"Mamamu—ada telepon lagi?"
Mita menggeleng. "Belum..."
Rolan menarik sudut matanya. "Nanti tau-tau udah sampai sini aja."
Mita membelalak.
"Oh! Nanti aja, aku tanya Juni. Sejak nggak ada aku Juni kan ngikutin Mama."
Rolan mengangguk.
Mita mengikuti gerakan suaminya yang mengambil helm motor. "Abang mau pergi naik motor?"
Lagi, Rolan mengangguk. "Aku pulang agak lama."
Wajah Mita langsung berubah lesu. Padahal dia juga tahu, Papanya sering pergi keluar kota bahkan sampai semingguan dan Mamanya sudah terbiasa. Tetapi, kenapa saat dia jadi istri, Mita begitu tak suka jika tak bisa melihat Bang Rolan yang bahkan bukannya pergi sampai 24 jam.
"Aku pergi." Rolan mengecup kening istrinya yang sudah seperti kebiasaan.
Mita mengangguk semakin lesu.
Ekspresi Mita tentu saja ditangkap oleh Rolan. Rolan sendiri juga sangat menyukai gagasan mereka berdua seharian. Namun, bukan mencari uang yang membuat Rolan terburu-buru seperti saat ini, melainkan dia akan ke Duri untuk mencari keberadaan pamannya.
Rolan belum mendapatkan gambaran di mana tepatnya rumah saudara istri pamannya itu. Namun dari informasi Pa Udanya, yang akhirnya mendesak Pa tengah untuk menyebutkan nama keluarganya tersebut. Rolan akan menanyakan ke orang sekitar.
Lewat tengah hari saat Rolan akhirnya menemukan tempat pelarian pamannya, namun nasib sial saat kata seorang remaja di rumah itu jika orang tuanya, dan pamannya tersebut tengah keluar mengutip butut. Memang rumah tersebut memiliki usaha butut disampingnya.
Dengan sangat kesal dan lutut terus bergoyang.
Hingga sore hari, Rolan sudah tak sabaran menunggu di warung sekitar, dan ingin pulang saja, tetapi pulang pun Rolan tak yakin bisa tidur tenang sebelum masalahnya terselesaikan. Ketika hari semakin senja akhirnya dia melihat pikap tua melaju lambat dan jelas melihat wajah pamannya.
Rolan segera keluar dari warung dan mengendarai motornya ke rumah tadi.
Pa Tengah nya tampak terkejut melihat motor Rolan yang berhenti tak jauh dari pikap. Istri Pa Tengahnya, tampak langsung masuk ke dalam.
"Kau—kok bisa di sini?"
"Apa yang nggak kubisa?" balas Rolan sengit.
Ada sebuah dipan di depan rumah tersebut dan dengan gerak gerik sedikit gelisah pamannya itu berjalan dan duduk di sana.
"Bapakmu pun tadi telepon aku. Dimaki-makinya aku."
Bibir Rolan berkerut keras, dia tak peduli. "Itu urusan kalian!"
"Mertuamu ada bilang apa memangnya?" lirik Pamannya.
Rolan mendengus dengan wajah semakin memerah. "Berapa yang Pa Tengah jual? Berapa duitnya?!" sentak Rolan malas berbasa basi.
"Sedikitnya... ada yang angkat telor, cari mukak kali. Tukang ngatur dia, palak kali aku dibuatnya, pasti dia yang ngadu enggak-enggak."
"Mau sedikit mau banyak, kalau salah nggak usah nyalahkan orang lain. Udah jelas salah Pa Tengah! Bikin malu, aja!"
Pria yang kini berperawakan kurus kering itu, menampilkan air muka tetap tak terima dan merasa benar.
"Udahlah! Telepon mertuaku dan minta maaf, bilang sama dia, berapa yang udah Pa Tengah jual, akan diganti!"
"Udah diurus sama Bapakmu."
Rolan mendengus keras, dan marah. Dia curiga ini akan menjadi senjata baru Bapaknya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Jejak Lara
RomanceBlurb : Menikah adalah prioritas nomor ke sekian bagi Rolan, sebelum dia bertemu sosok Mita. Gadis polos penderita disleksia. Sayangnya, Mita adalah wanita yang hendak dijodohkan kepadanya, oleh Ayahnya-pria yang telah menelantarkannya sejak kecil...