Saat tiba di lokasi kecelakaan yang dibilang Rolan, Guntur langsung mendapati pikap Rolan yang penyok parah dengan ban yang sudah copot tepat di samping pengemudi.
"Kalian nggak apa-apa kan??"
Rolan menggeleng. "Aku nggak apa-apa. Nanti Mita mau kuperiksa lagi."
Ya, memang hari masih terlalu dini. Dan di sebelah Rolan, Mita tampak lesu dengan berkas air mata di wajahnya.
Guntur mencoba berbicara lagi kepada pemilik truk yang merupakan warga sekitar.
"Udah kukode lampu, tapi Abang ini terus aja!"
"Iya Bang, paham aku. Tapi mau Abang tuntut kek mana adek kami ini? Ada bukti dashcam atau CCTV? Ke polisi pun uang juganya Bang. Udahlah, damai-damai aja kita."
"Nggak kalian liat, pecah, penyok ini..." pria tambun tersebut menunjukkan bagian kacanya yang pecah dan body truk yang sedikit penyok.
"Nggak Abang liat pikap adek kami ini? Bukan lagi kacanya yang pecah, bannya pun lepas. Mau bawa ke bengkel pun bingung kami ini, mesti di derek. Truk Abang masih bisa jalan bagusnya itu," balas Guntur.
Wajah Rolan semakin berkerut tegas, lelah, dia sudah mengatakan hal yang serupa tadi, hanya saja sulutan emosi dari lawan bicaranya ditambah dengan kekhawatirannya akan kondisi Mita membuatnya lebih mengalah dan bungkam daripada menjadi lebih masalah karena menghajar orang lain.
Kerusakan pada pikap Rolan jelas jauh lebih parah, dan meski pada kejadian Rolan-lah yang dianggap kurang mau mengalah tetapi Rolan berada pada lajur yang benar. Setelah berdebat panjang akhirnya disepakati damai, tanpa menuntut ganti rugi, sebab jika ditotal biaya perbaikan Rolan pasti jauh lebih besar.
Meski masih menyisakan wajah-wajah emosi, sekitar pukul enam lewat di mana orang-orang mulai berlalu lalang dan berhenti penasaran, akhirnya sopir truk dan satu temannya tersebut pergi, sementara Rolan harus masih tinggal sambil menunggu pekerja bengkel yang datang.
"Kalian pulang dulu sama Pak Idrus," kata Guntur. "Biar aku yang urus pikapmu."
Rolan langsung tersentak menoleh. "Nggak apa Bang. Biar aku aja yang urus pikapku. Aku titip Mita aja."
Mita yang menggenggam erat lengan Rolan sejak tadi, spontan menggeleng. "Aku mau sama Abang..."
"Kalian pulang sama Pak Idrus," ucap Guntur lagi. "Sekalian mau belanja bentar."
"Tapi Bang—"
"Udahlah... nggak kasian kau liat istrimu?"
Rolan langsung memperhatikan raut wajah Mita. Istrinya yang begitu polos dan terlahir dengan hidup enak, pasti tak pernah mengalami kejadian mengerikan seperti ini.
Liur Rolan begitu pahit saat tertelan, dengan rasa sungkan yang luar biasa.
"Nanti aku balik lagi jemput Abang," gumam Rolan.
Guntur menggeleng tegas. "Enggak istirahat aja kau di rumah. Kalau pikiran kusut, kerja apa pun salahnya kita."
Rolan mengembuskan napas kasar, melihat wajah Mita yang semakin gelisah dan lesu, dia tahu tak baik berkeras dan berlama-lama di sini. Dia juga belum memastikan barangkali ada bagian tubuh Mita yang terkilir atau membiru?
***
"Mita..." pekik Rani begitu melihat Mita tiba di rumahnya. "Kamu beneran nggak kenapa-kenapa kan??"
Mita menggeleng. "Ta-tapi tadi Bang Rolan dimaki-maki orang, aku takut banget."
Rani begitu kasihan mendengar suara Mita yang bergetar, Rani melirik sedikit ke arah Rolan dengan wajah tertekuk. "Laki-laki kalau lagi ngotot-ngototan memang begitu. Udah biasa," hibur Rani. "Mandilah, dulu..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Jejak Lara
RomanceBlurb : Menikah adalah prioritas nomor ke sekian bagi Rolan, sebelum dia bertemu sosok Mita. Gadis polos penderita disleksia. Sayangnya, Mita adalah wanita yang hendak dijodohkan kepadanya, oleh Ayahnya-pria yang telah menelantarkannya sejak kecil...