Chapter 14. Perjalanan ke Guha Dhawahan

49 7 0
                                    

"Bagaimana denganku?"

Anatari, Abinawa, Wiba, dan Tambir berpaling pada Indira. Wajah tuan putri yang lembut mengharapkan persetujuan keempatnya untuk bisa ikut bersama.

"Bila terjadi sesuatu padamu, aku tidak tahu harus mempertanggung jawabkannya bagaimana pada Raja Kumara. Alangkah baiknya kau kembali ke kedaton dan menunggu berita dari kami," tutur Abinawa.

"Apa karena aku tidak menguasai ilmu kanuragan sehingga Kakang Abinawa memandang rendah diriku?" Roman wajah Indira muram, membuat siapapun tidak tega melihatnya.

"Abinawa melarangmu ikut bukan karena mendiskriminasikan kemampuan dirimu. Dia mencemaskan keselamatanmu," kata Anatari, mencoba memberi penjelasan. "Kau berada di sini juga bukan tanpa tujuan. Kau bisa membantu Abinawa yang sedang mencari sebuah kitab yang menjelaskan bagaimana cara menyembuhkan 'sihir menular'. Itupun kalau kau bersedia."

Indira memegang dagunya yang lancip. "'Sihir menular'? Apa nama kitabnya?"

"Tidak ada yang tahu."

"Kedaton Bhumi Acarya memiliki ribuan kitab sastra, pengobatan, tatanan negara, filsafat nagari timur, peraturan empat nagari di Tanah Jawi, ajian ilmu kanuragan, sihir dari nagari tengah ...." Dahi Indira berkerut, berusaha mengingat semuanya.

"Apapun itu. Cari saja di ... sihir dari nagari tengah," sela Anatari. "Mungkin saja kau bisa menemukannya di bagian itu."

Indira berhenti berpikir. "Baiklah. Bila keberadaanku di sini bisa membantu Kakang Abinawa, aku akan melakukannya. Mencari kitab itu."

"Terimakasih," ucap Abinawa.

Seekor kunang-kunang terbang memasuki gapura depan kediaman Abinawa. Menerus menuju Anatari yang mengangkat jari telunjuknya yang menyadari kehadiran hewan peliharaannya. Anatari menatap hewan itu beberapa lama. Keempat orang lainnya, memerhatikan polah aneh Anatari.

Anatari menarik tangannya tepat ketika hewan itu meletupkan api kecil dan menghilang bersamanya.

"Aku harus pergi menemui Geni. Saat ini juga."

"Aku ikut denganmu." Abinawa mengajukan diri.

Anatari tak berniat menolak, jadi dia biarkan saja Abinawa melakukan kehendaknya. Pria itu pun mengikuti Anatari sedikit di belakang. Keduanya menuju ke luar kuthanagara, melewati jalan selebar enam dpa yang membelah hutan jati, yang akan membawa mereka ke gerbang utama Bhumi Acarya.

Geni berada di tengah-tengah jembatan kayu selebar enam dpa. Duduk bersila di atasnya, tak tahu pasti apa yang dilakukannya. Anatari dan Abinawa pun bergegas mendekati si naga muda.

Wujud Geni mengeluarkan tanduk naganya yang berarti tak ada satu pun manusia awam yang dapat melihatnya. Tangannya membentuk simbol tertentu di depan dada. Bola matanya bergerak cepat di balik kelopak mata yang tertutup. Anatari dan Abinawa memerhatikan keadaan sekitar.

"Geni pasti merasakan sesuatu," ucap Anatari.

"Kembang Ing Segara," tebak Abinawa.

"Siluman harimau."

Abinawa menarik tinggi alisnya. "Siluman harimau?"

(Book 2) Pertarungan Terakhir di Bhumi Javacekwara (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang