Mohon memberikan votenyaaaa!!!!
Sabrina
Pertengkaran dengan Rossy di pagi hari membuat mood ku kian memburuk. Terbukti saat tiba di sekolah aku hanya duduk terdiam tidak mengatakan apa-apa bahkan pada Joy teman sebangkuku. Rasanya ingin ku jambak rambut Rossy sampai botak karena tingkahnya yang makin menyebalkan. Entah kenapa aku memiliki firasat jika Rossy ingin merebut Stefan dariku, bahkan sebenarnya aku tidak percaya jika Damian itu anak Stefan.
Suasana hatiku yang buruk diperparah dengan nilai ulangan harian yang buruk juga. Aku mendapatkan nilai 30 untuk mata pelajaran Fisika padahal aku sudah berusaha mati-matian belajar tapi tampaknya aku memang tidak cocok dengan pelajaran tersebut.
Sambil terus menghela nafas panjang aku mengikuti pembelajaran Bu Retno dengan setengah hati. Padahal saat ini Bu Retno sedang mengajar bahasa inggris dan merupakan mata pelajaran favoritku. Tapi karena suasana hatiku sedang buruk aku tidak fokus dan hanya ingin kelas ini segera berakhir. Aku ingin keluar dari sini segera dan tidak ingin belajar sama sekali.
Saat istirahat Stefan menyuruhku untuk menemuinya di gudang sekolah. Tentu aku tidak tahu apa tujuannya, untung saja gudang sekolah ini sangat jarang dikunjungi sehingga tentu pertemuanku dengan Stefan sangat lancar tanpa ada yang mengganggu.
Saat ini aku sedang berciuman dengan Stefan di gudang sekolah. Semakin hari ku rasakan Stefan makin agresif dan kian membuatku kewalahan. Bahkan kini saat kami berciuman, dia terus mengelus pahaku dan membuat bulu kudukku merinding. Ini masih di area sekolah, dia tidak akan melakukan hal yang gila kan?
Beruntung bel sudah berbunyi dan karena itulah Stefan langsung melepaskan ciumannya kalau tidak bisa-bisa kami bercinta di gudang sekolah. Geez, membayangkannya saja membuatku malu setengah mati! Meski mulai terbiasa dengan hubungan suami istri namun tentu saja aku tak mau melakukannya disini.
Tadinya kami hanya saling melambaikan tangan saja saat berpamitan dan hendak kembali ke aktivitas masing-masing. Tapi dengan nakalnya aku malah mengecup bibir Stefan yang tipis. Aku ingin menggoda Stefan karena tingkah Stefan yang gugup sangat lucu.
Namun tingkah bodohku ini malah ketahuan Jefan dan kini dia sedang adu argumen dengan Stefan bahkan Jefan ingin melaporkan Stefan ke kantor polisi. Karena aku tidak mau hal tersebut terjadi, langsung saja tangan Jefan ku tarik menjauhi Stefan dan ku bawa ia ke belakang sekolah yang untungnya sedang sepi.
"Jef... aku gatau ini bener atau nggak... tapi aku harap kamu mau jaga rahasia ini" ucapku terbata-bata saat ingin mengatakan soal pernikahan rahasia antara aku dan Stefan.
"Sebenernya kamu mau ngomong apa sih Bri?" Balas Jefan tidak sabaran padahal aku sendiri sangat sulit mengatakan hal yang sebenarnya.
"Aku.... udah nikah Jef... sama Stefan" ucapku dengan volume kecil dan berharap Jefan tidak mendengarnya.
Jefan terlihat kaget dan matanya membola "Jadi kamu..... ha! Bri kamu bercanda kan sama aki? Ini gak beneran terjadi kan?" Jefan bertanya secara bertubi-tubi sambil mengusap wajahnya frustasi dan ku rasakan kekecewaan yang besar di wajahnya.
"Itu semua bener Jef.. bahkan pernikahan aku udah sah menurut negara...."
"Kamu bener bener bikin aku kecewa setengah mati Bri!"
.........................
Aku tidak tahu apakah bicara jujur pada Jefan adalah hal yang benar atau tidak. Aku tahu jika Jefan bukan tipe orang yang mudah membocorkan rahasia orang lain. Di satu sisi aku juga lega karena pada akhirnya Jefan tidak lagi berharap aku bisa membalas cintanya. Tapi tetap saja aku merasa takut jika rahasia ini bocor di kemudian hari.
Setelah bel berbunyi semua siswa-siswi bersiap-siap untuk pulang. Saat berjalan menuju gerbang sekolah aku berpapasan dengan Jefan. Tapi dia tidak menyapaku dan berpura pura tidak melihatku. Wajahnya sangat datar dan kemungkinan besar Jefan sudah merasa sangat kecewa padaku. Dalam hati aku hanya bisa meminta maaf padanya karena sudah mengecewakan Jefan. Tapi dalam hidup bukankah kita tidak selalu mendapatkan yang kita mau?
Sesampainya pulang ke rumah aku memutuskan langsung beres-beres dan mengerjakan pekerjaan rumah sebisaku. Karena terus kepikiran dengan Jefan, sambil membereskan rumah aku mengetik pesan permintaan maaf padanya. Aku tidak mau kehilangan teman sebaik Jefan tapi di satu sisi aku juga tidak boleh egois karena mencintai tanpa balasan itu sangat menyakitkan. Lebih baik Jefan tahu kalau cintanya tidak mungkin aku balas.
Setelah rumah bersih dan wangi aku tadinya berniat untuk memasak dan bertekad tidak mau gagal lagi tapi Stefan telah tiba di rumah dan membeli banyak makanan. Dia memang suami yang sangat pengertian...
Saat ini kami sedang makan malam dalam keheningan. Diantara kami tidak ada yang mau mengeluarkan suara. Tentu aku tidak tahu apa yang Stefan pikirkan dan setelah selesai makan aku tidak langsung mencuci piring malah berleha-leha dengan menonton TV.
Stefan menghampiri dan mulai memeluk sambil terus mencium leherku. Apa yang dia lakukan tentu saja membuatku merinding dan di sela-sela ciumannya Stefan mulai mengusap kulit punggungku.
"Sabrina... i want you..." ucapnya berbisik sambil pelan pelan melepas kancing piyamaku.
Aku tidak menjawab perkataannya hanya pasrah dan kini ku rasakan piyama ini terlepas yang hanya menyisakan bra berwarna biru. Telunjuk Stefan menyentuh belahan dadaku dengan nakal.
Stefan lalu mencium bibirku dengan lembut dan tubuh kami semakin dekat. Saat ini aku tengah duduk di atas meja makan dan Stefan berdiri didepanku. Ku rasakan ciumannya makin intens dan dia terus melumat bibirku. Deru nafas kami saling bertautan dan suhu rumah ini terasa memanas.
Karena kesulitan bernafas akhirnya dia lepaskan ciumannya dan memindahkan ciumannya ke dadaku yang hanya dilapisi bra. Aku mengelus rambutnya sayang dan dia mulai membuka kaitan braku serta melemparnya ke lantai. Kini ciumannya semakin turun hingga sampai ke belahan dadaku, tak lama ku rasakan Stefan mulai memasukan bulatan kecil berwarna merah muda milikku ke dalam mulut panasnya sambil terus mengelus punggung telanjangku.
"Ah....hhhh......"
Sentuhannya di dadaku semakin penuh hasrat dan membuatku makin bergairah. Dia mulai melepas celana piyamaku dan merobek celana dalamku tak sabaran.
Kini aku sudah telanjang, Stefan semakin nakal menggerayangi tubuhku dan menatap sesuatu di antara kedua kakiku dengan lapar. Dia mendekat dan menciumnya hingga kadar kewarasanku makin menghilang.
"Ahhh... Stefan... jangan...."
Aku ingin menolak tapi sungguh aku tak bisa. Bahkan kakiku dia pegang dengan kuat hingga tubuhku mulai terasa lemas. Sungguh aku tak mampu menopang tubuhku lagi sampai akhirnya aku terlentang di meja. Stefan tampak tersenyum miring dan mulai melepas pakaiannya. Kami bercinta lagi dan aku hanya pasrah dengan semua yang Stefan lakukan.
"Sabrina aku mencintaimu...."
Bersambung...
