"Kita tidak memiliki hubungan apapun lagi, Mahesa. Aku sudah pernah menegaskannya."
Dahi Mahesa berkerut dalam. Jelas dia tidak suka mendengar ucapan Anatari.
"Maaf, Dinda. Aku tidak sependapat denganmu. Saat itu kau mengatakannya dalam keadaan emosi. Aku sangat memahaminya."
"Aku mengatakannya dengan sadar," tepis Anatari. "Aku sudah mengetahui semua kebenarannya, Mahesa. Dulu, hubungan kita hanyalah sebuah kepalsuan. Kau yang memulainya. Kau yang menjebakku agar aku menyukaimu. Kau telah bersekutu dengan Banaspati dan memberiku topeng terkutuk. Sekarang, aku menyadari bahwa aku tidak pernah benar-benar jatuh cinta padamu. Semua yang kurasakan adalah palsu."
Mahesa bangkit berdiri, mencengkram bahu Anatari. "Apa dia melakukan sesuatu padamu? Katakan apa yang telah dilakukannya padamu selama ini? Kau sangat mencintaiku, Anatari. Perasaanku padamu pun adalah nyata. Tidak mungkin perasaanmu padaku berubah dalam sekejap mata. Kita saling mencintai, Anatari."
"Tujuh tahun, Mahesa. Perasaanku padamu telah pupus dalam tujuh tahun ini. Jangan lagi menjadikan Abinawa sebagai kambing hitam. Aku sendiri yang telah memutuskan untuk mengakhiri hubungan kita," jujur Anatari.
Mahesa terdiam, menatap intens wajah Anatari yang menatap berani. Dia melepaskan Anatari dengan sedikit dorongan. Anatari terhuyung ke belakang, menubruk meja.
Mahesa menunduk. "Aku selalu menjaga posisi permaisuri agar tetap kosong dengan harapan kau mau menemaniku memimpin Javacekwara. Aku menginginkan posisi itu ditempati oleh perempuan yang selama ini aku cintai. Di dalam hidup ini, aku hanya menginginkan dua hal. Javacekwara dan dirimu. Tapi, Abinawa ...."
Mahesa mengangkat kepalanya. "Abinawa selalu saja mengambil semuanya dariku. Aku yang bekerja keras, tapi dia yang menikmati hasilnya. Dia memiliki segalanya yang bahkan tidak dia inginkan. Sedangkan aku, aku tidak pernah bisa mendapatkan apa yang aku harapkan. Dunia ini telah tidak adil terhadapku, Anatari. Dan kau tahu itu."
Tak diragukan lagi bahwa Anatari Lingga akan memilih Mahesa dan mengkhianati Abinawa. Aku adalah Anatari Kemala. Aku berhak menjalani takdirku sendiri, tidak peduli rintangan apa yang akan kulalui menuju nasib akhirku yang masih menjadi misteri.
"Tapi jalan yang kau tempuh untuk mendapatkan apa yang kau inginkan, adalah salah, Mahesa."
"Aku tidak peduli lagi dengan ajaran sanatana dharma. Aku tidak peduli lagi dengan batasan salah dan benar. Aku hanya ingin mendapatkan apa yang menjadi keinginanku. Aku hanya ingin merasakan sedikit kebahagiaan yang telah Abinawa renggut dariku. Apakah itu salah?" tutur Mahesa.
Anatari tertegun. Dia melihat Mahesa seperti sedang bercermin, menatap dirinya sendiri yang ingin mengakhiri hidupnya karena tidak sedikitpun kebahagiaan yang diharapkannya dapat hinggap dalam kehidupannya. Anatari merasa sedih, kecewa, dan putus asa. Itu juga yang dirasakan Mahesa.
"Maafkan aku."
"Kau menyesal? Kau sudah menyadari betapa aku sangat membutuhkanmu, Anatari?" lirih Mahesa.
"Bolehkah aku memikirkannya lebih dulu?" pinta Anatari.
Mahesa menatap datar. Anatari menggenggam tangan pria itu.
"Aku mohon. Izinkan aku memikirkannya."
Mahesa tersenyum, membelai wajah Anatari. "Tentu saja. Aku akan memberikan kesempatan padamu untuk memikirkan semuanya. Saat sang surya telah mencapai puncaknya, kita akan memulai upacara pernikahan, mengesampingkan segala alasan ketidaksetujuanmu."
Anatari memaksakan senyum. "Tentu."
Mahesa melangkah keluar, menempatkan penjagaan ketat di dalam dan di luar lingkungan kediaman Anatari. Rantai bersi bergemerincing, beradu dengan pintu kayu. Anatari mendengarkan dengan seksama dari balik pintu. Mahesa jelas belum memercayainya atau mungkin juga tidak sama sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
(Book 2) Pertarungan Terakhir di Bhumi Javacekwara (END)
Fantasy🍃Terimakasih WattpadFantasiID yang telah memilih PTDBJ masuk ke dalam Reading List January 2024🍃 🍃🍃🍃 Tujuh tahun telah berlalu, tetapi rumor tentang Anatari dan Abinawa masih saja berkembang. Anatari bangkit dari kematian untuk menjalankan kemb...