Rolan menoleh saat Mita muncul di pintu samping. Belakangan hari ini Rolan merasa Mita membuntutinya. Secara umum istri berdekatan dengan suaminya adalah hal wajar. Tetapi, jelas ada yang salah, kalau ini dilakukan oleh seorang Mita. Istrinya itu biasa leha-leha sambil tertawa-tawa bermain ponsel di kamarnya.
Rolan menjauhkan sedikit rokoknya ketika Mita duduk di sebelahnya, dan berujung mematikannya. Kepala Mita kembali merunduk dan melihat ke kaki Rolan. Apa Mita setakut itu sama luka? Atau penyakit? Buktinya dia menangisi lembu-lembu Rolan.
"Kenapa liatnya gitu?" tanya Rolan dengan nada rendah, seluruh hatinya kini bergolak, dengan murahannya senang, meski dia tahu Mita mungkin saja memikirkan yang lain. "Nggaknya menular."
Mita mendongak heran sejenak. "Hah? Mana mungkin nular Bang..." kemudian dahi Mita berkerut. "Memangnya luka bisa bikin nular??"
Sudut bibir Rolan terangkat. "Makanya kubilang nggak akan menular..."
"Kapan sih, sembuhnya Bang?"
"Masih bisa jalannya aku, udah nggak sakit pun, tinggal tunggu kering. Kenapa sibuk kali nanyain kapan sembuh? Apa? Mau minta dibelikan jajan kau?"
Mita menggeleng.
"Jadi ngapain kau sibuk kali tengokin lukaku?"
"Bang, kalau kaki sakit, ada hubungannya nggak sama bibir?"
Rolan langsung mengernyit. "Ya nggak lah."
Mita menoleh menatap Rolan lurus dengan wajah mulusnya yang sedikit tertutupi karena menghalangi sinar lampu.
"Ngapain kau tanya gitu?"
"Berarti bibir Abang bisa cium bibirku lah?"
Mata Rolan melebar sangat kaget, dan langsung tersedak asap rokoknya sendiri, terbatuk-batuk hingga matanya memerah.
"Abang batuk??" tanyanya dengan air muka masam... nunggu lagi dong...
Refleks Rolan langsung menghindar ke dalam dapur untuk minum.
Seluruh tubuh Rolan serasa langsung meremang begitu sadar Mita mendekatinya. Padahal Mita baru berkata ingin dicium, namun seluruh tubuh Rolan sudah mulai bereaksi dan ingin segera mandi air dingin.
Kuduk Rolan semakin berdiri, kala Mita menepuk-nepuk punggungnya. "Besok Abang langsung beli obat batuk ya... biar kita bisa cepet ciuman..."
Rolan semakin terbatuk-batuk. Tanpa menjawab pertanyaan Mita, tanpa mempedulikan dia menyela begitu saja tubuh Mita. Rolan buru-buru masuk ke kamar mandi.
"S-siapa yang ngajarin kau... cium-cium itu?"
"Kak Rani! Katanya kalau mau hubungan suami-istri cium di bibir dulu... baru yang lain-lain. Malahan Bang!" seru Mita membuat Rolan berjengit mundur. "Suami-istri itu harus hubungan dari sejak pertama nikah loh Bang! Okelah, kemarin-kemarin Abang masih marah. Kan sekarang Abang nggak marah samaku lagi... harusnya kita tidur sama-samalah..."
Rolan tak mampu bernapas dengan tenang. Tubuhnya sekaku besi. Bahaya sekali, nambah satu lagi—kata Kak Rani. Jadi, ini alasan Mita membuntutinya??
Napas Rolan terembus cepat, dan sialnya, hasrat lain muncul dari dirinya. Tetapi, Rolan harus sekuat tenaga menahan dirinya, bukan apa, ini adalah keputusan besar, sekali dia bersikap impulsif maka bisa dipastikan Rolan tak akan bisa menahan diri untuk selanjutnya.
Mita bukan lagi dalam kategori polos. Tapi, amat sangat polos.
Mita menatap heran suaminya yang masih berdiri saja. "Bang..."
Bahu Rolan masih menegap ke atas, masih belum mampu berpikir. Namun, melihat Mita jalan selangkah, Rolan langsung berkata dalam satu tarikan napas. "Aku masih batuk!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Jejak Lara
RomanceBlurb : Menikah adalah prioritas nomor ke sekian bagi Rolan, sebelum dia bertemu sosok Mita. Gadis polos penderita disleksia. Sayangnya, Mita adalah wanita yang hendak dijodohkan kepadanya, oleh Ayahnya-pria yang telah menelantarkannya sejak kecil...