Chapter 17. Bhumi Acarya (6)

41 9 0
                                    

Anatari dan Abinawa muncul begitu saja di belakang Geni yang sedang mengawasi aliran air Sungai Tadahan yang mengelilingi Bhumi Acarya dari atas jembatan merah di dekat gapura utama kota.

"Anatari, ada apa?" tanya Abinawa.

"Biar Geni yang menjelaskannya."

Abinawa dan Anatari berdiri di sisi kanan dan kiri Geni.

"Kau sudah menemukannya?" tanya Anatari.

Geni mengangguk. "Gapura utamanya tepat berada di bawah jembatan ini."

Anatari menelengkan kepalanya. Rambut panjang terurainya menari-nari ditiup angin dingin. "Gapura utama?"

"Selama ini, gapura itu melindungi getaran energi siluman harimau agar tidak ada yang dapat merasakannya atau bahkan melacaknya. Itu adalah pintu masuk yang akan membawa kita menuju tempat bertakhtanya Kembang Ing Segara," jelas Geni. "Semalam, aku melakukan semedi di tempat ini. Air di bawah jembatan ini mengeluarkan cahaya bening yang sangat terang. Ketika itulah getaran energiku dan siluman harimau itu bersinggungan."

"Andaikata gapura utamanya berada di sini, maka di mana persisnya letak keberadaan Kembang Ing Segara?" Anatari kembali mengutarakan rasa penasarannya.

Geni berbalik badan, menunjuk ke kejauhan sepanjang aliran sungai. "Segara Jiwo."

Anatari dan Abinawa ikut menatap ke arah yang Geni tunjukkan. Jauh sekali.

"Bisakah kita langsung pergi ke Segara Jiwo?" Anatari kembali bertanya.

"Tidak bisa. Aku sudah mencobanya. Aku hanya menemukan air dan ikan begitu nyemplung di tempat itu," sahut Geni.

"Sudah terpikirkan cara lain untuk dapat masuk ke sana?" tanya Abinawa.

Geni mengangguk kembali. "Malam ini adalah malam satu suro. Kekuatan gaibku juga kekuatan siluman harimau akan menuju ke puncaknya. Aku akan membawa kalian ke tempat Kembang Ing Segara."

Alis Abinawa berjingkat. "Kalian? Jadi ... aku terlibat?"

Anatari tersenyum. "Tentu saja. Tanpa keberadaanmu, apa yang kami lakukan akan sia-sia."

Abinawa menatap ke kejauhan ke satu titik pertemuan ujung bumantara yang dihiasi awan kelabu yang tampak menyatu dengan aliran Sungai Tadahan yang deras berair keruh. Mempertanyakan tujuan Anatari yang sebenarnya.

"Baiklah. Aku bersedia untuk ikut."

"Aku tidak membutuhkan persetujuanmu. Tanpa atau dengan persetujuanmu, aku akan tetap membawamu pergi," ujar Anatari, melemparkan tatapan sedikit menggoda.

Abinawa mengangkat kedua alisnya, membalas tatapan Anatari dengan sedikit menantang.

Abinawa membawa Anatari dan Geni kembali ke kediamannya. Geni menirukan wujud seorang pemuda belasan tahun guna menghindari kecurigaan orang-orang akan identitasnya.

Indira menjadi satu-satunya yang terus mengawasi Geni yang dianggapnya sebagai dedemit peliharaan Anatari. Dia mengawasi Geni di tepi halaman bersama dua waracethi yang kini menyertainya.

Keempat pengawal Abinawa yang tidak tahu menahu identitas Geni, mengajak pemuda itu bercengkrama dan minum tuak.

Beberapa pelayan hilir mudik menyalakan obor, celupak, dan lentera sebagai sumber pencahayaan di malam hari.

Geni melirik bumantara yang bermuram durja. Rasa cemas sedikit mengganggunya, bila malam ini turun hujan deras, maka debit air sungai akan meninggi dan arus air akan semakin sulit untuk ditaklukkan.

"Geni, kau berasal dari nagari mana?" tanya Tambir.

"Aku berasal dari dusun kecil di Girilaya," jawab Geni, sungkan.

(Book 2) Pertarungan Terakhir di Bhumi Javacekwara (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang