Happy Reading
*.✧*.✧*.✧
“James, kau kemana saja semalam? Mae dan Pho mengkhawatirkan-mu yang tidak pulang-pulang, kau—”
“—Maaf Mae.. Bicara-nya nanti saja ya, James keatas, mau istirahat,”sela James dengan lirih-nya.
Ia baru saja melangkah memasukki rumah-nya, Clarissa sang ibu langsung menyerbu-nya dengan banyak pertanyaan.
Kemudiam bergegas berlalu dari sana menuju kamar-nya.
Sebisa mungkin air mata yang membendung dipelupuk mata-nya ia tahan agar tidak tumpah dihadapan sang ibu.
James tidak ingin sang ibu mengetahui apa yang terjadi pada-nya, baik itu sekarang, mau-pun dimasa sebelum-nya.
Ia pulang dengan taksi yang kebetulan melintas didepan-nya, mengingat mobil-nya masih berada dipelantaran skye bar.
Lupakan sejenak perihal mobil, lagi-pula tidak akan hilang, kalau-pun hilang, ia akan meminta Harit untuk mengganti rugi-nya.
Clarissa memandang dalam diam punggung sempit sang anak, yang sudah tiba dilantai kedua, lalu masuk kedalam kamar-nya.
James itu orang yang tidak bisa ia tebak, apa-lagi James jarang sekali bercerita pada orang sekitar-nya.
Ia lebih sering memendam semua-nya sendiri, menanggung-nya sendiri, dan mengatasi-nya sendiri.
Itu-lah sebab-nya Clarissa yang bahkan notabene-nya ibu-nya saja tidak pernah bisa menebak isi hati anak-nya.
Tapi satu hal yang pasti, setiap apa saja yang dirasakan James, Clarissa turut merasakan-nya.
Ikatan seorang ibu dan anak-nya tidak dapat terelakan bukan?
“Semoga kau baik-baik saja James.. Mae dan Pho sangat mengkhawatirkan-mu,”
•••
James menjatuh-kan tubuh ramping-nya diatas tempag tidur-nya.
Air mata yang sedari tadi ia tahan kembali membanjiri pipi putih-nya.
Isakan lirih-nya kembali terlolos-kan dari celah bilah bibir plum-nya.
Kurang ajar sekali bukan?
Walau-pun isakan itu terendam, jadi hanya terdengar samar, dikarenakan ia membenam-kan wajah-nya pada tempat tidur-nya.
Posisi tengkurap adalah pilihan yang tepat untuk-nya menumpah-kan isak tangis-nya.
“Hiks.. Hiks.. A-aku sama sekali tidak pernah menduga jika saat semua-nya terungkap jelas, justru semakin menyakiti hati-ku..”lirih-nya pelan.
Tubuh-nya bergetar kecil.
“Sialan! Aku membenci-nya.. T-tapi..”
“Sulit sekali untuk melupakan-nya, seberapa keras usaha-ku untuk melupakan-nya, meski-pun rasa benci-ku juga sama besar-nya, melupakan semua yang terlewati, sampai akhir-nya sedikit fakta itu menghancurkan semua-nya,”
James merubah posisi tengkurap-nya menjadi terduduk tegap ditepi tempat tidur-nya.
Tangan-nya bergerak merongoh ponsel-nya didalam saku.
Ada banyak sekali notifikasi panggilan mau-pun pesan yang masuk kedalam ponsel-nya.
Dari kedua orang tua-nya, teman-temannya, juga Namping.
Tanpa ada niatan untuk membalas-nya, James justru melempar-kan ponsel-nya kesembarang arah.
Lalu kembali berbaring, dengan menutup kedua mata-nya.
Ia lelah..
Pada semua yang terjadi.
•••
“James..”lirih Net dengan suara parau-nya.
Keadaan-nya sama kacau-nya dengan James.
Masih pada posisi-nya, Net menatap lurus pada lantai dingin yang ia dudukki.
Air mata-nya telah mengering dipipi tirus-nya.
Bibir-nya terlihat getir, setiap kali menyerukan nama James, pemuda cantik yang hati-nya telah ia sakiti.
Hati-nya ikut merasakan sakit, melihat raut wajah James sebelum-nya.
Rasa sesak itu begitu terasa dalam dada-nya.
Namun sedikit-nya Net merasa lega, karena akhir-nya bisa mengungkap-kan semua-nya pada James.
Setidak-nya ia tidak terus-menerus memendam-nya.
Meski rasa benci James pada-nya semakin bertambah.
Dari hari kehari.
Bahkan sampai seterus-nya mungkin akan tetap seperti itu.
“Maaf-kan aku.. Aku tahu, sibrengsek ini memang tidak pantas untuk mendapat-kan kata maaf dari-mu, tapi sampai kapan-pun aku akan terus mengucap-kan kata maaf itu didalam hati-ku, karena tidak mungkin untuk-mu masih ingin melihat-ku, disaat kau-pun selalu tidak ingin melihat-ku, ada disekitar-mu,”
“Maaf-kan aku, yang dengan lancang-nya masih menyayangi-mu hingga detik ini, aku berharap.. Suatu saat nanti, kebahagiaan itu kau dapat-kan, meski bukan karena-ku,”lirih Net, kepala-nya tertunduk dalam.
Air mata-nya kembali mengalir diwajah-nya.
Hanya James-lah yang mampu membuat-nya menangis.
Hanya James-lah air mata-nya akan keluar dengan tanpa ragu-nya.
Dan hanya karena James-lah..
Ia bisa mengatakan maaf pada seseorang.
•••
“Hm, kenapa Rit?”seru James dengan suara serak-nya.
Ia baru saja terbangun dari tidur-nya.
Itu juga dikarena-kan dering ponsel-nya yang begitu nyaring.
“Mobil-mu, kau tidak ada niatan untuk mengambil-nya?”
“Ada, tapi nanti saja, aku sedang malas pergi keluar,”
Mata-nya kembali terpejam, ia masih mengantuk.
“Semalam kau kemana James? Bibi Clarissa dan Paman Alteria sibuk mencari-mu, mereka mengkhawatirkan-mu.. Namping bilang, kau dibawa—”
“Harit, aku tutup telepon-nya, aku masih mengantuk, sampai nanti,”sela James cepat.
Kemudian mematikan sambungan telepon itu.
Ponsel-nya ia lempar kesembarang arah.
Ia ingin mengabai-kan sejenak semua yang terjadi disekitar-nya.
Menata kembali hati-nya yang dibuat sakit akan semua fakta yang ia terima.
“Aku lelah.. Bisa-kah aku melupakan-nya sejenak? Kali ini saja..”lirih-nya, sebelum untuk kemudian air mata-nya menetes disudut mata-nya.
James kembali memasukki alam mimpi-nya, bersama tangis air mata-nya semakin meluruh membasahi kedua pipi-nya yang putih.
Sekira-nya..
Sudah berapa banyak air mata yang ia keluar-kan hari ini?
Mata-nya bahkan membengkak sekarang.
Katakan-lah diri-nya lemah jika menyangkut soal hati.
Siapa yang mau berpura-pura kuat seperti-nya saat dilihat dari luar?
Padahal didalam-nya luar biasa hancur, bagai-kan kepingan kaca.
To be continue.
maaf baru update guys.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝙀𝙓 𝘽𝙪𝙩 𝙈𝙖𝙧𝙧𝙞𝙚𝙙 [ON GOING]
FanficMantan. Tapi menikah? ... "Mae.. James tidak mau menikah dengan-nya,"rengek James pada sang ibu. ... James.. Yang baru saja pulang, sang ibu langsung mengajak-nya berbincang ringan diruang tamu. Tapi apa yang ia dapat-kan dalam perbincangan itu? Kal...