Chapter 25. Bhumi Girilaya (5)

65 11 0
                                    

Sebuah tangan mencengkram pergelangan kaki Anatari. Falguni mengerang, terbaring lemah di dekatnya. Anatari bergegas membantu bibinya, menyandarkan kepala Falguni di pangkuannya.

"Bibi."

Falguni tersenyum, tak lama menutup matanya.

Anatari bernapas lega. Sang ratu telah kembali.

***


Anatari duduk di samping babragan, merawat Falguni yang semalaman ini tertidur lenyak. Dia menempatkan tangannya di atas dada Falguni, memfokuskan diri merasakan getaran energi wanita itu. Lemah. Lebam di tangan Falguni tak luput dari pemeriksaannya. Terasa lembek. Anatari mengembus napas pelan. Menatap Falguni dengan prihatin.

"Bagaimana keadaan Bibimu?" tanya Abinawa yang baru saja datang.

"Menurutmu bagaimana?" Anatari balik bertanya.

Abinawa memeriksa lebam pada sendi-sendi tangan Falguni. "Meridiannya terluka dan terinfeksi dalam kurun waktu yang lama. Kecil kemungkinan untuk sembuh seperti sedia kala."

"Sebenarnya siapa dalang dibalik semua ini? Apa kau mengetahuinya?" tanya Anatari.

Abinawa menggelengkan kepala. "Selama ini aku selalu menyusun rencana berdasarkan peristiwa yang sedang terjadi. Kupikir akan hanya melibatkan Mahesa dan Namaini. Tetapi, setelah keluar dari Javacekwara, aku baru menyadari bahwa semua masalah yang telah terjadi di keempat nagari memiliki kaitan satu sama lain."

"Menurut Raja Kumara, ada kemungkinan jika sihir menular berkaitan dengan Ratu Liharika yang juga menguasai ilmu hitam," kata Anatari.

"Ratu Liharika memang menguasai ilmu hitam. Adakah kaitannya dengan sihir menular, kita harus memastikannya terlebih dahulu. Selama ini, Ratu Liharika sering mengurung diri di tempat meditasi di dalam kedatonnya. Dia hanya akan keluar bila ada situasi penting saja," tutur Abinawa.

"Situasi penting. Membunuh Ibuku sepertinya dianggap situasi yang penting baginya saat itu," tangan Anatari mengepal erat.

Abinawa tidak berani menanggapi, sebab kakeknya juga memiliki andil atas kematian kedua orangtua Anatari.

"Anatari," panggil Falguni.

Anatari bergegas mendekat. "Aku di sini, Bibi. Bibi sudah siuman?"

Tangan Falguni gemetaran, meraba wajah Anatari. "Ini kau. Ini benar-benar kau. Kau telah kembali." Kedua tangan Falguni terangkat, Anatari memeluk tubuh bibinya. Tangisan Falguni pun pecah.

Abinawa memilih undur diri, memberikan privasi bagi bibi dan keponakannya.

"Bantu aku duduk," kata Falguni setelah tangisnya mereda.

Anatari membenahi posisi Falguni agar tubuh ringkih bibinya bisa merasakan kenyamanan.

"Syukurlah kau telah kembali. Bibi minta maaf atas penderitaan yang telah kau tanggung selama ini. Bibi juga ikut bertanggung jawab," kata Falguni.

"Tanggung jawab apa yang Bibi maksud?" tanya Anatari, berpura-pura tidak mengerti.

"Penderitaan yang harus kau terima di Celah Mrapen. Akulah yang memberitahu Abinawa bahwa hanya Banaspati yang mampu mengeluarkan Mustika Naga," kata Falguni.

"Mungkin kini aku harus bersyukur telah menerima hukuman itu. Tapi aku masih belum rela karena Abinawa mengorbankan dirinya sebagai pengganti nyawaku."

"Abinawa menggantikan posisimu?"

"Tapi sekarang sudah tidak apa. Abinawa mendapatkan elemen inti siluman harimau juga Kembang Ing Segara. Dengan begitu, aku tak lagi menggerogoti elemen intinya. Aku bisa mengembangkan kemampuanku tanpa harus mengkhawatirkan nyawa seseorang," jawab Anatari.

(Book 2) Pertarungan Terakhir di Bhumi Javacekwara (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang