"Jadi benar yang mereka katakan, Kanda Gumitir menangkap telik sandi wanita dari Namaini."
Seorang perempuan belia menerobos masuk tanpa basa-basi. Wajahnya masam, menatap sengit Anatari. Pria bernama Gumitir itu mengedikkan kepalanya ke arah Anatari yang duduk menonton keduanya, menelan kembali kata-kata yang ingin dilontarkannya.
"Orang-orang mengatakan yang Kanda Gumitir tangkap adalah seorang wanita cantik, ternyata cuma wanita tua," ucap sinis si perempuan belia.
Anatari menggertakan giginya, lantas membuang muka. Dia tidak boleh gegabah dalam bertindak. Tenang dan jangan terpancing emosi. Apalagi hanya dikarenakan seorang gadis ingusan yang belum pernah merasakan kematian dan ditempa begitu kejam oleh Raja Iblis. Anatari tidak pantas melayani emosi labil kedua anak muda itu.
"Sekalipun tua, pada kenyataanya kulitku jauh lebih kencang darimu," gumam Anatari. Mulut perempuan memang tidak bisa dipercaya.
Perempuan itu membelalak, menunjuk-nunjuk Anatari. "Apa kau bilang? Katakan sekali lagi kalau berani!" Perempuan itu mendekati Anatari, bersiap untuk menghajarnya.
Gumitir melangkah maju di antara keduanya, menahan kekasihnya agar tidak melukai tawanannya. Laras menendang-nendangkan kakinya ke arah Anatari.
"Katakan sekali lagi, maka habislah kau!"
"Hentikan Dinda," pinta Gumitir.
Anatari beringsut menjauh. "Kangmas Gumitir aku takut."
"Apa?" Gumitir terkejut mendengar Anatari memanggilnya dengan mesra.
Bahkan Anatari merasa mual mendengar kata-katanya sendiri.
"Kangmas?!" Bola mata Laras membelalak kian besar seakan siap meloncat keluar kapan saja. "Wanita tua. Kuhabisi kau!"
"Jangan mengawini perempuan bernama Laras ini, Kangmas. Aku berubah pikiran. Aku bersedia kawin lari bersamamu!"
"Apa?!" pekik Gumitir dan Laras bersamaan.
"Kawin lari," ulang Anatari perlahan dan sungguh-sungguh.
Laras ambruk di depan Anatari. "Kanda ... tega sekali kau mengkhianatiku!"
Anatari memutar bola matanya ke arah lain. Tolong hentikan drama absurd ini!
Gumitir mencoba menenangkan Laras yang terus-menerus merengek manja. Tapi perempuan itu tidak mau mendengarkan perkataannya.
"Semua ini gara-gara ucapanmu. Cepat katakan yang sebenarnya," tegur Gumitir, panik.
"Laras ... sebaiknya kau legowo menerima kenyataan."
Gumitir memelototi Anatari yang justru mengangkat bahu dengan tak acuh. Laras berlari keluar sambil menjerit histeris. Gumitir mengejarnya ke tengah hujan deras.
"Kepalaku pusing sekali," gumam Anatari.
Pintu gudang jerami terbuka lebar. Membawa embusan angin malam yang menampar tubuh Anatari. Dia menatap keadaan gelap gulita di luar. Anatari tertawa. Sebuah tawa pahit yang mengoyak hatinya. Keadaannya saat ini adalah cerminan kehidupannya sendiri. Meski jalan kebenaran terbuka lebar di hadapannya, Anatari tidak dapat melangkah menuju cahaya. Karena belenggu iblis telah merenggut kehendaknya untuk dapat mengikuti sanatana dharma. Dia telah terpenjara dalam tipu muslihat Banaspati. Anatari melihat dirinya berdiri dalam kegelapan malam di luar, dilahap api dan dirantai api iblis yang membelit seluruh tubuhnya. Rantai itu menghujam jauh ke pusat bumi.
"Aku ... akulah yang harus menerima kenyataan dengan legowo." Anatari menunduk pasrah.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
(Book 2) Pertarungan Terakhir di Bhumi Javacekwara (END)
Fantasía🍃Terimakasih WattpadFantasiID yang telah memilih PTDBJ masuk ke dalam Reading List January 2024🍃 🍃🍃🍃 Tujuh tahun telah berlalu, tetapi rumor tentang Anatari dan Abinawa masih saja berkembang. Anatari bangkit dari kematian untuk menjalankan kemb...