"Rolan besok kau mau ke mana?"
"Ke mana?" ulang Rolan.
"Eh... Nondong tanya kok kau tanya balek..."
"Ya aku belom ada rencana ke mana-mana kenapa?"
"Oh pas kali lah... antar Nondong belanja ke kota."
Seingat Rolan besok hari jum'at, mau ada acara apa sampai belanja ke kota? "Mau ada acara apa memangnya Nondong?"
"Loh, belum ada cerita si Mita. Kan hari minggu mau kesini orang tuanya."
Tulang belakang Rolan langsung menegang. Dia menelan ludahnya dengan susah payah. "Nggak ada, nggak ada yang bilang ke aku," gumam Rolan. Setelah beberapa hari yang cukup tenang, dia harus dihadapkan lagi dengan orang tua Mita.
Emosi dalam diri Rolan mendadak berkecamuk, hanya dengan membayangkannya saja Rolan rasa sulit untuk mengendalikan emosinya, dan entah apa nantinya yang akan dikatakan orang tua Mita. Sepertinya Rolan siap untuk membantu Mita mengemasi barang-barangnya.
"Ya mungkin lupanya dia. Atau belum bilang. Nondong pun baru dikabari Bapakmu tadi siang."
Mendengar sebutan 'Bapak' batin Rolan semakin meradang.
"Terus ngapainnya Nondong sampe sibuk-sibuk ke pasar?"
"Ya untuk masaklah. Beli daging."
Rolan langsung mendengus keras.
"Waktu kita ke sana pun dikasih makannya kita. Masa orang tua Mita ke sini nggak kita kasih makan."
Rolan segera membuang pandangannya. "Besok aku sibuk."
"Ya udah, tapi jangan pake pikap ya. Biar kusuruh Ijal yang antarin kami. Nggak lama-lamanya kami belanja."
"Kami?"
"Iya... Mita kan juga ikut."
Mendengar rencana Nondongnya, rahang Rolan tambah mengeras. Lututnya bergoyang gelisah.
Selepas kepulangan Nondongnya, Rolan menuju kamar Mita, terdengar suara ponsel Mita yang sepertinya selalu bervolume tinggi itu. Pintu memang tidak tertutup rapat, jadi Rolan membukanya dengan Rolan tergantung di handle pintu, Rolan bertanya. "Kata Nondong orang tuamu mau datang?"
Mita terkaget, dan langsung memutar tubuhnya. "Hah? Oh, iya... kenapa Bang?"
Santai sekali Mita menjawab.
"Bisalah sekalian, kau ikut pulang."
Awalnya Mita biasa saja, namun setelah mengartikan ucapan Rolan matanya langsung mendelik. "Ih... Nggak mau...!"
Bibir Rolan menipis, menggerutu dalam hati.
"Kau besok mau ikut Nondong ke pasar?"
Mita mengangguk antusias.
"Nondong lama kalau belanja. Bawa-bawa kau lagi. Di rumah ajalah kau."
Mita langsung merengut. "Tapi Nondong kasih ikut kok... Masa aku di rumah terus sih Bang..."
Rolan berdecak. Dia tidak meneruskan perdebatan, dan langsung menutup pintu kamar.
Keresahannya tidak berkurang. Rolan tahu harga dirinya akan terusik tiap kali mendengar ucapan orang tua Mita. Dan entah Rolan dapat menahan emosinya entah tidak. Yang jelas, Rolan tak akan terima jika dia mendapat kalimat yang merendahkan.
Lagipula, melihat keadaannya yang begini... bisa saja Mama Mita langsung mengangkut anaknya pulang. Bukankah dari awal, mereka akan membuat Mita tetap tinggal di Medan. Harusnya Rolan tak perlu merisaukan jeleknya rumahnya, lokasinya yang dipedalaman, ataupun bau tahi lembu sebagai aroma sehari-hari. Semakin orang tua Mita melihat buruk keadaannya di sini, toh semakin cepat Mita pergi dari sini. Tetapi entah kenapa hati kecil Rolan memberontak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jejak Lara
RomanceBlurb : Menikah adalah prioritas nomor ke sekian bagi Rolan, sebelum dia bertemu sosok Mita. Gadis polos penderita disleksia. Sayangnya, Mita adalah wanita yang hendak dijodohkan kepadanya, oleh Ayahnya-pria yang telah menelantarkannya sejak kecil...