9- Addicted

928 29 14
                                    


Mari dukung terus cerita ini biar naik dan banyak yang baca!





Stefan

Setelah memergoki Sabrina jalan berdua dengan si bocah aku pun tak tinggal diam begitu saja. Sambil memendam emosi ku tarik tangan Sabrina sedikit kasar meski akhirnya aku menyesal karena harusnya tidak sekasar itu. Entahlah rasanya aku tidak bisa berpikir logis saat Sabrina bersama orang lain. Aku tidak suka dia tertawa dan aku tidak suka milikku disentuh oleh orang lain. Jelas ini sebuah rasa cemburu yang memang sedikit kekanakan.

Ya... aku memang sudah mendeklarasikan Sabrina adalah milikku. Terlebih kami sudah sah di mata agama dan di mata negara meski Sabrina harus menjalani sidang dahulu di pengadilan agama karena menikah di bawah umur. Dengan maksimal kami meyakinkan hakim jika inilah jalan terbaik. Meski awalnya aku ditentang oleh pengadilan namun akhirnya pernikahan kami sah menurut negara.

Saat kami tiba di rumah sejujurnya aku sulit menahan emosi sehingga tanpa sadar menuduh Sabrina selingkuh. Bahkan tampaknya malah Sabrina yang marah dengan ucapanku dan sudah bersiap-siap untuk pergi dengan membawa koper berisi pakaian. Aku tentu tidak terima jika dia pergi dan emosiku yang memuncak ini membuatku ingin lagi menyentuhnya.

Sejujurnya Sabrina selalu memakai pakaian yang tertutup namun karena aku sudah melihat tubuhnya tanpa sehelai benang pun aku malah membayangkan dia tidak mengenakan apapun. Pikiran kotorku memang harus dibersihkan bagaimana mungkin setiap aku berada di sampingnya keinginan untuk menyentuhnya semakin besar. Seperti saat ini aku malah memojokannya sampai ke pintu dan berakhir menciumi lehernya gemas. Ku rasakan lehernya sangat lembut dan terasa wangi vanila, tidak tahan akhirnya aku menggigiti lehernya dan membubuhkan love bite di beberapa titik.

Sialnya Sabrina malah mendesah sehingga keinginanku untuk menyentuhnya semakin besar. Aku cium bibirnya kasar dan rakus namun tak lama aku ingat kalau harus segera berhenti sebelum semuanya semakin sulit dihentikan. Maka dari itu setelah berciuman aku menyuruh Sabrina masuk kamarnya dan menghela nafas berat saat sampai kamarku.

Tapi tindakan impulsifku pada Jefan jelas saja berakibat fatal. Aku tidak mungkin mengatakan kami sudah menikah. Sehingga tampaknya aku harus berbohong pada bocah itu.


..........................





"Sabrina itu sepupuku dan dia masih kecil jadi kamu sebaiknya gak mengajaknya pacaran!!" dengan tampang meyakinkan aku berbohong pada bocah tengik ini.

"Sabrina udah 17 tahun pak bentar lagi masuk usia 18 tahun masa gak boleh punya pacar?" bocah ini malah ngeyel dan ingin ku tampol saja rasanya.

"Pokoknya Sabrina tetap gak boleh pacaran apalagi kalian kan masuk kelas 3 SMA bentar lagi!" Jawabku final dan tidak bisa diganggu gugat oleh siapapun.

Jefan terlihat tidak setuju namun aku tidak peduli. Jelas aku melarang Sabrina berpacaran karena dia itu istriku meski pernikahan ini harus dirahasiakan sampai Sabrina lulus SMA.

Setelah berbicara empat mata dengan Jefan aku melihat Sabrina sedang latihan menyanyi. Sabrina memiliki suara yang bagus sehingga dia masuk eskul menyanyi. Suaranya halus dan dan sangat menenangkan, tanpa sadar aku pun merasa bangga padanya.



.................................




Pukul 8 malam telah tiba dan aku sama sekali tidak mendengar suara Sabrina sejak petang tadi. Aku khawatir karena dia belum makan malam, akhirnya aku masuk kamarnya dan ternyata tidak dikunci. Saat masuk kamar aku melihat Sabrina tidur namun dia mengenakan pakaian yang sangat tipis. Ah sial lagi-lagi aku dihadapkan dengan cobaan sebesar ini. Dia mengenakan gaun tidur tanpa lengan dan gaun ini terlalu tipis untuk dia kenakan.

PermataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang