12 - Jeaolusy

566 27 8
                                    

Mohon memberikan dukungannya....





Sabrina

Kesalahpahamanku dengan Stefan akhirnya berakhir dan kami pun berbaikan. Ternyata sosok wanita yang bersama dengannya itu adalah teman kampusnya. Meski sedikit curiga namun kesungguhan Stefan yang terlihat dari tatapan matanya membuatku luluh. Stefan merupakan suami yang baik bahkan dia selalu memperhatikan apa barang yang ku butuhkan dan saat luang langsung membelinya. Seperti saat ini dia membeliku sepatu baru karena sepatuku yang lama untuk sekolah sudah usang padahal aku rasa sepatu lamaku masih bisa digunakan, yah meskipun warna hitamnya memang sudah pudar.

Ku akui emosi yang ada dalam diriku memang masih tidak stabil dan masih sangat kekanakan. Tapi Stefan tidak pernah marah dan selalu bersabar dalam menghadapiku. Dia bilang suatu hari nanti aku pun akan dewasa seperti dia dan hal yang sangat wajar jika aku masih kekanakan karena usiaku yang masih sangat muda. Padahal barang-barangnya sendiri seperti sepatu dan tas kantor sudah lusuh namun dia selalu mementingkanku terlebih dulu daripada dirinya. Sungguh aku merasa bersalah selalu marah-marah padanya selama ini....

"Stefan.. aku mau beliin kamu sepatu sama tas tapi.. aku gak punya uang" sambil memeluk dadanya erat dan menghirup aroma stefan yang membuatku tenang aku mengemukakan keinginanku.

"Barangku masih bagus jadi kamu gak perlu beli" lagi-lagi stefan selalu saja mengabaikan kepentingan sendiri padahal ini untuk kebaikannya juga.

"Tapi semua udah usang.. pokoknya besok kita beli barang-barang kamu... aku gak mau tahu" lagi lagi aku memaksanya dan Stefan pun menurutinya.

"Tapi kamu harus rajin belajar Sabrina.. aku mau kamu kuliah di tempat bagus" ujar Stefan sambil mengelus rambutku meski sulit akhirnya aku menurutinya.

Akhirnya keesokan hari tepatnya di sore hari kami pun jalan berdua untuk membeli tas dan sepatu kerja untuk Stefan. Namun perbedaan tinggi badan kami dalam pantulan kaca membuatku terlihat sangat mungil yang lebih mirip anak SMP. Sehingga jelas saja kami tak terlihat seperti suami istri, padahal aku berharap bisa tinggi namun sepertinya tinggi badanku berhenti sampai sini saja.

"Bagaimana kalau yang warnanya krem?" Tanyaku antusias

"Warna krem bakal membuat sepatu terlihat mudah lusuh.. aku pilih warna hitam aja" jawab Stefan dan membuatku merotasikan mata, dia memang sangat kolot.

Setelah berbelanja akhirnya kami sepakat pulang ke rumah. Entahlah Stefan tidak begitu suka dengan keramaian dan tidak cocok juga dengan bioskop. Sehingga kebanyakan kami menghabiskan waktu bersama di rumah meski hanya menonton tv. Lagi pula kami sudah menikah dan memang paling bagus menghabiskan waktu di rumah saja.

Saat bermanja-manja dengan Stefan ku lihat dia sedang melakukan panggilan telepon dengan seseorang dan raut wajahnya sangat serius. Entahlah aku tidak tahu ada masalah apa... ku harap tidak ada masalah yang pelik.

"Sabrina aku harus ke rumah sakit sekarang.. Damian masuk rumah sakit" dengan terburu-buru Stefan langsung memakai jaketnya dan bersiap pergi.

"Siapa damian?" Jawabku ingin tahu.

"Dia anak Rossy dan sedang sakit jadi aku harus melihatnya.. aku khawatir"

Saat mendengar nama Rossy tiba-tiba moodku menjadi rusak begitu saja. Aku memutuskan masuk kamar saja terserah Stefan mau pergi kemana aku gak peduli. Bisa-bisanya dia mempedulikan wanita lain dan tidak menghargaiku.

"Sabrina kamu mau kemana?" Tanya Stefan saat mau berangkat.

"Aku mau ke kamar terserah kalau kamu mau pergi bertemu Rossy, siapa tahu kamu kangen!!" jawabku dengan sarkas, menyebalkan sekali kenapa Stefan sangat peduli dengan anak orang.

"Sabrina, Rossy itu ibu tunggal, aku cuma berusaha bantu aja. Aku gak tega.. lagian anaknya kan masih kecil" Stefan kembali menarik tanganku saat aku mau masuk kamar dan menjelaskan segalanya.

"Yaudah kalau kamu mau lihat.." jawabku lemah meski cemburu tapi aku sangat tidak tega jika harus berhadapan dengan anak-anak.

"Yaudah aku pergi gak akan lama kok.." akhirnya Stefan tersenyum padaku dan mencium pipiku sebelum dia berangkat.





.........................






Waktu sudah menunjukkan pukul 9 malam namun Stefan tak kunjung pulang. Meski aku percaya jika Stefan mencintaiku dengan sepenuh hati tapi tetap saja aku takut jika wanita itu merebutnya. Apalagi dia terlihat sangat cantik dan stylish yang jauh berbeda denganku. Entahlah aku tidak tahu apa yang harus ku lakukan dan memutuskan untuk tidur saja. Tapi tetap saja sulit memejamkan mata padahal harusnya aku segera istirahat karena besok harus sekolah.

Di saat hampir tertidur tiba-tiba aku mendengar suara mobil Stefan di luar. Tampaknya dia baru pulang dan aku langsung berlari keluar untuk melihatnya.

"Sabrina kamu belum tidur?" Dengan raut lelahnya Stefan menatapku setelah mematikan mobil.

"Hmm.. aku cemas karena kamu gak pulang-pulang" aduku manja.

"Maaf ya lama.. ternyata Damian sakit demam berdarah dan dia butuh waktu lama untuk menginap di rumah sakit" Stefan menjelaskan semuanya tapi aku masih penasaran dimana ayah anak itu.

"Dimana ayahnya Damian?" Tanyaku sambil menggenggam tangannya dan kami bersama-sama masuk ke rumah.

"Aku gak tau.. rossy gak pernah cerita..."

"Yaudah ayo tidur aku pengen dipeluk lagi sama kamu" ujarku manja sekali.

Meski sedikit takut dengan masalah ini tapi dengan pelukan Stefan membuatku tertidur nyenyak. Tapi entah bagaimana aku malah terbangun pukul 3 pagi dan ku lihat wajah tampan Stefan sedang tertidur nyenyak. Tanpa sadar aku mengelus pipinya dan mengusap bibirnya sambil tertawa kecil. Saat mau tidur kembali ternyata Stefan terbangun dari tidurnya dan menatapku tajam.

"Gadis nakal!!"

Setelahnya Stefan mencium bibirku agresif dan membuatku sangat kaget. Posisi kami tampak berbahaya karena Stefan menciumku dengan posisi berada di atasku. Dia memasukkan lidahnya ke dalam mulutku dan membuat tubuhku terasa mulai panas. Aku tidak mau hanya sekedar ciuman sehingga aku balikan tubuh dan kini berada di atas Stefan. Setelah kehabisan nafas ciuman kami terlepas namun dengan nekat aku mencium leher Stefan dan menggigitnya lembut.

"Sabrina stop....." Stefan mulai mendesah dan ciumanku semakin turun ke tulang selangkanya lalu tanganku mengelus perut kotak-kotaknya lembut.

"Naughty girl..." geram Stefan dan seketika ciumanku terlepas karena kini Stefan yang berada di atasku dan melepas kaos hingga tersisa bra berwarna hitam yang menempel di tubuhku.

Lalu Stefan mencium belahan dadaku yang masih tertutup bra dan membuatku panas dingin. Tidak berhenti sampai disitu Stefan melepas braku dan melakukan hal yang semakin intim hingga ragaku terasa melayang.

"Stefan........."

Dia membangunkanku dan membawa tubuhku dalam pangkuannya sambil lanjut melakukan hal yang panas. Di saat seperti ini tubuhku terasa seperti jelly karena terus dirangsang oleh Stefan.

"Ah.... Stefan..... oh..." desahku memeluk kepalanya erat.

Sentuhannya semakin intim dan aku semakin pasrah dengan apapun yang dia lakukan. Tubuhku semakin menggeliat hingga akhirnya orgasme datang dengan intens........

Namun sebelum yang ku harapkan terjadi lagi-lagi Stefan menghentikan semuanya. Dia menyelimuti tubuhku yang tidak terbalut apapun dan pergi menjauh. Stefan terus saja menahan dirinya padahal kami sudah sah, toh usiaku juga sudah 17 tahun meski saat ini masih duduk di bangku SMA.

Tapi entah kenapa aku tak mau menyerah. Terlebih saat ini ada Rossy yang siap kapan saja merebut Stefan dariku. Jelas aku harus berhasil bercinta dengan Stefan bagaimanapun caranya.....



Bersambung...............

PermataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang