Chapter 28. Bhumi Namaini (1)

60 8 2
                                    

"Bumi hanguskan Namaini. Tuntaskan dendam kematian kedua orang tuamu."

Wajah iblis api itu membayang di benak Anatari. Menanamkan hasutan agar perempuan itu menuruti kehendaknya. Anatari pun menggumamkan mantra.

Angin merangsak tak tenang. Dahan pepohonan bergoyang kasar. Di bawah pengawasan bulan purnama yang cemerlang yang memiliki aura dingin tak berperasaan, seluruh dedemit yang menghuni lingkungan kedaton Girilaya melesat bagai kepulan-kepulan asap dan bayangan hitam. Menuju ke arah yang sama. Pendopo Kesunyian. Makhluk-makhluk itu melayang di udara, berkerumun di depan Anatari yang menggumamkan beberapa kata terakhir.

Anatari mengatupkan bibirnya. Membuka kelopak mata di hadapan banyaknya dedemit yang patuh padanya.

"Pergilah ke Namaini. Jadilah mata dan telingaku di sana," perintah Anatari.

Mereka memekik mengerikan dan bersahutan seraya membubarkan diri, segera melaksanakan perintah Anatari.

"Permainanku, akan dimulai darimu."

***

Anatari mempersiapkan diri. Pakaian kebesaran bernuansa merah dan hitam telah dikenakannya. Bawahan merah dengan motif api dan naga kelabu terlukis indah di sinjangnya. Kalung mutiara merah menghiasi leher yang tersambung ke bagian pinggangnya. Menjuntai di kedua sisi tubuhnya. Sabuk kain hitam melilit di pinggang kecilnya, dihiasi pita merah yang dapat berubah menjadi tali api pada saat keadaan darurat. Gelang tangan, kelat bahu, makuta sederhana berbentuk mawar berduri menghiasi gelungan rambut di pucuk kepalanya. Setengah rambut yang tergerai dihiasi untaian mutiara merah dalam bentuk yang lebih kecil.

Anatari pergi ke kamar Falguni. Dia membungkuk, membisikkan sesuatu di telinga bibinya yang hanya bisa berbaring. Membuat Falguni tercengang kehilangan kata-katanya.

"Itu terlalu berbahaya ...."

"Aku tetap akan melakukannya. Mereka harus mendapatkan keadilan. Aku yakin bisa mewujudkan keinginan Biyung lan Romo. Demi ketenangan jiwa mereka di suraloka," kata Anatari.

"Bila itu yang menjadi keinginanmu, Bibi hanya dapat mendoakan yang terbaik bagimu," sahut Falguni.

Anatari sangat yakin bahwa membalaskan dendam atas kematian kedua orangtuanya termasuk misi pengurangan dosa di kehidupannya yang sekarang. Dia harus menjadi anak yang berbakti sekalipun sudah tak ingat lagi bagaimana rupa romo dan biyungnya. Jadi, dia akan mewujudkannya dengan cara apapun untuk menebus rasa sakit di hatinya.

Anatari memanggil Jiyem dan Liyem yang berdiri di depan pintu kediaman Falguni. Dia meminta kedua waracethi untuk menjaga Falguni dan segera memberikan laporan jikalau ada hal yang mengancam keselamatan sang bibi.

Bumantara nan muram menyembunyikan mentari dibalik iringan awan.

Anatari menaiki undakan anak tangga. Prajurit yang berjaga memberikan hormatnya. Selendang yang terhubung dengan kelat bahunya melambai tertiup angin. Rambut panjang nan legam menari. Anting mutiara merah berayun setiap Anatari mengambil langkah.

Karunasankara, Amuk Rekso, Bantengsoka, Sagara, juga Taruna berlutut dengan satu lutut mereka dan kedua tangan ditangkupkan serta ujung ibu jari menempel pada ujung hidung. Geni dan Kala tak memberikan hormat. Berdiri mengawasi dalam wujud fana mereka. Anatari menempati kursi takhta berlapis emas yang megah.

(Book 2) Pertarungan Terakhir di Bhumi Javacekwara (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang