Bab 23

5.1K 912 133
                                    

"Mita... Mita...!"

Rolan berseru ketika dia pulang sore hari sehabis panen dan tak menemukan Mita di mana pun.

Rolan keluar dan mendapati Bangkit. "Kit... nampak Mita??"

"Kayaknya ke tempat Nondong Bang..." balas Bangkit berseru.

Dada Rolan semakin berdentaman. Ngapain Mita ke sana?? Siapa yang mengajak Mita ke sana?? Atau Nondong yang mengajak? Dan mengatakan rayuan serta hasutan macam-macam lagi??

Dengan napas tersengal dan otot mengetat Rolan melangkah lebar setengah berlari menuju rumah Nondongnya.

"Mita..." panggilnya, bahkan sebelum sampai ke teras.

"Apa Bang...?" suara itu terdengar dari samping rumah.

Dan betapa terkejutnya Rolan mendapati Mita duduk di kursi kecil di atas tanah dengan tangan memegang cutter dan tengah menyeseti sapu seperti yang dilakukan Mami Yuni dan Nondongnya.

"Ngapain kau??" wajah Rolan semakin mengeras ketika mendekat.

"Tadi aku liat Mami bawa gulungan besar daun, rupanya untuk sapu Bang..." seru Mita heboh. "Nih aku bisa..."

Mita terkejut bukan main saat Bang Rolan mengambil pisau cutter dari tangan Mita, dan mencampakkannya.

"Apanya kau Wa," bentak Nondongnya.

"Tergores tangannya, nanti marah pulak Mamanya," sahut Rolan tak kalah meninggikan nada. "Ayo pulang," ucap Rolan dingin.

Mita mengerjap syok dengan wajah merengut. "Tapi tanganku nggak luka kok..." protes Mita saat Rolan menariknya. "Aku bisa Bang..."

"Bisa pun kau mau apa? Untuk apa kau buat sapu??"

"Kan bisa dijual..."

"Uangnya nggak seberapa bagimu."

Mita semakin cemberut. Memang iya sih.

Dada Rolan kembang-kempis, ada retakan trauma yang sepertinya menyeruak ke batinnya ketika menatap Mita begitu tajam dan dalam. Dia tahu Mita pasti tak mengerti. Namun, Rolan juga belum bisa menguasai diri, membiarkan perasaan-perasaan seperti ini menguasainya.

Dia tak ingin Mita menjadi korban.

Rolan sangat amat paham, bahkan mengalami sendiri ada orang yang begitu jahat dan dipercayanya, ternyata tidak tulus, dan hidupnya hanya mencari keuntungan. Terlebih, Rolan melihat seperti itulah yang dilakukan Nondongnya kepada Mita, hanya demi mengamankan tujuannya, Rolan yakin Nondongnya tidak tulus.

Mita tak seharusnya berada di sini, dengan orang-orang yang hanya berniat memanfaatkannya, mengambil keuntungan dari kepolosannya. Gadis yang tak tahu apa-apa, bahkan tak siap menjalani rumah tangga yang sesungguhnya. Rolan akan lebih merasa berdosa jika Mita tak segera dikembalikan ke tempat asalnya.

Mita bisa menganggap selama sebulan di sini adalah sebuah pengalaman hidup yang entah itu tak dapat dilupakan, atau terlupakan begitu saja nanti. Yang jelas, Rolan tak ingin merusak hidup seorang wanita yang tak tahu apa-apa. Yang hanya mengejar status sosial yang menunggu waktu untuk tersadar dan akhirnya menyesal. Mita hanya belum tersadar dari ambisinya.

Ketika tengah malam, Rolan melihat Mita dari celah pintu kamarnya yang selalu tak tertutup rapat itu, Rolan sadar Mita tak pernah menutup pintu rapat saat tidur, sepertinya wanita itu takut tidur tanpa mendengar suara-suara dari luar. Rolan tertegun menatap Mita dengan rahang semakin mengetat.

Dia harus mengembalikan Mita, dan membuat keadaan seperti sedia kala.

***

Rolan berteman dengan siapa saja, dari rentang usia berapa pun, dengan tipe manusia beragam yang telah dikenalnya, dan tak terkecuali Agus, temannya yang paling bangsat, namun setia kawan kalau urusan adu fisik. Preman kampung yang punya istri—setahu Rolan empat—entah yang sudah pergi ditinggal atau pun yang hanya dijadikan teman tidur. Meski jalur hidup mereka berbeda jauh, tapi Rolan sudah mengenal Agus dari mereka sama-sama remaja yang ikut menonton kibotan malam-malam, duduk-duduk di warung sampai pagi. Dan kenakalan lainnya.

Jejak LaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang