Siluman harimau melompat ke atas jembatan merah di atas Sungai Tadahan di mana Raja Kumara dan keempat pengawal Abinawa berdiri menanti di sana. Bulu putihnya bersinar di tengah gelapnya malam. Geni turun dari punggung sang harimau, memberikan hormat pada Raja Kumara yang duduk bersila. Tangan kanan Raja Kumara terangkat lemah, memberi tanda agar Geni tidak perlu melakukannya.
Geni berlutut di depan Raja Kumara. "Apa sesuatu terjadi pada Anda?"
"Raja Kumara menderita luka dalam setelah terlibat pertarungan dengan Mahesa," jawab Sagara yang duduk di belakang Raja Kumara, mencoba meringankan luka dalam sang raja dengan mengalirkan energi penyembuh.
"Sudah tidak apa-apa. Bagaimana keadaan Abinawa dan Anatari? Kenapa mereka tidak terlihat?" tanya Raja Kumara, menatap Geni dan siluman harimau yang berada di hadapannya.
"Mereka ada bersamaku," jawab siluman harimau.
Raja Kumara tersenyum lega. "Aku tidak akan meragukannya. Terimakasih."
Sang harimau membalasnya dengan anggukan.
"Kita kembali ke kediaman Abinawa," perintah Raja Kumara.
"Tunggu dulu." Geni berlari ke tepi jembatan. Melongok jauh ke bawah sungai. "Apa mereka bertiga sudah mati?"
"Aku harap begitu," jawab sang harimau sambil lalu.
Sebelah alis Geni menukik naik. "Apa maksudmu?"
"Kalau kekuatan mereka belum kembali, percayalah, mereka bertiga akan terperangkap di dalam reruntuhan tempat itu. Tapi, bila runtuhnya tempat itu mampu mengembalikan kekuatan ketiganya, niscaya mereka akan menuntut balas padaku, tidak lama lagi," jawab sang harimau.
"Apa rencanamu selanjutnya?" tanya Raja Kumara pada sang harimau.
"Kita kembali dulu ke kediaman Abinawa, seperti katamu."
Siluman harimau melangkah begitu saja. Raja Kumara dipapah Sagara dan Taruna.
Setibanya di kediaman Abinawa, harimau itu mengeluarkan dua bola cahaya dari dalam mulutnya. Bola cahaya itu mengapung di atas babragan, jatuh, dan terpencar menjadi serpihan cahaya, memerlihatkan tubuh Anatari dan Abinawa yang terbaring di sana.
Manik Raja Kumara membulat. Keempat pengawal Abinawa terperangah tak percaya dengan perubahan yang terjadi pada junjungannya.
"Mengapa rambut hitam Kangmas Abinawa memudar?" tanya Sagara.
"Dia bersikeras memenuhi takdirnya untuk Anatari," kata sang harimau.
"Pengorbanan Abinawa terlalu besar," ucap Raja Kumara, prihatin.
Sagara mengepal erat.
"Kita tinggalkan mereka." Sang harimau berbalik arah. Orang-orang di sekitarnya menyingkir, memberikan jalan mengingat besarnya tubuh makhluk itu.
***
Ayam-ayam jantan berkokok di pagi buta. Asap kayu bakar mengepul dari atap dapur. Para pelayan hilir mudik membersihkan pekarangan, mengangkut air dari kolam sumber air di tepi hutan, menyiapkan makanan, memberi makan hewan ternak, memerah susu sapi, mengantarkan wadah-wadah serupa baskom dari tanah liat yang berisi air hangat untuk cuci muka ke dua paviliun yang ditempati keempat pengawal Abinawa.Di dalam kediaman utama, Anatari mulai mendapatkan kembali kesadarannya. Dia memiringkan tubuhnya ke sisi kanan, mengangkatnya perlahan, merasakan otot-otot tubuhnya mengerang kesakitan. Manik kelamnya menyisir seluruh ruangan.
"Aku pernah mengalami ini. Rasanya tidak lagi deja vu," gumam Anatari pada diri sendiri.
Anatari menggerakkan kakinya ke tepi babragan, dia membeku seketika saat melihat kaki seseorang yang berada di belakangnya. Dia menoleh dan tertegun.
KAMU SEDANG MEMBACA
(Book 2) Pertarungan Terakhir di Bhumi Javacekwara (END)
Fantasy🍃Terimakasih WattpadFantasiID yang telah memilih PTDBJ masuk ke dalam Reading List January 2024🍃 🍃🍃🍃 Tujuh tahun telah berlalu, tetapi rumor tentang Anatari dan Abinawa masih saja berkembang. Anatari bangkit dari kematian untuk menjalankan kemb...