Anatari bersimpuh. Abinawa bersila. Keduanya duduk di atas permadani berwarna emas dikelilingi Karunasankara, Amuk Rekso, dan Bantengsoka yang duduk di atas kursi kayu di kanan-kiri Anatari.
"Sebelumnya, Gusti Putri telah berjanji dengan penuh keyakinan yang tinggi, dapat menemukan penawar sihir tersumpah dalam empat belas hari. Namun kenyataannya, Gusti Putri kembali dalam waktu dua puluh satu hari. Gusti Putri tahu apa yang telah terjadi akibat keterlambatan Anda?" tutur Amuk Rekso.
"Anatari tidak tahu," ucap singkat Anatari.
"Yang Mulia Ratu Falguni kehilangan kendali atas dirinya. Beberapa prajurit yang aku bawa kembali ke kedaton hampir saja menjadi korbannya. Melihat keadaanya saat ini membuatku ragu apakah Ratu bisa diselamatkan," ucap Amuk Rekso, prihatin.
"Anatari sudah berhasil membawa penawar sihir menular. Mohon izinkan Anatari mencoba mengobati Bibi," pinta Anatari.
Amuk Rekso dan Bantengsoka nampak keberatan.
"Kau ingin menjadikan Ratu sebagai bahan percobaan. Bagaimana bila gagal?" kata Amuk Rekso.
"Anatari akan mencoba cara lain."
"Saat kau mencoba cara lain, Ratu telah tewas," ucap Bantengsoka.
Anatari mengepal erat sinjangnya. Ingin rasanya menghardik kedua pamannya yang selalu menghalanginya. Apa daya, toh, sikap pamannya saat ini juga diakibatkan ulah Anatari di masa lampau.
"Kau sudah membawa penawar itu, maka segerakan temui Falguni," ucap Karunasankara.
"Terimakasih, Kakek. Anatari akan melakukannya," syukur Anatari.
Tangan Karunasankara yang tua dan gemetar tak stabil, menunjuk ke arah Abinawa. "Siapa dia? Apa yang dilakukannya di sini?"
Abinawa memberikan hormatnya khusus pada Karunasankara. "Maafkan atas ketidaksopanan saya yang belum memperkenalkan diri. Saya Abinawa Wiradharma. Suami Anatari."
Anatari mengulum bibirnya, menahan senyum. Dia belum terbiasa mendengar Abinawa saat menyatakan diri sebagai suaminya. Masih ada rasa khawatir dan ragu yang menggelayut di hatinya.
"Abinawa Wiradharma?" Karunasankara terdiam, kedua manik kelabunya yang telah uzur, mengunci Abinawa beberapa lama.
Abinawa menoleh Anatari, berbisik, "Apa yang Kakekmu lakukan?"
"Dia sedang memindaimu," ucap Anatari.
Kedua alis Abinawa bertaut, tidak mengerti. "Apa?"
Karunasankara mencecap lidah. "Ya. Ya. Aku masih mengingatmu. Abinawa Wiradharma. Putra Jayaraga. Kupikir kau akan gila setelah kematian Anatari. Kau sangat murung. Mondar-mandir dari Balin ke Girilaya hanya untuk menyiram pohon-pohon mawar. Dan tidak kembali lagi setelah Falguni merencanakan pernikahanmu dengan salah satu kerabat Anatari. Tentu saja aku masih mengingatmu."
Anatari melirik Abinawa. Matanya berkilat tidak suka mendengar ucapan terakhir Karunasankara. Abinawa tersenyum. Sementara tangannya menepuk lembut lutut Anatari. Menenangkannya.
"Baguslah kau ada di sini," pungkas Karunasankara.
"Kakek, Anatari ingin segera menemui Bibi," mohon Anatari.
Karunasankara kembali terdiam lama. "Amuk Rekso mengatakan padaku bahwa upayamu untuk menyembuhkan Falguni adalah demi mendapatkan takhta Girilaya. Aku sangat kecewa sebab niatmu yang tidak tulus. Pun khawatir kehendakmu hanya akan membawa bencana lain ke Girilaya."
Anatari menarik naik satu sudut bibirnya. "Apa Anatari salah memiliki kehendak menjadi Ratu di nagari sendiri? Saat ini, tidak ada penerus takhta selain Anatari. Anatari juga memiliki niat baik untuk menyembuhkan Bibi dan meminta restu darinya. Bila Bibi memang tidak menghendaki Anatari memimpin nagari, Antari akan mundur dari posisi Putri Mahkota."
KAMU SEDANG MEMBACA
(Book 2) Pertarungan Terakhir di Bhumi Javacekwara (END)
Fantasy🍃Terimakasih WattpadFantasiID yang telah memilih PTDBJ masuk ke dalam Reading List January 2024🍃 🍃🍃🍃 Tujuh tahun telah berlalu, tetapi rumor tentang Anatari dan Abinawa masih saja berkembang. Anatari bangkit dari kematian untuk menjalankan kemb...