"Wa..."
Rolan mendengus karena lagi-lagi Nondongnya datang. Rolan tak keberatan jika Nondongnya sering-sering datang bahkan tinggal di rumahnya, hanya saja, Rolan tahu maksud kedatangannya yang setiap hari, dan Nondongnya sampai membersihkan seluruh rumahnya, hanya untuk bertemu dengan Rolan lalu membahas perjodohan yang mati-matian ditolak Rolan itu.
"Apalaginya yang kau tunggu-tunggu. Tinggal ketemu aja."
"Udahlah Ndong. Nggak yakin aku sama cewek itu. Ngada-ngadanya. Mana mungkin ada cewek kota mau tinggal di kampung."
"Makanya... kita tengok dulu. Benar nggak yang dibilang Bapakmu itu. Kalaunya dia omong kosong aja. Barulah kau boleh marah."
Rahang Rolan mengetat.
"Nondong yakin kalau aku kenal cewek itu nggak ada hubungannya sama Bapak? Bukannya Bapak cewek itu, temennya Bapak di kantor?"
"Kalau kalian udah berumah tangga, memangnya Bapakmu mau ngerusuhin apa? Kalau berani dia, sini hadapi Nondong!"
Rolan menghela napas kasar.
"Ayolah Wa... mumpung Nondong masih hidup."
"Apanya Nondong bilang-bilang kayak gitu," sela Rolan dengan nada keras.
Rolan kembali menggelengkan kepalanya. "Nggak akannya dia mau tinggal di sini. Cuma korban perjodohan Bapaknya aja dia tu. Nondong liat aja foto-fotonya, di tempat-tempat bagus."
"Oh... kau perhatikan juganya foto-fotonya."
Rolan langsung membuang muka.
"Rumahmu aja yang dipelosok. Tapi kalau soal kasih makan, sanggup kali pun kau Wa."
"Bedalah, Ndong."
"Anak-anak yang berpangkat itu belum tentu nggak minta orang tuanya. Lihatlah kau, berdikari. Nggak minta-minta ke orang tua."
Namun, Rolan masih sangat tidak yakin dengan hal ini. Meskipun Nondongnya sudah sangat keras membujuknya. Tetapi, Rolan tahu Nondongnya tidak akan berhenti.
"Ayolah Wa... tengok aja dulu. Nggak ada salahnya lah."
Rolan menoleh, menatap Nondongnya sangat lama.
Ini akan menjadi pelengkap pengalaman keduanya. Baiklah. Jika ini gagal, tidak ada pengalaman ketiga.
"Tapi kalau cewek ini nggak mau sama aku, Nondong janji nggak akan kenalin cewek-cewek lain lagi ke aku?"
Nondong langsung menyela dengan yakin. "Yakin kali Nondong yang ini pasti berhasil. Tenanglah ya Nakku... jangan tegang."
Rolan mendengus.
***
Rolan tidak sekali dua kali datang ke Sumatera Utara, ke Langkat tepatnya ke kampung Nondongnya. Tetapi yang sangat berbeda kali ini, ketika dia turun dari bus dan ada Bapaknya yang menjemput. Rolan tak dapat menghindar dari batinnya yang bergolak muak tiap kali melihat wajah Bapaknya.
"Capek Mi?" tanya Rudi basa-basi kepada Nondongnya.
Rolan nyaris mengeluarkan decihan.
Saat Bapaknya tersebut mengarahkan mereka menuju mobilnya yang terparkir, gigi-gigi Rolan menggemeletuk melihat Fortuner mengkilap itu. Sudah semakin sukses rupanya, Bapaknya.
Sepanjang perjalanan Rolan diam seribu bahasa.
Dahi Rolan mulai berkerut saat mobil masuk ke jalanan perumahan komplek orang kaya—begitulah sebutannya kalau dia ke kota Medan. Dan bahkan ini jauh lebih tinggi dari bayangannya, di mana semua rumah-rumah dengan tembok tinggi, pilar besar, dan bertingkat berjejer seperti saling menunjukkan kekuasaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jejak Lara
Roman d'amourBlurb : Menikah adalah prioritas nomor ke sekian bagi Rolan, sebelum dia bertemu sosok Mita. Gadis polos penderita disleksia. Sayangnya, Mita adalah wanita yang hendak dijodohkan kepadanya, oleh Ayahnya-pria yang telah menelantarkannya sejak kecil...