Chapter 46. Akhir Perjalanan

54 12 0
                                    

Percikan sinar semerah darah yang berasal dari simbol yang digambar Anatari akhirnya berhasil dihancurkan seluruhnya oleh Lembu Jalanatra. Anatari terdiam, belum mendapatkan kembali kesadaran dirinya.

Abinawa dan Lembu Jalanatra terpaku menatap tempat dikurungnya Banaspati. Keduanya melihat nyala api mulai menerangi mulut guha yang lebar dan tinggi.

"Dia akan keluar," ucap Lembu Jalanatra.

"Tinggalkan tempat ini," suruh Abinawa.

"Tidak. Kau bawa Anatari pergi. Aku akan menghadapinya," tolak Lembu Jalanatra.

"Tidak perlu bertindak sebagai pahlawan untuk kami. Kita masih harus memberi peringatan pada orang-orang di atas sana," kata Abinawa.

Lembu Jalanatra berpaling pada Abinawa. "Sejak awal, aku tidak pernah setuju dengan rencanamu. Sekalipun sihir menular yang kau derita akan mencabut nyawamu cepat atau lambat, setidaknya kau memiliki kesempatan untuk membantu Anatari mengembalikan keseimbangan hidup di tanah jawi. Juga bisa mati dengan tenang di tangannya."

"Kau tidak mengerti—" sahut Abinawa.

"Daripada membunuh Banaspati di dalam tubuh fana seseorang, akan lebih berguna bila diriku yang berkorban sebagai orang yang menyegel Banaspati di tempat ini. Selamanya. Aku menguasai ilmu rawarontek. Tidak akan pernah mati. Aku akan tetap hidup sebagai penjaga tempat ini," tutur Lembu Jalanatra.

Abinawa menoleh pada Anatari yang masih terdiam bagai arca. Dentuman terdengar dari dalam guha. Itu merupakan sebuah langkah kaki yang berat dan dalam.

"Siapa yang telah berani menghalangi kebangkitanku?" geram Banaspati.

"Cepat pergi! Makhluk itu akan segera keluar dari sarangnya," suruh Lembu Jalanatra.

"Paman ... maaf dan terima kasih," ucap Abinawa.

Lembu Jalanatra mengangguk. "Tetaplah bersamanya."

"Aku akan menjaganya di sisa hidupku," janji Abinawa.

Abinawa membopong Anatari, membawa perempuan itu keluar melalui ribuan anak tangga yang mengarah ke punggung puncak gunung di belakang gurun pasir hitam.

Lembu Jalanatra menorehkan luka di pergelangan tangannya, menggambar simbol penyegelan yang diawali membentuk lingkaran, bintang, dan kepala kambing di dalam bentuk bintang. Beberapa huruf sanksekerta juga ditulisnya di delapan arah mata angin. Lembu Jalanatra duduk bersila di tengahnya, matanya menutup, mulutnya mulai merapal mantra penyegelan.

Percikan cahaya semerah darah bersinar mengarah ke atas, membawa bulir-bulir darah mengapung ke udara yang tidak terlalu tinggi. Abi berkobar hebat menyesaki mulut guha. Kepala bertanduk mulai menampakkan wujudnya. Matanya dan mulutnya berupa nyala api terang yang membara.

"Kau tidak bisa menghalangi kebangkitanku!" geram Banaspati.

Banaspati merasakan tarikan di belakang tubuh apinya, hendak membawanya kembali masuk ke dalam guha. Namun, dia melesatkan cemeti api yang mengarah pada pinggang Abinawa. Pria itu tertarik ke belakang bersama Anatari dan terjatuh di dekat Lembu Jalanatra yang sedang berkonsentrasi merapalkan mantra.

Benturan yang keras dan fokus Banaspati yang terbagi membuat Anatari mendapatkan kembali kesadarannya. Dia terperangah menatap Banaspati yang tinggi menjulang di depan matanya. Api merah darah berkobar-kobar dahsyat di sekelilingnya. Abinawa menarik Anatari ke belakang Lembu Jalanatra yang tak tersentuh kobaran api itu. 

Banaspati mengarahkan serangan pada Lembu Jalanatra. Namun, Abinawa dengan gesit menghalangi. Akan tetapi, kekuatan Banaspati tidak dapat tertanding. Dan, Abinawa pun tahu kalau dia tidak akan menang dalam pertarungan ini.

(Book 2) Pertarungan Terakhir di Bhumi Javacekwara (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang