Chapter 29. Bhumi Namaini (2)

65 12 0
                                    

Kepulan kabut kelabu meliuk di tengah keramaian, mendekat ke arah Anatari yang berdiri di tepi jalan yang sedikit sepi. Kabut itu membentuk seraut wajah, membisikkan sesuatu di telinga Anatari.

"Dia terlalu kuat. Kami tidak bisa mendekati kediamannya. Energinya sangat menakutkan. Dia bahkan sudah memusnahkan kami yang berani mendekatinya. Hanya tersisa aku dan sebagian kecil yang berhasil melarikan diri."

"Kau juga sebaiknya pergi," gumam Anatari.

"Baik."

Anatari mengamati Sagara yang berbincang akrab dengan seorang pedagang gerabah. Sagara melirik Anatari, mengangguk samar padanya. Anatari berjalan melewati lapak pedagang gerabah itu. Sagara lekas menjajari langkahnya.

"Jadi, begitu caramu dan Abinawa mencari informasi."

"Kakang Abinawa menyebar banyak telik sandi di empat nagari. Pedagang itu salah satunya."

"Ah, ternyata selama ini kalian juga memata-matai Girilaya."

"Maaf Nyimas. Itu terpaksa dilakukan. Sejak Kangmas Abinawa berjumpa dengan Nyimas untuk yang pertama kalinya, Kangmas Abinawa tidak pernah melupakan Nyimas. Hampir setiap hari menemui Kangmas Mahesa hanya untuk bertanya "Apa menurutmu gadis itu akan membenciku?". Sayalah yang selalu ditugaskan untuk mengusir Kangmas Abinawa," cerita Sagara.

Anatari mendengarkan dengan seksama.

"Setelah lelah diusir dari kediaman Kangmas Mahesa, saya diminta mencarikan seseorang yang dapat dipercaya untuk menempatkan seorang telik sandi di Namaini. Saya pun mengutus Taruna. Semua itu Kangmas Abinawa lakukan demi mendapatkan informasi tentang Nyimas," lanjut Sagara.

Ternyata begitu cara Mahesa mengetahui pertemuannya dengan Abinawa saat mengikuti perburuan. Cerita yang didengar dari Abinawa lantas dimanfaatkan sebagai cerita Mahesa sendiri untuk bisa mendekati Anatari. Dan, memulai kisah kasih dengannya. Anatari merasa bodoh sebab tidak dapat membedakan keduanya. Lagi. Lagi. Dia teringat bahwa dirinya berada di bawah kendali kekuatan Banaspati yang telah disalurkan Mahesa saat mereka saling berjabat tangan untuk kali pertama. Dan Falguni mengetahuinya.

"Itu semua sudah berlalu." Anatari melirik Sagara. "Informasi apa yang kau dapat dari pedagang gerabah itu?"

"Satu hari sebelum penyerangan ke Bhumi Acarya, ada seorang saksi yang melihat energi gelap terpancar dari kediaman Ratu Falguni. Tapi, dia segera dibunuh ...." Sagara menghentikan langkahnya.

"Ada apa?"

"Selain itu ...," Sagara meragu, "tidak pernah terjadi penyerangan ke Bhumi Acarya pada tujuh tahun silam. Kejadian yang sebenarnya adalah Jiera membawa pasuka Namaini untuk melakukan penyerangan ke Keharyapatihan Kertarta dan membantu Mahesa melakukan kudeta di Javacekwara. Begitulah kabar yang selama ini tersiar di kalangan penduduk Namaini."

Anatari melanjutkan langkah lebih dahulu, memikirkan kepingan mozaik kejadian tujuh tahun silam.

Bila informasi yang didapatkan Sagara benar adanya, maka kabar penyerangan ke Bhumi Acarya bertujuan untuk mengalihkan perhatian Bhumi Javacekwara dan Bhumi Girilaya. Permintaan bantuan dari Bhumi Javacekwara juga mungkin telah dimanipulasi oleh Mahesa. Ketika sebagian besar pasukan dua kerajaan dikerahkan ke Bhumi Acarya, maka akan ada celah cukup besar bagi Mahesa dan Jiera untuk menusuk langsung ke jantung lawan.

Ketika itulah sihir hitam Ratu Liharika bekerja, menyasar pasukan Bhumi Javacekwara yang dipimpin oleh Rakryan Tumenggung Janardana. Setelah mereka berada di bawah pengaruh sihir menular, Ratu Liharika mengarahkan mereka ke wilayah Keharyapatihan Kertarta dengan tujuan memblokade pasukan Bhumi Girilaya agar tidak dapat mengejar pasukan Bhumi Namaini yang membawa Anatari, dan tentu saja untuk membuat kekacauan serius di Bhumi Girilaya.

(Book 2) Pertarungan Terakhir di Bhumi Javacekwara (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang