Chapter 23. Menuju Bhumi Girilaya

60 12 3
                                    

"Hiraukan saja aku yang berada di sini."

Sebuah suara berat dan terdengar sinis membuat Anatari dan Abinawa segera melepaskan pelukan.

"Dengarkan aku, Anak muda .... Kau tidak bisa ikut serta bersama Anatari," kata si harimau.

Abinawa mengernyit tidak suka. "Mengapa?"

"Tubuhmu baru saja menerima elemen intiku. Kau masih harus beradaptasi. Melakukan penyatuan jiwa dengan elemen intiku agar cakramu kembali terbentuk dengan kuat. Kau harus melakukan meditasi kundalini, paling tidak selama tujuh tahun," tutur si harimau.

Anatari melangkah maju hendak menghajar si harimau, untunglah Abinawa berhasil menahannya. Karena hasil pertarungannya, Anatari akan keluar sebagai korban.

"Siluman brengsek! Tidak berguna! Payah! Kemari kau. Akan kucabuti semua bulu di tubuhmu sampai habis," teriak Anatari.

Geni, Taruna, Sagara, dan Wiba bergerak mendekat.

"Hah, makhluk kecil," celetuk si harimau, menyepelekan.

"Dasar tidak punya hati! Ku masak kau jadi dendeng! Kuberikan tulangmu pada hewan liar di hutan! Lepaskan aku, Abinawa!" raung Anatari.

"Anatari, tenanglah."

"Bagaimana aku bisa tenang?! Kita sudah berpisah selama tujuh tahun. Siluman licik ini kini ingin memisahkan kita selama tujuh tahun lagi. Dia minta dikuliti!"

Kedua telapak tangan Abinawa beralih memegang wajah Anatari, memfokuskan pandangan perempuan itu hanya padanya.

"Kendalikan emosimu," pinta Abinawa.

Anatari mengangguk, mengatur napas dan emosinya. Abinawa menurunkan tangannya dari wajah Anatari.

"Aku akan tetap pergi mengantar Anatari ke Girilaya. Setelah itu menuju ke Guha Dhawahan untuk meditasi," ucap Abinawa.

"Abinawa," tegur Anatari.

Abinawa menggenggam tangan Anatari, menenangkan perempuan itu.

"Setuju. Seorang pria sejati tidak ingkar janji." Siluman harimau buru-buru menyetujui sebelum disela Anatari.

Anatari mendelik galak pada si harimau.

Abinawa meminta waktu pada Anatari untuk berkemas dan berpamitan pada Raja Kumara serta Indira yang telah mengizinkannya menetap di Acarya selama lima tahun terakhir.

Setelahnya, mereka melanjutkan perjalanan ke tengah desa yang merupakan pos pemeriksaan utama wilayah Bhumi Acarya. Sebab hari telah larut malam, mereka menginap di salah satu penginapan yang ada. Anatari dan Abinawa berada di kamar yang sama. Sementara Geni dan siluman harimau tetap meneruskan perjalanan.

Kecanggungan menyelimuti sepasang insan yang baru saja mendeklarasikan status salah satunya. Keduanya berdiri kaku di tengah ruangan yang tidak terlalu besar.

"Babragan itu untukmu. Kau 'kan baru saja pulih. Aku akan tidur di bale-bale." Anatari memutuskan sepihak.

Anatari beringsut menuju bale-bale, membaringkan tubuhnya di sana, membelakangi Abinawa. Tak lama, perempuan itu terperanjat mendapati bale-bale bambu yang bergerak. Pria itu menggeser posisi bale-bale bambu agar merapat di samping babragan.

"Abinawa, kau-"

Abinawa menarik cunduk batu pancawarna, melepas pita rambutnya, selendangnya, juga beberapa aksesoris yang menghiasi tubuhnya. Menyimpan semuanya di atas meja. Dia mengibaskan tangannya. Cahaya celupak yang berada di atas meja padam seketika.

Anatari memalingkan wajahnya yang bersemu merah muda. Abinawa menaikkan lututnya ke atas bale-bale. Pria itu bergerak lebih jauh ke arah Anatari. Jantung Anatari bertalu-talu. Seluruh bulu halus di tubuh Anatari meremang. Perempuan itu menelan kegugupannya.

(Book 2) Pertarungan Terakhir di Bhumi Javacekwara (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang