Bab 54

4.4K 915 64
                                    

Menuju tamat... btw cerita ini juga ada Season 2 nya udah tamat di Karyakarsa. Menceritakan kehidupan pernikahan Rolan-Mita setelah kembali bersama, dan kebingungan si Abang karena Dek Mita pengen punya anak.. hahahha

.

.

Entah untuk ke berapa kali Rolan menghela napas tiap kali melangkahkan kakinya, melewati jalan setapak menuju pintu penghubung ke rumah yang sudah selesai dipasang tenda-tenda itu.

Rumah dua lantai bernuansa putih itu memang tidak sebesar rumah orang tua Mita, namun tetap saja terbilang sangat bagus untuk ukuran Rolan.

"Mana Mita?"

Suara itu langsung terdengar meski Rolan belum memfokuskan pandangannya.

"Udah tidur Pak."

Bagaimana pun ini sudah tengah malam. Dan ketika Papanya Mita menelepon menyuruhnya turun, Rolan langsung menurut.

Rolan mengikuti langkah pria paruh baya itu ke dalam ruangan, menaiki anak tangga. Di lantai atas masih benar-benar kosong. Hanya terpasang gorden.

"Belum banyak perabotnya, nanti abis acara kau, Mita sama Mamanya lah itu yang atur." Mulut Rolan sudah terbuka, namun Pak Beni kembali mengimbuh. "Kau perlu urus urusanmu di kampung kan? Kapan kau balik lagi?"

Rolan menelan ludahnya yang terasa begitu pedih di tenggorokan.

"Soalnya sabtu depan aku mau ke Rantau, kita liatlah, sawit yang di sana—"

"Pak," potong Rolan dengan keberanian di ujung tanduk.

"Apa?"

Rolan tahu, orang-orang seperti mereka tak suka sesuatu yang bertele-tele.

"Sebelumnya—Bapak pernah tahu tidak, jika hubungan saya dan Bapak saya nggak akur?" tanya Rolan berusaha menormalkan emosinya yang mulai naik tiap kali menceritakan Bapaknya.

Beni menatap lurus. "Kenapa rupanya?"

"Istri Bapak saya yang sekarang, itu selingkuhannya sebelum Mamak saya meninggal. Tapi itu bukan itu yang penting," Rolan mengimbuh sebelum Pak Beni mengernyit semakin dalam. "Saya nggak akur bukan hanya karena itu, mungkin juga bisa saya maafkan jika dia benar-benar seorang 'Bapak' yang adil, tapi kenyataannya Bapak saya nggak mengurus saya. Dari mulai SMP saya ikut Nondong, dan dari mulai SMA saya cari uang sendiri. Saya berani jamin dia nggak pernah membiayai hidup saya selepas kepergian Mamak saya.

"Jadi ketika dewasa, saya juga merasa dia nggak berhak mengatur hidup saya. Dia yang atur saya ketemu anak Bapak, dengan tipu muslihatnya, rayu-rayu Nondong saya. Sampai akhirnya saya tahu Bapak pasti janjikan sesuatu untuk dia. Dan itu semua bukan atas nama saya, itu... kemauannya sendiri, nggak ada sangkut pautnya sama saya. Gitu juga yang Bapak kasih ke Nondong, itu semua maunya keluarga saya, bukan saya. Saya nggak pernah merasa minta apa pun, bahkan jika itupun untuk kepentingan Mita, semampu saya, penuhi kebutuhan dia. Saya juga tahu beberapa kali Bapak kirim uang untuk Mita, itu bukan murni karena Mita yang meminta melainkan suruhan Nondong saya. Dan entah untuk ke berapa kali saya marah ke keluarga saya."

"Kenapa kau ceritakan semua ini samaku?"

"Semoga Bapak bisa melihat keseluruhan dari sisi saya. Saya nggak mau Mita lagi-lagi jadi jembatan untuk dimanfaatkan. Banyak hal yang belum Mita mengerti, tapi bukan berarti dia bodoh," nada bicara Rolan terdengar berapi-api. "Dia hanya butuh waktu lebih lama untuk belajar. Dia cuma korban dibodoh-bodohin orang disekitarnya... Termasuk saya."

Alis Beni berkerut tegas.

"Saya lebih buruk. Ketika awal tinggal bersama saya sengaja kurang menghargainya sebagai suami. Padahal Mita selalu berusaha menerima keadaan yang serba kekurangan di kampung. Ada banyak cara dan alasan Mita untuk pergi tetapi dia tetap tinggal. Saya nggak berbohong jika mengatakan Mita mempelajari semuanya dengan gigih. Dia menyelesaikan semua pekerjaannya walaupun dengan mengeluh." Mata Rolan terasa panas. "Sebelum sampai di sini, saya ajak Mita kabur, dia menurut aja. Padahal saya tahu dia takut dan bingung. Saya bisa tetap kekeuh bawa Mita kabur, tapi saya tahu cara itu salah."

Jejak LaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang