Chapter 4. Menuju Bhumi Acarya

94 15 0
                                    

Amuk Rekso dan Bantengsoka terdiam mendengar penuturan rencana Anatari. Pun meragukan ketulusan keponakannya. Anatari merasakan ketidakpercayaan keduanya, tapi dia mengabaikannya. Anatari berlutut, bersimpuh, memberikan hormat kepada keduanya.

"Mohon Paman berdua memberikan dukungan."

Amuk Rekso memalingkan wajah. Tak tahu harus menentukan keputusan apa. Sejatinya dia tidak pernah menyukai Anatari, apalagi harus mendukungnya. Kejadian hari ini tidak pernah terlintas dalam benaknya barang sedetik pun.

Bantengsoka berdiri dari tempat duduknya. "Kau tahu Kangmas, kurasa Anatari pantas mendapatkan kesempatan untuk menebus dosanya. Saat ini, Girilaya dalam keadaan hidup enggan mati tak mau. Harus ada yang berani bertindak membuat perubahan. Bagaimanapun, Anatari masihlah Putri Mahkota Girilaya. Bila Ratu tidak bisa melakukan tugas sebagaimana mestinya, maka Anatari berhak mewakili tugas-tugas kenegaraan."

Amuk Rekso menghela napas panjang. "Tidak perlu mengingatkanku. Aku sudah tahu." Dia menatap Anatari dengan pelik. "Seberap besar keyakinan Gusti Putri mengenai keberadaan Kembang Ing Segara di Acarya?"

"Anatari sangat yakin."

"Kembang Ing Segara merupakan mitos yang beredar liar sejak jaman nenek moyang kita mendirikan peradaban di Tanah Jawi, tepatnya di wilayah Acarya. Kebenaran akan benda keramat itu masih dipertanyakan bahkan saat ini diragukan keberadaannya, karena tidak ada satu orang pun yang pernah melihatnya. Semua kabar mengenai Kembang Ing Segara hanya berdasarkan pada rumor yang beredar di masyarakat tiga nagari. Gusti Putri tidak perlu bersusah payah untuk sesuatu yang tidak ada," jelas Amuk Rekso, pesimis.

Anatari menatap Amuk Rekso lurus ke matanya. "Sekalipun hanya mitos, Anatari merasa itu bukanlah sesuatu yang tidak layak untuk dicoba. Di Acarya terdapat ruang kitab yang sangat luas. Anatari pikir bisa mencari cara menyembuhkan Bibi dari kitab-kitab yang berada di sana."

"Bagaimana cara Gusti Putri masuk ke wilayah Acarya? Anda adalah gembong Perewa Bertopeng yang dieksekusi di Celah Mrapen. Sangat beresiko bagi Gusti Putri sendiri pun bagi Girilaya," cemas Amuk Rekso.

"Selama ini Anatari belum pernah memasuki wilayah Acarya. Kecil kemungkinan ada yang mengenali Anatari," sahut Anatari.

"Tersiar kabar bahwa 'Yuwaraja Terusir' menetap di sana." Bantengsoka memerhatikan Anatari. "Apa yang akan Gusti Putri lakukan bila sampai kalian bertatap muka?"

"Menyapanya."

Amuk Rekso menggeleng tidak percaya mendengar jawaban naif seorang Anatari Lingga. Benaknya dikuasai keraguan yang memuncak ke ubun-ubunnya.

"Sikap Gusti Putri hanya akan menggagalkan rencana sendiri," tegur Amuk Rekso.

"Anatari yakin bisa mengatasinya. Mohon Paman tidak khawatir."

"Kalau Gusti Putri sudah berkata seperti itu, aku malah semakin khawatir dengan sikap gegabah dan sombong Anda," ungkap Amuk Rekso.

"Kangmas, sebaiknya kita memberi dukungan pada Anatari. Biarkan dia membuktikan diri sebagai calon penerus takhta yang memang mumpuni. Lagipula Girilaya tidak memiliki penerus takhta selain Anatari," dukung Bantengsoka.

Amuk Rekso ingin sekali melayangkan penyangkalan, tapi kenyataan memang tidak pernah bisa disangkal. Dia pun tidak memiliki perkataan lain untuk memperkuat argumennya.

"Terserah saja."

Bantengsoka tersenyum. "Gusti Putri sudah mendengar ucapan Paman Amuk Rekso. Bangunlah dan jalankan rencana Anda untuk menyelamatkan Ratu Falguni. Anda mendapat dukungan penuh dari kami berdua."

Anatari tersenyum cerah, berkata, "Anatari ucapkan terimakasih atas dukungan Paman Amuk Rekso dan Paman Bantengsoka. Anatari akan berusaha keras."

Anatari meninggalkan Pendopo Besar dalam langkah ringan dan ceria. Semangat membara di dadanya. Akhirnya, dia mendapatkan jalan pertama untuk mengurangi dosanya.

(Book 2) Pertarungan Terakhir di Bhumi Javacekwara (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang