25 - Still secret

407 20 2
                                    

Ayo vote dan komennya ditunggu sekarang juga jangan jadi silent reader!





Stefan

Aku sama sekali tak mengerti bagaimana bisa Rossy membohongiku selama ini. Bahkan bisa-bisanya aku percaya semua ucapannya kalau Damian itu anakku. Jelas aku sudah banyak berkorban untuk Damian hingga mengancam keselamatanku sendiri. Ini membuatku marah bukan main namun melihat wajah sendu Rossy membuatku sedikit kasihan. Dia selama ini mengurus Damian seorang diri dan itu jelas bukan hal yang mudah.

Dalam hati jelas saja aku merasa sangat kesal dengan kelakuan Rossy. Tapi aku juga sadar jika emosi tidak dapat menyelesaikan masalah apapun. Sambil terus menghela nafas panjang sesudah bertemu Rossy aku memutuskan untuk jalan-jalan sebentar mencari kado. Ya... Sabrina sebentar lagi berulang tahun yang ke 18 dan dia akan berusia legal. Tentu saja aku sangat senang karena itu tandanya aku tidak akan lagi merasa bersalah saat menyentuhnya. Meskipun saat ini Sabrina memang belum lulus SMA.

Walaupun Rossy sudah membohongiku tapi rasa sayangku untuk Damian itu tulus. Aku tetap menganggapnya sebagai anakku apalagi kini kami akan berpisah dalam waktu yang lama tentu saja aku merasa sedih. Meski begitu aku tetap berdoa jika Damian bisa segera bertemu dengan ayah kandungnya, dia itu anak yang baik dan pintar.



.................................





Keesokan harinya diadakan rapat lagi bersama para guru dan masih membahas soal seputar karyawisata. Pada akhirnya acara ini dilaksanakan tiga minggu lagi tepatnya sesudah ujian semester. Dengan begitu tentu saja aku harus menyiapkan dana untuk Sabrina apalagi wisata ini diadakan di Bali. Jelas dana yang harus dikeluarkan tidak sedikit terlebih Sabrina juga harus mendapatkan uang saku dariku saat berlibur di Bali.

Sore harinya aku dan Sabrina memutuskan untuk bertemu dengan Rossy di Bandara. Karena aku tidak tahu kapan lagi akan bertemu Damian maka aku memeluknya erat. Aku memang bersedih kami akan berpisah tapi aku yakin ini adalah yang terbaik terlebih Rossy itu ibu tunggal. Aku tak mau ada lagi keributan antara Rosy dan Sabrina sehingga ini adalah hal terbaik bagi kami semua.

Kondisi setelah kecelakaan memang mengharuskanku untuk sering berolahraga. Karena aku sangat suka berenang pada pagi harinya aku memutuskan berenang sendirian. Mengawali pagi hari dengan berolahraga adalah hal yang baik terlebih hari ini adalah hari minggu. Tak lama Sabrina menyusulku dan dia duduk di tepi kolam. Kini setelah Sabrina genap berusia 18 tahun aku tidak akan lagi menahan diri untuk bercinta dengannya. Aku berencana akan sepuasnya menyentuh Sabrina seperti pagi ini aku kembali bercinta dengannya seperti pria haus akan belaian.

Aku mencium bibirnya penuh gairah dan tidak mau berhenti merasakan kelembutannya. Segala tentang dirinya sangat indah dan aku tak bosan-bosannya menyentuh Sabrina. Aku sangat mencintainya dan ingin terus mendengar desahannya yang mengalun sangat merdu. Dengan lembut aku menenggelamkan wajahku di dadanya lagi.

Padahal suhu pagi hari ini lumayan dingin namun aku malah merasa panas. Sabrina menjambak rambutku dan tubuhnya sangat mendambaku. Kalau begini bagaimana aku bisa menghentikan kegilaan ini.

"Stefan... ku mohon berhenti..."

Aku menatap wajahnya yang berantakan dengan bibir yang membengkak. Tanpa menjawab perkataannya ku peluk Sabrina dan menggigit telinganya. Dia membalas pelukanku dengan erat dengan nafas terengah-engah.

"Bagaimana bisa aku berhenti kalau kamu sudah mengacaukan akal sehatku Sabrina?"

Dengan tak sabaran aku menggendong tubuhnya dan keluar dari kolam. Saat ini aku tak mau Sabrina sakit karena kedinginan sehingga aku memutuskan masuk ke kamar kami dan meneruskan aktivitas kesukaanku sampai lelah.

Tepat pukul 11 siang akhirnya kami berhenti karena lelah dan lapar. Tak lupa aku juga mengingatkannya untuk jangan lupa minum pil karena Sabrina harus lulus SMA dulu sebelum hamil anakku. Dia tampak sangat lelah dan dengan telaten aku menyuapinya



..........................






Seminggu kemudian ujian akhir semester telah tiba. Hari ini kebetulan sekali aku harus mengawas di kelas Sabrina. Dia terlihat fokus dan serius yang membuatku tertawa dalam hati. Memang sudah waktunya Sabrina serius dengan nilai-nilainya apalagi aku ingin Sabrina mengenyam pendidikan setinggi mungkin. Dia adalah tanggung jawabku dan sebagai seorang suami aku ingin istriku bisa menggapai cita-citanya walaupun Sabrina mengaku belum tahu apa cita-citanya.

Tanpa terasa Sabrina akan naik ke kelas 3 SMA dan hari-hariku bersamanya selalu berkesan. Aku ingin di kemudian hari Sabrina sukses dan sebagai suami aku ingin terus mendukung apapun yang menjadi pilihan hidupnya. Tentu saja aku tak akan mengekang hidup Sabrina meski kami sudah menikah.

"Waktu ujian 15 menit lagi ya anak-anak setelah itu tolong kumpulkan kertas dan jawabannya" ucapku di tengah keheningan.

Kebetulan hari ini aku mengawas mata pelajaran bahasa inggris yang sangat disukai istriku. Meski pura-pura cuek tetap saja aku tidak bisa berhenti memandang Sabrina. Bagaimana mungkin aku tergila-gila pada anak SMA.. dia memiliki magnet yang sangat kuat hingga membuatku sangat mencintainya. Padahal Sabrina hanya gadis polos tapi aku begitu terpesona.

Setelah waktu ujian berakhir aku memutuskan kembali ke kantor tapi pak kepala sekolah memintaku untuk masuk ke ruangannya terlebih dulu dan aku tidak tahu apa yang ingin dibicarakannya. Mungkin saja ada sesuatu hal yang penting karena wajah pak Kepala Sekolah tampak serius.

"Stefan.. saya tahu pernikahanmu ini rahasia oleh sebab itu jangan sampai Sabrina hamil ya sebelum lulus!" ucap pak kepala sesaat setelah aku duduk di ruangannya.

"Saya tahu pak... selama ini saya pun selalu memikirkan hal ini" balasku dengan tenang.

"Baguslah.. karena kalau ketahuan kamu bisa dituduh sebagai pedofil dan saya gak mau itu terjadi.. meski niatmu baik tapi orang orang di luar sana tetap akan menggunjingmu.."

Memang pernikahanku dengan Sabrina merupakan isu yang sangat sensitif di kalangan masyarakat. Apalagi Sabrina masih duduk di bangku SMA meski saat ini usianya sudah 18 tahun. Jelas perbedaan usia kami yang jauh akan membuatku terlihat seperti penjahat kelamin. Padahal aku menikahi Sabrina karena dia tak punya siapapun dan hidup sebatang kara.

"Saya mengerti pak...." balasku singkat.

"Ah ya sebelum keluar tolong berikan ini untuk Sabrina.. ini dari istri saya sebagai kado ulang tahun" ucapnya final.

Ucapan kepala sekolah terus terngiang-ngiang di kepalaku.. meski aku menikahi Sabrina dengan tujuan yang baik tapi memang orang di luar sana akan terus berpikir yang negatif saja. Aku hanya berharap pernikahan ini tetap menjadi rahasia sampai Sabrina lulus SMA.

Aku tidak mau dia terluka dengan perkataan orang-orang yang tidak tahu apa-apa soal kami sehingga rahasia besar ini tidak boleh ada yang tahu. Tapi kita hanya bisa berencana karena masa depan tidak pernah bisa diprediksi.


Bersambung........

PermataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang