi?"
Rolan sedikit menggerutu. Kenapa perbandingannya ke pesawat? Dia mana tahu, seumur-umur belum pernah naik pesawat.
"Ya—mungkin."
Rolan beringsut naik ke atas kasur.
Mita memutar tubuhnya, dan mengikuti suaminya. Dengan cepat dia bergelung di dada Rolan. "Sempit sih, tapi nggak apalah..."
Rolan langsung mengangkat sedikit wajahnya. "Nggak sempiit... cuma ya, nggak ada fasilitas lain."
"Malah baguslaah..."
Napas Rolan terembus lega. "Oh ya. Jangan bilang ke Mamakmu kita mau berangkat."
Dahi Mita berkerut. "Kenapa?"
"Nanti aja bilangnya, pas udah jalan ke rumahmu."
"Ohh... kejutaan??" seru Mita dengan wajah semringah.
Rolan hanya mengangguk-angguk.
Hari yang ditunggu Mita tiba. Dia sudah membayangkan akan membawa Bang Rolan mencoba makan dan minum kesukaannya.
"Loh, kalian mau ke mana??"
Entah darimana Nondong bisa langsung muncul, mungkin dia telah mendengar dari seseorang jika Rolan akan pergi ke Medan. Sebab sudah tiga hari Nondong tak muncul, Mami Yuni bilang dia sakit tekanan darahnya tinggi, tak datang marah-marah seperti biasa karena masalah pamannya, namun Rolan juga tak melihat kondisi Nondongnya, dia masih kesal Mita ditinggal sendiri sampai tengah malam di rumahnya. Dan semakin ke sini, Rolan berpikir untuk bergantung pada dirinya sendiri sebab dialah yang berumah tangga, dan dia bertanggung jawab penuh kepada Mita.
Rolan juga sudah mengatakan kepada semua pekerjanya jika dia akan pergi ke Medan, dan mengatur semua pekerjaannya.
Ijal sudah berada di pikap, memanaskan mesin.
Rolan diam seribu bahasa, tetapi Mita justru menanggapi dengan reaksi ceria yang sama. Apa di sini hanya Rolan yang suka sensitif dan menyimpan dendam?
"Mau ke Medan Ndong... ada acara keluargaku."
"Kok tumben Rolan juga ikut?"
"Iyaa..." jawaban Mita begitu mengambang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jejak Lara
Roman d'amourBlurb : Menikah adalah prioritas nomor ke sekian bagi Rolan, sebelum dia bertemu sosok Mita. Gadis polos penderita disleksia. Sayangnya, Mita adalah wanita yang hendak dijodohkan kepadanya, oleh Ayahnya-pria yang telah menelantarkannya sejak kecil...